5 Konsep Pemerataan dalam Ekonomi Islam Menurut Syaikh Al-Qardhawi
Senin, 03 Juli 2023 - 05:15 WIB
4. Hak-hak lain di dalam harta
Apabila zakat belum mencukupi -begitu pula pemasukan-pemasukan yang lainnya- untuk menanggung kehidupan orang-orang fakir, maka wajib bagi orang-orang kaya di masyarakat untuk mencukupi mereka. Karena bukanlah seorang mukmin itu orang yang semalaman perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.
Bukan pula seorang mukmin itu orang yang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. Oleh sebab itu jika mereka mampu mengamalkan ini semua karena kesadaran mereka dan karena dorongan iman dan taqwa, maka itu lebih baik dan lebih kekal. Sebagaimana Nabi SAW menceritakan kepada kita tentang kaum "Asy'ariyyiin."
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya kaum "Asy'ariyyiin" itu apabila hendak berangkat berperang, atau karena perbekalan keluarga mereka habis di kota Madinah, mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka di dalam satu baju, kemudian membagi-bagi di antara mereka dalam satu tempat secara sama rata, mereka adalah bagian dariku dan aku bagian dari mereka" (HR. Bukhari Muslim)
Apabila masyarakat tidak bisa berbuat sesuatu dari kesadaran mereka untuk memperhatikan orang-orang fakir, maka imam (pemimpin)lah yang mewajibkan kepada para aghniya' untuk mencukupi mereka. Sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW, "Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak (kewajiban) selain zakat." Ini juga dikuatkan oleh Al Qur'an sebagai berikut:
"Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menurunkan zakat." ( QS Al Baqarah : 177)
Ayat tersebut memisahkan antara memberikan harta kepada yang membutuhkannya -yaitu sanak kerabat, anak-anak yatim dan seterusnya- dengan menunaikan zakat, ini menunjukkan bahwa keduanya merupakan hak (kewajiban) dalam harta.
Akan tetapi zakat itu merupakan hak yang bersifat rutin, tetap dan terbatas (ditentukan). Adapun kewajiban-kewajiban lainnya lebih bersifat sewaktu-waktu diperlukan, dan tidak ada batas tertentu dan tidak pula waktu tertentu.
Apabila tidak menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut secara rela, maka mereka akan dipaksa untuk mengeluarkannya.
Utsman bin Affan berkata, "Sesungguhnya Allah akan mencabut melaIui penguasa terhadap sesuatu yang tidak bisa dicabut dengan Al Qur'an."
5. Sedekah Sunah
Di dalam menegaskan masalah takaful (saling menanggung), Islam tidak hanya membatasi pada undang-undang yang bersifat wajib, tetapi juga mendidik seorang Muslim untuk berkurban, meskipun tidak diminta dan untuk berinfaq meskipun tidak diwajibkan kepadanya, dan bahwa harta dan dunia bagi mereka adalah kecil. Islam juga memperingatkan pemiliknya dari sifat pelit dan kikir, sebaliknya mendorong untuk berinfaq, baik dalam keadaan suka maupun duka, di waktu lapang ataupun sempit, rahasia maupun terang-terangan. Islam menjanjikan ganti berupa karunia Allah di dunia dan pahala di akhirat kelak. Allah berfirman:
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia..." ( QS Al Baqarah : 268)
"Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." ( QS Saba' : 39)
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS Al Baqarah: 274)
Apabila zakat belum mencukupi -begitu pula pemasukan-pemasukan yang lainnya- untuk menanggung kehidupan orang-orang fakir, maka wajib bagi orang-orang kaya di masyarakat untuk mencukupi mereka. Karena bukanlah seorang mukmin itu orang yang semalaman perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.
Bukan pula seorang mukmin itu orang yang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya. Oleh sebab itu jika mereka mampu mengamalkan ini semua karena kesadaran mereka dan karena dorongan iman dan taqwa, maka itu lebih baik dan lebih kekal. Sebagaimana Nabi SAW menceritakan kepada kita tentang kaum "Asy'ariyyiin."
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya kaum "Asy'ariyyiin" itu apabila hendak berangkat berperang, atau karena perbekalan keluarga mereka habis di kota Madinah, mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka di dalam satu baju, kemudian membagi-bagi di antara mereka dalam satu tempat secara sama rata, mereka adalah bagian dariku dan aku bagian dari mereka" (HR. Bukhari Muslim)
Apabila masyarakat tidak bisa berbuat sesuatu dari kesadaran mereka untuk memperhatikan orang-orang fakir, maka imam (pemimpin)lah yang mewajibkan kepada para aghniya' untuk mencukupi mereka. Sungguh telah diriwayatkan dari Nabi SAW, "Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak (kewajiban) selain zakat." Ini juga dikuatkan oleh Al Qur'an sebagai berikut:
"Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menurunkan zakat." ( QS Al Baqarah : 177)
Ayat tersebut memisahkan antara memberikan harta kepada yang membutuhkannya -yaitu sanak kerabat, anak-anak yatim dan seterusnya- dengan menunaikan zakat, ini menunjukkan bahwa keduanya merupakan hak (kewajiban) dalam harta.
Akan tetapi zakat itu merupakan hak yang bersifat rutin, tetap dan terbatas (ditentukan). Adapun kewajiban-kewajiban lainnya lebih bersifat sewaktu-waktu diperlukan, dan tidak ada batas tertentu dan tidak pula waktu tertentu.
Apabila tidak menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut secara rela, maka mereka akan dipaksa untuk mengeluarkannya.
Utsman bin Affan berkata, "Sesungguhnya Allah akan mencabut melaIui penguasa terhadap sesuatu yang tidak bisa dicabut dengan Al Qur'an."
5. Sedekah Sunah
Di dalam menegaskan masalah takaful (saling menanggung), Islam tidak hanya membatasi pada undang-undang yang bersifat wajib, tetapi juga mendidik seorang Muslim untuk berkurban, meskipun tidak diminta dan untuk berinfaq meskipun tidak diwajibkan kepadanya, dan bahwa harta dan dunia bagi mereka adalah kecil. Islam juga memperingatkan pemiliknya dari sifat pelit dan kikir, sebaliknya mendorong untuk berinfaq, baik dalam keadaan suka maupun duka, di waktu lapang ataupun sempit, rahasia maupun terang-terangan. Islam menjanjikan ganti berupa karunia Allah di dunia dan pahala di akhirat kelak. Allah berfirman:
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia..." ( QS Al Baqarah : 268)
"Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." ( QS Saba' : 39)
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS Al Baqarah: 274)
(mhy)