Pemaaf, Salah Satu Sifat Mulia Nabi Muhammad SAW yang Jadi Cermin Akhlak Muslim
Minggu, 16 Juli 2023 - 10:55 WIB
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemaaf dan berlapang dada. Pemaaf ini juga merupakan salah satu sifat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
Allahta’alaberfirman:
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”(QS. Ali Imran: 134).
Sehingga di antara akhlak yang mulia adalah seseorang memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya.
Dalam kitab Makarimul Akhlak, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa di antara bentuk bermuamalah dengan akhlak mulia kepada orang lain adalah jika anda dizalimi atau diperlakukan dengan buruk oleh seseorang, maka anda memaafkannya. Karena Allahta’alatelah memuji orang-orang yang suka memaafkan orang lain”
Allahta’alajuga berfirman:
“Dan jika kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa”(QS. al-Baqarah: 237).
Dan membalas kezaliman dengan pemaafan itu merupakan bentuk membalas dengan kebaikan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”(QS. Fushilat: 34).
Orang yang memaafkan juga dianggap melakukan sedekah. Dari Ubadah bin Shamitradhiallahu ‘anhu, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Tidaklah seseorang yang badannya dilukai oleh orang lain, kemudian ia bersedekah dengan memaafkannya (tidak menuntut diyat), kecuali Allah akan hapuskan dosanya sebanding dengan pemaafan yang yang ia sedekahkan”(HR. Ahmad).
Oleh karena itu, sifat suka memaafkan adalah sifat yang seharusnya menjadi tabiat seseorang dan sifat yang seharusnya dipaksakan oleh seseorang kepada dirinya ketika ia dizalimi.
Para ulama mengatakan bahwa memaafkan itu hukumnya tidak wajib. Seorang yang dizalimi boleh saja tidak memaafkan orang menzaliminya.
Allahta’alaberfirman:
“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”(QS. asy-Syura: 39-40).
Ibnu Katsirrahimahullahdalam Tafsirnya menjelaskan, disyariatkan untuk berbuat adil, yaituqishash. Dan disunnahkan berbuatfadhl(utama) yaitu memaafkan.”
Allahta’alaberfirman:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”(QS. Ali Imran: 134).
Sehingga di antara akhlak yang mulia adalah seseorang memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya.
Dalam kitab Makarimul Akhlak, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa di antara bentuk bermuamalah dengan akhlak mulia kepada orang lain adalah jika anda dizalimi atau diperlakukan dengan buruk oleh seseorang, maka anda memaafkannya. Karena Allahta’alatelah memuji orang-orang yang suka memaafkan orang lain”
Allahta’alajuga berfirman:
وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Dan jika kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa”(QS. al-Baqarah: 237).
Dan membalas kezaliman dengan pemaafan itu merupakan bentuk membalas dengan kebaikan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”(QS. Fushilat: 34).
Orang yang memaafkan juga dianggap melakukan sedekah. Dari Ubadah bin Shamitradhiallahu ‘anhu, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Tidaklah seseorang yang badannya dilukai oleh orang lain, kemudian ia bersedekah dengan memaafkannya (tidak menuntut diyat), kecuali Allah akan hapuskan dosanya sebanding dengan pemaafan yang yang ia sedekahkan”(HR. Ahmad).
Oleh karena itu, sifat suka memaafkan adalah sifat yang seharusnya menjadi tabiat seseorang dan sifat yang seharusnya dipaksakan oleh seseorang kepada dirinya ketika ia dizalimi.
Para ulama mengatakan bahwa memaafkan itu hukumnya tidak wajib. Seorang yang dizalimi boleh saja tidak memaafkan orang menzaliminya.
Allahta’alaberfirman:
وَٱلَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ . وَجَزَاء سَيّئَةٍ سَيّئَةٌ مّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ
“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”(QS. asy-Syura: 39-40).
Ibnu Katsirrahimahullahdalam Tafsirnya menjelaskan, disyariatkan untuk berbuat adil, yaituqishash. Dan disunnahkan berbuatfadhl(utama) yaitu memaafkan.”