Makna Kafir dalam Perspektif Islam Ada 4 Tingkatan, Yuk Simak Penjelasannya!
Selasa, 19 September 2023 - 23:32 WIB
2. Kafir karena juhud (menolak), yaitu seperti kekafiran Iblis. Mengimani Allah di hatinya tapi tidak mengikrarkan di lisannya.
3. Kafir karena 'inad (membangkang), yaitu pengakuan di hati dan di lisan namun tidak beragama dengannya, karena dengki dan melawan, seperti Abu Jahal dan semisalnya.
4. Kekafiran karena Nifaaq (munafiq), yaitu mengikrarkan di lisannya namun tidak meyakini di hatinya. (An-Nihaayah, 4/340; Taajul 'Aruus, 14/51; Tahdzibul Lughah, 3/363; Kitaabul Kulliyaat Hal 1221, Lisanul 'Arab, 5/144)
Hukum Menyebut Kafir
Menyebut kafir atas sebuah perbuatan atau perkataan secara global (mujmal) adalah dibolehkan, seperti: "Siapa yang melakukan/mengatakan A maka kafir". Tapi menyebut secara khusus (mu'ayyan) "Si Fulan melakukan/mengatakan A", apakah langsung si Fulan dikatakan kafir?
Maka ini butuh kajian khusus atas Si Fulan dari para ahli ilmu. Sebab bisa jadi ada mawani' (penghalang) dia jatuh pada kekafiran seperti mungkin keseleo lidah, dipaksa, atau sama sekali tidak paham.
Semua penjelasan para imam di atas, tentu diambil dari sumber utama, yaitu Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma'. Sehingga tidak relevan komentar sebagian orang: "Hanya Tuhan yang berhak mengkafirkan."
Tempatkanlah penjelasan ulama sebagai pedoman agar kita tidak terperosok di dalam kekafiran atau sembarang mengkafirkan tanpa alasan. Wallahu Waliyut Taufiq.
Demikian penjelasan Ustaz Farid Nu'man terkait makna kafir dalam sudut pandang Islam. Semoga bermanfaat.
Wallahu A'lam
3. Kafir karena 'inad (membangkang), yaitu pengakuan di hati dan di lisan namun tidak beragama dengannya, karena dengki dan melawan, seperti Abu Jahal dan semisalnya.
4. Kekafiran karena Nifaaq (munafiq), yaitu mengikrarkan di lisannya namun tidak meyakini di hatinya. (An-Nihaayah, 4/340; Taajul 'Aruus, 14/51; Tahdzibul Lughah, 3/363; Kitaabul Kulliyaat Hal 1221, Lisanul 'Arab, 5/144)
Hukum Menyebut Kafir
Menyebut kafir atas sebuah perbuatan atau perkataan secara global (mujmal) adalah dibolehkan, seperti: "Siapa yang melakukan/mengatakan A maka kafir". Tapi menyebut secara khusus (mu'ayyan) "Si Fulan melakukan/mengatakan A", apakah langsung si Fulan dikatakan kafir?
Maka ini butuh kajian khusus atas Si Fulan dari para ahli ilmu. Sebab bisa jadi ada mawani' (penghalang) dia jatuh pada kekafiran seperti mungkin keseleo lidah, dipaksa, atau sama sekali tidak paham.
Semua penjelasan para imam di atas, tentu diambil dari sumber utama, yaitu Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma'. Sehingga tidak relevan komentar sebagian orang: "Hanya Tuhan yang berhak mengkafirkan."
Tempatkanlah penjelasan ulama sebagai pedoman agar kita tidak terperosok di dalam kekafiran atau sembarang mengkafirkan tanpa alasan. Wallahu Waliyut Taufiq.
Demikian penjelasan Ustaz Farid Nu'man terkait makna kafir dalam sudut pandang Islam. Semoga bermanfaat.
Wallahu A'lam
(rhs)