Apa yang Dilakukan Setelah Talak? Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi
Senin, 02 Oktober 2023 - 05:15 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan perceraian tidak harus memutuskan hubungan suami isteri sama sekali, yang kemudian tidak ada jalan menuju perbaikan. Karena talak seperti dijelaskan dalam Al Qur'an memberikan bagi setiap orang yang bercerai untuk mengevaluasi dan mempelajari kembali.
"Oleh karena itu talak terjadi satu kali, satu kali. Apabila kedua kalinya tidak juga bermanfaat maka terjadilah talak ketiga yang memutuskan hubungan selamanya, sehingga tidak halal baginya setelah itu," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, mengumpulkan tiga talak dalam satu ucapan itu bertentangan dengan syariat Al Qur'an. Inilah yang dijelaskan dan diambil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim dan yang dipakai Mahkamah Syar'iyah di negara-negara Arab.
Perceraian tidak mengharamkan bagi wanita untuk memperoleh nafkah selama masa iddah, dan tidak boleh bagi suami mengeluarkan isterinya dari rumah. Bahkan wajib atas suami untuk membiarkan sang istri tinggal di rumahnya dekat dengan dia, barangkali dengan begitu kerukunan akan kembali dan hati menjadi jernih.
Allah SWT berfirman: "Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru." (QS At-Thalaq: 1)
Perceraian tidak memperbolehkan bagi seseorang untuk memakan mahar (maskawin) yang telah diberikan kepada isterinya atau meminta kembali mahar atau segala sesuatu yang telah diberikan kepada isterinya sebelum perceraian.
Allah SWT berfirman: "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah." (QS Al Baqarah: 229)
Begitu pula isteri yang ditalak itu berhak memperoleh mut'ah sebagaimana ditetapkan oleh kebiasaan.
Allah SWT berfirman: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kuwajiban bagi orang-orang yang bertakwa" (QS Al Baqarah: 241)
Selain itu tidak halal bagi suami (yang menalak) bersikap keras terhadap isterinya atau menyebarkan keburukannya atau menyakiti dirinya dan keluarganya.
Allah SWT berfirman: "Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (QS Al Baqarah: 229)
"Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu." (QS Al Baqarah: 237)
Inilah talak yang disyari'atkan oleh Islam. Sungguh itu merupakan terapi yang diperlukan pada saat dan alasan yang tepat, dengan tujuan dan cara yang benar.
Al-Qardhawi menjelaskan Agama Masehi Katolik mengharamkan talak secara mutlak kecuali dengan alasan zina menurut Katolik Ortodox, sehingga mayoritas kaum Masehi Kristen keluar dari hukum yang mereka yakini yaitu haramnya talak.
Itulah yang membuat sebagian besar negara-negara Kristen memberlakukan hukum buatan mereka sendiri yang memperbolehkan cerai tanpa memakai persyaratan-persyaratan sebagaimana hukum Islam dengan segala ketentuan-ketentuan serta adab-adabnya.
"Maka tidak heran jika mereka itu bisa bercerai dengan sebab-sebab yang sepele (ringan) dan akhirnya kehidupan rumah tangga mereka terancam berantakan dan hancur," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
"Oleh karena itu talak terjadi satu kali, satu kali. Apabila kedua kalinya tidak juga bermanfaat maka terjadilah talak ketiga yang memutuskan hubungan selamanya, sehingga tidak halal baginya setelah itu," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, mengumpulkan tiga talak dalam satu ucapan itu bertentangan dengan syariat Al Qur'an. Inilah yang dijelaskan dan diambil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim dan yang dipakai Mahkamah Syar'iyah di negara-negara Arab.
Perceraian tidak mengharamkan bagi wanita untuk memperoleh nafkah selama masa iddah, dan tidak boleh bagi suami mengeluarkan isterinya dari rumah. Bahkan wajib atas suami untuk membiarkan sang istri tinggal di rumahnya dekat dengan dia, barangkali dengan begitu kerukunan akan kembali dan hati menjadi jernih.
Allah SWT berfirman: "Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru." (QS At-Thalaq: 1)
Perceraian tidak memperbolehkan bagi seseorang untuk memakan mahar (maskawin) yang telah diberikan kepada isterinya atau meminta kembali mahar atau segala sesuatu yang telah diberikan kepada isterinya sebelum perceraian.
Allah SWT berfirman: "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah." (QS Al Baqarah: 229)
Begitu pula isteri yang ditalak itu berhak memperoleh mut'ah sebagaimana ditetapkan oleh kebiasaan.
Allah SWT berfirman: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kuwajiban bagi orang-orang yang bertakwa" (QS Al Baqarah: 241)
Selain itu tidak halal bagi suami (yang menalak) bersikap keras terhadap isterinya atau menyebarkan keburukannya atau menyakiti dirinya dan keluarganya.
Allah SWT berfirman: "Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (QS Al Baqarah: 229)
"Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu." (QS Al Baqarah: 237)
Inilah talak yang disyari'atkan oleh Islam. Sungguh itu merupakan terapi yang diperlukan pada saat dan alasan yang tepat, dengan tujuan dan cara yang benar.
Al-Qardhawi menjelaskan Agama Masehi Katolik mengharamkan talak secara mutlak kecuali dengan alasan zina menurut Katolik Ortodox, sehingga mayoritas kaum Masehi Kristen keluar dari hukum yang mereka yakini yaitu haramnya talak.
Itulah yang membuat sebagian besar negara-negara Kristen memberlakukan hukum buatan mereka sendiri yang memperbolehkan cerai tanpa memakai persyaratan-persyaratan sebagaimana hukum Islam dengan segala ketentuan-ketentuan serta adab-adabnya.
"Maka tidak heran jika mereka itu bisa bercerai dengan sebab-sebab yang sepele (ringan) dan akhirnya kehidupan rumah tangga mereka terancam berantakan dan hancur," demikian Syaikh Yusuf al-Qardhawi.
Baca Juga
(mhy)