Idul Adha, Kurban, dan Keteladanan Nabi Ibrahim AS (2)

Rabu, 05 Agustus 2020 - 08:10 WIB
Ilustrasi/Ist
Imam Shamsi Ali

Nusantara Foundation/Jamaica Muslim Center

BEGITU luas makna keteladanan Nabi Ibrahim Alaihis Salam (AS) dalam kehidupan kita, baik secara individu maupun kolektif. Ibrahim memang menjadi sosok yang diteladani bahkan diakui oleh tiga kelompok agama. Yahudi mengakuinya sebagai Yahudi. Kristen sebagai Kristen. Lalu Al-Quran kemudian datang menolak pengakuan itu.



Firman Allah: “Ibrahim bukankah Yahudi dan tidak pula Kristen. Tapi dia adalah seorang Muslim yang hanif. Dan dia juga bukan seorang yang musyrik”.



Penolakan asosiasi Ibrahim AS dengan Yahudi dan Nasrani ini, apalagi dengan musyrik , karena dalam pandangan Islam relasi kita dengan beliau, dan semua rasul dan nabi termasuk Muhammad SAW , bukan relasi ras, etnis atau hubungan darah. Tapi hubungan hati, akidah dan iman .

Ibrahim AS dan generasi masa depan

Berhubung karena masih dalam suasana hari kurban , saya ingin membahas secara singkat dan sederhana satu aspek ketauladanan Ibrahim AS yang saya yakin sangat mendesak untuk kita teladani. Yaitu keteldanan beliau dalam menyiapkan generasi masa depan yang tangguh.

Mungkin tidak salah saya katakan bahwa beliaulah yang meletakkan dasar bagi terutusnya penutup pada rasul dan nabi, Muhammad SAW. Sekaligus beliaulah yang meletakkan fondasi bagi kebangkitan “Khaer Ummah” yang menjadi representasi para nabi dan rasul dalam mengemban amanah risalah samawi ini.

Dalam proses membentuk generasi masa depan, ada tujuh hal yang perlu kita teladani dari Ibrahim AS.

Pertama, bahwa Ibrahim AS membangun kesadaran penuh tentang tanggung jawab dakwah. Bahwa dakwah adalah tanggung jawab keumatan hingga akhir hidup dunia. Dan Karenanya untuk kesinambungannya diperlukan regenerasi dari orang tua ke anak ke cucu dan seterusnya.

Sadar tanggung jawab inilah yang menjadikan Ibrahim resah dan gelisah ketika itu karena umur beliau yang semakin rentah tapi juga tak kunjung dikaruniai anak oleh Allah SWT. Kegelisahan ini menyebabkan isterinya Sarah terpanggil mendorong Ibrahim untuk menikahi Hajar AS menjadi isteri keduanya.

Dan dari isteri kedua inilah terlahir anak pertama, seorang anak yang lama ditunggu kehadirannya oleh sang ayah. Sang anak yang pastinya menjadi idaman hati dan sekaligus pelipur kegelisahan akan terputusnya misi kerisalahan yang menjadi misi Utama kehidupan Ibrahim AS.

Pelajaran terpenting dari sisi ketauladanan ini adalah Urgensi membangun kesadaran bahwa masa depan generasi ini akan menentukan wajah masa depan Umat.

Masalahnya adalah sadarkah kita? Khususnya Komunitas di dunia Barat, termasuk Amerika, apakah kesadaran tentang masa depan generasi menjadi prioritàs? Atau sebaliknya Komunitas Muslim di negara ini hanyut dalam buaian impian Amerika (American Dreams) yang tak kunjung tiba?

Mari kembali bangun kesadaran itu. Ingat keselamatan kita akan juga ditentukan oleh sadar atau tidaknya kita dalam upaya menyelamatkan generasi kita. Kelalaian kita dalam melakukan yang terbaik bagi penyelamatan generasi sesungguhnya juga kelalaian untuk menyelamatkan diri sendiri.

Kedua, bahwa Ibrahim AS dalam upaya membangun generasi dilakukan “dengan” dan “untuk” Allah SWT. Beliau meyakini bahwa anak dan generasinya adalah karunia Allah dan untuk tujuan pengabdian kepadaNya.

Di sinilah Ibrahim kemudian menyadari bahwa anaknya bukan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk gagah-gagahan. Tapi memang karunia Allah untuk tujuan yang lebih mulia. Yaitu pengabdian dan li izzatil Islam.

Itulah yang menjadikan Ibrahim begitu mudah dan siap menerima perintah Allah untuk membawa anak dan isterinya ke sebuah lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan (biwaadin ghaeri zar’in). Sebuah perintah yang kira-kira dalam pandangan manusia satu bentuk suicidal (bunuh diri).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:  Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta bersungguh-sungguh menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya.  Maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.

(HR. Ahmad 1:191)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More