Begini Hebatnya Orang-Orang Palestina yang Hidup di Pengungsian
Senin, 23 Oktober 2023 - 10:59 WIB
Kini, sudah 75 tahun rakyat Palestina hidup di pengungsian. Israel melarang mereka kembali ke kampung halaman mereka sendiri. Hebatnya, di pengungsian inilah orang-orang Palestina menyusun strategi perlawanan dan mendidik serta membesarkan anak-anak mereka.
PBB telah mengeluarkan resolusi No. 194 yang meminta entitas Zionis Israel mengembalikan para pengungsi Palestina. "Sejak tahun 1949, resolusi ini telah mendapatkan penegasan lebih 110 kali dalam sidang-sidang PBB, bahkan menyerupai suara ijma’ dari masyarakat internasional," tulis Dr Muhsin Muhammad Shaleh dalam bukunya yang berjudul "Ardhu Filistin wa Sya’buha" dan diterjemahkan Warsito, Lc menjadi "Tanah Palestina dan Rakyatnya".
Hanya saja, Zionis Israel kelewat sakti. Negeri itu menolak melaksanakan resolusi tersebut, karena Amerika Serikat dan negara-negara adi daya lainnya tidak memiliki kesungguhan yang cukup untuk memaksa entitas Zionis Israel melaksanakan resolusi tersebut.
Orang Palestina benar-benar mengalami penderitaan yang sangat berat akibat pengusiran dari tanah mereka. Entitas sosial dan politik mereka telah tercabik-cabik. Mereka telah kehilangan sumber rezeki dari tanah-tanah di mana mereka dulu bercocok tanam atau kehilangan pekerjaan yang dulu dilakukan di sana. Mereka telah kehilangan rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggalnya atau kehilangan harta benda yang dulu mereka miliki.
Tiba-tiba saja mereka dapati dirinya dalam kamp-kamp pengusian. Mereka tinggal di tenda-tenda, goa-goa ataupun di area terbuka. Mereka tak menemukan apa yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang sangat minimal sekalipun, baik makanan, pengobatan, pendidikan ataupun pekerjaan yang mulia.
Mereka pun tak mendapatkan suplai bantuan air. Kamp-kamp pengungsi itu ada di Lebanon, Yordania ataupun Syria bahkan di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kondisinya sangat menyedihkan yang telah mereka lalui lebih 75 tahun lamanya.
Bantuan Kemanusiaan
Sebenarnya PBB telah mendirikan Badan Batuan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada tahun 1950, untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi.
Lembaga ini telah, dan masih, memberikan bantuan sisi kebutuhan para pengungsi berupa penyediaan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan makanan dan sekolah-sekolah untuk pendidikan, juga sebagian bantuan kesehatan.
Jumlah pengungsi Palestina yang terdaftar dalam lembaga ini secara resmi tahun 1999 sekitar 3,6 juta pengungsi. Meskipun para pengungsi Palestina dapat mengambil manfaat dari bantuan lembaga ini, namun mereka berinteraksi dengan hati-hati dan menolak keras upaya apapun untuk menjadikan mereka warga di tempat-tempat di mana mereka saat ini menjadi pengungsi.
Mereka tidak rela kalau semua itu dikompensasikan dengan keinginan mereka untuk kembali ke tanah air mereka di Palestina.
UNRWA telah mengalami banyak kesulitan cukup lama dalam pendanaan dan mengalami kelemahan secara berkesinambungan dalam anggarannya hingga mengakibatkan menurunnya bantuan yang diberikan sangat besar.
Memiliki Keistimewaan
Muhsin Muhammad Shaleh menyebut orang-orang Palestina adalah bangsa yang memiliki keistimewaan sebagai bangsa yang giat dan mampu mengambil inisiatif.
Para pengungsi mulai berinteraksi dengan kondisi kehidupan mereka yang sulit. Maka jadilah kamp-kamp pengungsi sebagai pusat aktivitas nasional, pusat mobilisasi politik dan kekuatan moral (spirit).
Anak-anak mereka telah menjadi roh utama gerakan-gerakan perlawanan dan pembebasan Palestina. Orang-orang Palestina mulai menaruh perhatian dan peduli dengan pendidikan. "Banyak dari mereka yang belajar di malam hari di bawah sinar rembulan atau lampu minyak," ujarnya.
Muhsin Muhammad Shaleh mengatakan setelah bertahun-tahun mereka lalui dengan kesabaran dan perjuangan maka tingkat persentase kaum terdidik Palestina paling baik di seluruh dunia Arab bahkan lebih baik dari seluruh dunia.
Mulailah para pengungsi Palestina membangun kamp-kamp mereka dengan tanah dan bata di tempat yang sama, hanya saja para rezim – khususnya pemerintah Lebanon – secara resmi melarang pembuatan atap rumah mereka yang sederhana itu dengan semen, mereka pun akhirnya cukup dengan menggunakan lembaran Zinako.
Sampai saat ini kamp-kamp pengungsi ini telah kehilangan sistem tata kehidupan yang semestinya, telah kehilangan pelayanan jaringan air dan bantuan pelayanan kesehatan.
Adalah wajar – dalam kondisi di mana rezim-rezim melarang perluasan kamp-kamp dan penambahan – jika banyak para pengungsi terpaksa mencari kerja dan tinggal di luar kamp-kamp pengungsi atau hijrah pergi ke kota-kota negara teluk Arab, Eropa maupun ke Amerika di mana banyak kesempatan kerja.
PBB telah mengeluarkan resolusi No. 194 yang meminta entitas Zionis Israel mengembalikan para pengungsi Palestina. "Sejak tahun 1949, resolusi ini telah mendapatkan penegasan lebih 110 kali dalam sidang-sidang PBB, bahkan menyerupai suara ijma’ dari masyarakat internasional," tulis Dr Muhsin Muhammad Shaleh dalam bukunya yang berjudul "Ardhu Filistin wa Sya’buha" dan diterjemahkan Warsito, Lc menjadi "Tanah Palestina dan Rakyatnya".
Hanya saja, Zionis Israel kelewat sakti. Negeri itu menolak melaksanakan resolusi tersebut, karena Amerika Serikat dan negara-negara adi daya lainnya tidak memiliki kesungguhan yang cukup untuk memaksa entitas Zionis Israel melaksanakan resolusi tersebut.
Orang Palestina benar-benar mengalami penderitaan yang sangat berat akibat pengusiran dari tanah mereka. Entitas sosial dan politik mereka telah tercabik-cabik. Mereka telah kehilangan sumber rezeki dari tanah-tanah di mana mereka dulu bercocok tanam atau kehilangan pekerjaan yang dulu dilakukan di sana. Mereka telah kehilangan rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggalnya atau kehilangan harta benda yang dulu mereka miliki.
Tiba-tiba saja mereka dapati dirinya dalam kamp-kamp pengusian. Mereka tinggal di tenda-tenda, goa-goa ataupun di area terbuka. Mereka tak menemukan apa yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang sangat minimal sekalipun, baik makanan, pengobatan, pendidikan ataupun pekerjaan yang mulia.
Mereka pun tak mendapatkan suplai bantuan air. Kamp-kamp pengungsi itu ada di Lebanon, Yordania ataupun Syria bahkan di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kondisinya sangat menyedihkan yang telah mereka lalui lebih 75 tahun lamanya.
Bantuan Kemanusiaan
Sebenarnya PBB telah mendirikan Badan Batuan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada tahun 1950, untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi.
Lembaga ini telah, dan masih, memberikan bantuan sisi kebutuhan para pengungsi berupa penyediaan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan makanan dan sekolah-sekolah untuk pendidikan, juga sebagian bantuan kesehatan.
Jumlah pengungsi Palestina yang terdaftar dalam lembaga ini secara resmi tahun 1999 sekitar 3,6 juta pengungsi. Meskipun para pengungsi Palestina dapat mengambil manfaat dari bantuan lembaga ini, namun mereka berinteraksi dengan hati-hati dan menolak keras upaya apapun untuk menjadikan mereka warga di tempat-tempat di mana mereka saat ini menjadi pengungsi.
Mereka tidak rela kalau semua itu dikompensasikan dengan keinginan mereka untuk kembali ke tanah air mereka di Palestina.
UNRWA telah mengalami banyak kesulitan cukup lama dalam pendanaan dan mengalami kelemahan secara berkesinambungan dalam anggarannya hingga mengakibatkan menurunnya bantuan yang diberikan sangat besar.
Memiliki Keistimewaan
Muhsin Muhammad Shaleh menyebut orang-orang Palestina adalah bangsa yang memiliki keistimewaan sebagai bangsa yang giat dan mampu mengambil inisiatif.
Para pengungsi mulai berinteraksi dengan kondisi kehidupan mereka yang sulit. Maka jadilah kamp-kamp pengungsi sebagai pusat aktivitas nasional, pusat mobilisasi politik dan kekuatan moral (spirit).
Anak-anak mereka telah menjadi roh utama gerakan-gerakan perlawanan dan pembebasan Palestina. Orang-orang Palestina mulai menaruh perhatian dan peduli dengan pendidikan. "Banyak dari mereka yang belajar di malam hari di bawah sinar rembulan atau lampu minyak," ujarnya.
Muhsin Muhammad Shaleh mengatakan setelah bertahun-tahun mereka lalui dengan kesabaran dan perjuangan maka tingkat persentase kaum terdidik Palestina paling baik di seluruh dunia Arab bahkan lebih baik dari seluruh dunia.
Mulailah para pengungsi Palestina membangun kamp-kamp mereka dengan tanah dan bata di tempat yang sama, hanya saja para rezim – khususnya pemerintah Lebanon – secara resmi melarang pembuatan atap rumah mereka yang sederhana itu dengan semen, mereka pun akhirnya cukup dengan menggunakan lembaran Zinako.
Sampai saat ini kamp-kamp pengungsi ini telah kehilangan sistem tata kehidupan yang semestinya, telah kehilangan pelayanan jaringan air dan bantuan pelayanan kesehatan.
Adalah wajar – dalam kondisi di mana rezim-rezim melarang perluasan kamp-kamp dan penambahan – jika banyak para pengungsi terpaksa mencari kerja dan tinggal di luar kamp-kamp pengungsi atau hijrah pergi ke kota-kota negara teluk Arab, Eropa maupun ke Amerika di mana banyak kesempatan kerja.
(mhy)