Imam Al-Ghazali, Sang Pemintal Dirinya Sendiri

Rabu, 05 Agustus 2020 - 15:03 WIB
Dalam sebuah terjemahan Misykatul Anwar yang digarap di Inggris oleh Direktur School of Oriental Studies, Kairo, Mr. W.H.T. Gairdner mengungkapkan kesulitan memahami al-Ghazali pada materi tentang inti pengalaman berkaitan dengan kepercayaan dan ketidakpercayaan, dan banyak lagi:



"Semua itu adalah misteri-misteri dan rahasia-rahasia yang tak terkomunikasikan dari pengungkapan, di mana penulis kita (al-Ghazali) menghindari (kesudahan) pada saat yang pasti manakala kita mengharap kesimpulannya. Itulah seni yang amat tinggi -- lebih dari sekadar menggiurkan. Siapakah orang-orang yang 'Ahli', kepada siapa ia telah mengkomunikasikan getaran-getaran rahasia itu? Apakah hal-hal yang dikomunikasikan itu pernah ditulis untuk atau oleh calon-calon anggota saudaranya?"

Al-Ghazali menyebut rahasia-rahasia yang dialami, tetapi tak dapat ditulisnya. Ia tak tergiur untuk mencobanya.

Di sana benar-benar ada empat bagian dari karya al-Ghazali. Pertama, adalah materi filsafati yang ia tempatkan sebagai penolakan terhadap intelektual-intelektual dan teolog-teolog Muslim, dengan tujuan menjaga bersama bingkai teoritik agama. Kemudian lahir ajaran-ajaran metafisiknya seperti yang terdapat dalam karya-karyanya, Misykat dan al-Kimayya'.



Setelah itu ada makna-makna yang disimpan dalam bentuk simbol di dalam berbagai karya tulisnya. Terakhir, ada ajaran yang dijabarkan dari sebuah pemahaman tentang dua hal terakhir, yang sebagian disebarkan secara lisan, dan sebagian lagi mudah dicapai oleh mereka yang mengikuti karya dan pengalaman mistiknya secara benar.

Pemintal

Seperti halnya para sufi klasik, al-Ghazali menulis dan menggunakan lambang dan simbol puisi. Nama julukan yang dipilihnya sendiri yang umum ia gunakan adalah "al-Ghazali". Terutama alat ini, "Pemintal".



Julukan ini menunjuk pada "seorang pemintal", yang mengerjakan bahan-bahan seperti wool -- kata kode untuk sufi -- dan mengandung arti "kebutuhan pemintalan" atau "kerja pemintal bahan-bahan" dan "memintal dirinya sendiri".

Juga untuk mengasosiasikan profesi yang berhubungan dengan Fathimah (yang maksudnya "Pencelup"), putri Nabi Muhammad SAW . Darinya seluruh keturunan Nabi Muhammad SAW menggambarkan silsilah mereka. Mereka dipercayai mewarisi pengajaran batin Islam, untuk menunjuk ke mana pengajaran batin Islam itu berhubungan dengan semua tradisi metafisik yang asli.

Perhatian penuh terhadap nama-nama puitik yang dipilih itu telah ditunjukkan oleh banyak asosiasi lain tentang kerja.



Al-Ghazali juga melambangkan gazelle (istilah genetik untuk jenis-jenis antelope, tipe rusa bertanduk yang larinya cepat, seperti kijang, yang merupakan kata homonim dari "pecinta"). Tiga akar huruf GH-Z-L, dari mana kata GHaZaL diturunkan, yang itu juga berasal dari istilah teknis bahasa Arab standar dan Persia untuk menyatakan sebuah puisi cinta, sebuah tanda cinta kasih.

Asal kata lain yang berakar dari kata itu juga meliputi pengertian sebuah jaring laba-laba (sesuatu yang teranyam) yang merupakan suatu keadaan yang direncanakan menjadi penghubung aksi menuju iman.

Aksinya adalah penganyaman sebuah jaringan yang meliputi mulut gua, tempat Nabi Muhammad dan sahabatnya Abu Bakar bersembunyi dari musuh-musuh mereka dalam suatu kesempatan (sebelum hijrah ke Madinah).

bagian 1 , bagian 2 , dan bagian 3

Seorang Sufi tahu tradisi-tradisi itu. Karenanya menafsir nama al-Ghazali sesuai dengan prinsip yang telah menjadi pilihannya. Lalu, baginya, itu berarti bahwa al-Ghazali mengikuti jalan Cinta, jalan Kesufian ("benang wool"), yang artinya pekerjaan "memintal kesufian".

Al-Ghazali telah meninggalkan catatan-catatan kunci untuk diambil oleh para penggantinya, meliputi isyarat tentang keterjagaan sebuah doktrin batin (Fathimah, Pencelup) dalam konteks keagamaan yang ia alami.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More