Imam Al-Ghazali, Sang Pemintal Dirinya Sendiri

Rabu, 05 Agustus 2020 - 15:03 WIB
Imam Al-Ghazali. Foto/Ilustrasi/Ist
SEPERTI guru-guru zuhud lainnya, Imam al-Ghazali mempertahankan bahwa sufisme adalah pengajaran batin semua agama, dan ia telah menggunakan banyak kutipan dari Bibel dan Apocrypha untuk menetapkan pendiriannya. ( )

Ia telah menulis sebuah kritik awal tentang pemutarbalikan dalam idea-idea Kristen , "Al-Qaul al-Jamil fir-Radd 'ala Man Ghayyaral Injil" (Pendapat Baik untuk Memberi Bantahan terhadap Orang yang Mengubah Injil). Sebagai konsekuensinya, tentu ia setuju berada di bawah pengaruh Kristen.

Kenyataannya, setidak-tidaknya ia memang demikian, yang bahkan BBC (British Broadcasting Corporation) ketika pada kesempatan tertentu menggunakan cerita-cerita sufi untuk program agamanya di pagi hari, mungkin saja mengambilnya dari sumber-sumber sekunder, dan menggunakannya dalam makna esoterik mereka bila sesuai dengan nilai-nilai Kristen. ( )

)

Al-Ghazali telah dituduh mengkhotbahkan sesuatu dan di belakang layar mengajarkan sesuatu yang lain. Idries Shah dalam The Sufis yang diterjemahkan M. Hidayatullah dan Roudlon, S.Ag. menjadi Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi mengatakan, itu adalah kebenaran yang tak diragukan, jika diterima bahwa ia telah menganggap sufisme aktif sebagai sebuah tanggung jawab khusus yang hanya cocok untuk sejumlah orang tertentu yang memiliki kemampuan untuk menerima "Kepandaian".



Aspek-aspek doktrinal dan eksternal Islam yang ia umumkan dengan ortodoksi yang benar-benar sempurna, telah diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat mengikuti batin "Jalan Sufi".



Insan Kamil (manusia sempurna) itu, karena hidupnya dalam waktu yang bersamaan berdimensi beda, harus mengikuti lebih dari satu perangkat doktrin. Seseorang yang berenang menyeberangi sebuah danau akan melakukan gerakan-gerakan, dan bereaksi terhadap apa yang ia lihat, yang berbeda dengan seseorang yang menuruni sebuah bukit, misalnya, ia manusia yang sama; dan ia mengerahkan seluruh kemampuan renangnya ketika menyeberang.



Dengan keberanian luar biasa ia benar-benar mengemukakan hal itu dalam bukunya, Mizanul Amal (Timbangan Amal).

Insan Kamil memiliki tiga bingkai kepercayaan:

1. Pada lingkungannya.

2. Pada yang ia berikan kepada murid-murid dalam menyesuaikan dengan kapasitas pemahaman mereka.

3. Pada yang ia pahami dari pengalaman-pengalaman batin; hal ini untuk diketahui oleh sebuah kelompok khusus.

Bukunya, Misykatul Anwar (Relung Cahaya) adalah sebuah ulasan tentang Ayat Cahaya dalam al-Qur'an yang sangat populer, juga sebuah gambaran pengertian awal tentang ayat tersebut.



Ia menjelaskan bahwa segala sesuatu memiliki arti "bagian luar" dan arti "bagian dalam". Keduanya tidak dapat beroperasi bersama-sama, walaupun keduanya bekerja secara konsisten dalam berbagai segi masing-masing.

Versi yang berlaku dalam kelompok-kelompok umum, itu benar, tidak mengandung penafsiran yang dirancang oleh perwakilan-perwakilan persaudaraan kaum darwis yang ada; tetapi itu hanya karena kunci untuk membuka buku yang luar biasa itu tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata, karena ia merupakan sebuah bentangan pengalaman pribadi. Dengan kata lain, itu hanya bisa dipahami bila dialami.

Kenyataan ini, suatu dasar dalam sufisme dan ditentukan oleh banyak penulis sufi, boleh jadi bisa dipahami dengan mudah oleh pemikir-pemikir formal.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمۡنَاۤ اَنۡفُسَنَا وَاِنۡ لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَـنَا وَتَرۡحَمۡنَا لَـنَكُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ
Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.

(QS. Al-A'raf Ayat 23)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More