Lagi, Soal Jilbab dan Batasan Aurat Perempuan Menurut Quraish Shihab
Kamis, 06 Agustus 2020 - 05:00 WIB

Prof Muhammad Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi/Ist
Prof Muhammad Quraish Shihab telah mengulas masalah kerudung dan batas aurat perempuan dalam bukunya " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat". Intelektual muslim dalam ilmu-ilmu Al-Quran ini telah menyajikan pendapat ulama-ulama mutaqaddimin (terdahulu) tentang persoalan ini. (Baca juga: Begini Penjelasan Quraish Shihab Soal Kerudung dan Aurat Perempuan )
Selain itu Quraish Shihab pun mengutip pandangan ulama kontempoter, Muhammad Thahir bin Asyur. Dia adalah seorang ulama besar dari Tunis, yang diakui juga otoritasnya dalam bidang ilmu agama. Dalam Maqashid Al-Syari'ah Muhammad Thahir menulis sebagal berikut:
Kami percaya bahwa adat kebiasaan satu kaum tidak boleh --dalam kedudukannya sebagai adat-- untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu. (Baca juga: Pakaian Sebagai Pelindung: Iman Itu Telanjang, Pakaiannya Adalah Takwa )
Ia kemudian memberikan beberapa contoh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi. Contoh yang diangkatnya dari Al-Quran adalah surat Al-Ahzab (33): 59, yang memerintahkan kaum Mukminah agar mengulurkan jilbabnya. Tulisnya:
“Di dalam Al-Quran dinyatakan, Wahai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita Mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Ini adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab, tidak memperoleh bagian (tidak berlaku bagi mereka) ketentuan ini.”
Baca juga: Halalkah Makanan Sembelihan Kaum Yahudi, Kristen, dan Budha?
Menurut Quraish, dalam kitab tafsirnya Muhammad Thahir bin Asyur juga menulis bahwa:
Cara memakai jilbab berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan wanita dan adat mereka. Tetapi tujuan perintah ini adalah seperti bunyi ayat itu yakni "agar mereka dapat dikenal (sebagai wanita Muslim yang baik) sehingga tidak digangu" (Tafsir At-Tahrir, jilid XXII, hlm. 10).
Tetapi bagaimana dengan ayat-ayat ini, yang menggunakan redaksi perintah?
Jawabannya --yang sering terdengar dalam diskusi-- adalah: Bukankah tidak semua perintah yang tercantum dalam Al-Quran merupakan perintah wajib? Pernyataan itu, menurut Quraish memang benar. Perintah menulis hutang-piutang (QS Al-Baqarah [2]: 282) adalah salah satu contohnya.
Baca juga: Berhias Boleh, yang Dilarang Tabarruj Al-Jahiliyah
Tetapi bagaimana dengan hadis-hadis yang demikian banyak? Jawabannya pun sama. “Bukankah seperti yang dikemukakan oleh Bin Asyur di atas bahwa ada hadis-hadis Nabi yang merupakan perintah, tetapi perintah dalam arti "sebaiknya" bukan seharusnya,” tulis Quraish Shihab.
Memang, kata Quraish lagi, kita boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan (telapak) tangannya, menjalankan bunyi teks ayat itu, bahkan mungkin berlebih. “Namun dalam saat yang sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung, atau yang menampakkan tangannya, bahwa mereka "secara pasti telah melanggar petunjuk agama," tuturnya.
Baca juga: Siti Khadijah: Hanya Setan yang Senang Melihat Aurat
Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika membahasnya berbeda pendapat.
Namun demikian, kata Quraish lagi, kehati-hatian amat dibutuhkan, karena pakaian lahir dapat menyiksa pemakainya sendiri apabila ia tidak sesuai dengan bentuk badan si pemakai. Demikian pun pakaian batin. Apabila tidak sesuai dengan jati diri manusia, sebagai hamba Allah, yang paling mengetahui ukuran dan patron terbaik buat manusia.
Quraish Shihab berpendapat ada baiknya digarisbawahi dua hal dalam masalah tersebut.(Baca juga: Hindarilah Telanjang, Ada Malaikat yang Selalu Bersama Kita )
Selain itu Quraish Shihab pun mengutip pandangan ulama kontempoter, Muhammad Thahir bin Asyur. Dia adalah seorang ulama besar dari Tunis, yang diakui juga otoritasnya dalam bidang ilmu agama. Dalam Maqashid Al-Syari'ah Muhammad Thahir menulis sebagal berikut:
Kami percaya bahwa adat kebiasaan satu kaum tidak boleh --dalam kedudukannya sebagai adat-- untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu. (Baca juga: Pakaian Sebagai Pelindung: Iman Itu Telanjang, Pakaiannya Adalah Takwa )
Ia kemudian memberikan beberapa contoh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi. Contoh yang diangkatnya dari Al-Quran adalah surat Al-Ahzab (33): 59, yang memerintahkan kaum Mukminah agar mengulurkan jilbabnya. Tulisnya:
“Di dalam Al-Quran dinyatakan, Wahai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita Mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu. Ini adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab, tidak memperoleh bagian (tidak berlaku bagi mereka) ketentuan ini.”
Baca juga: Halalkah Makanan Sembelihan Kaum Yahudi, Kristen, dan Budha?
Menurut Quraish, dalam kitab tafsirnya Muhammad Thahir bin Asyur juga menulis bahwa:
Cara memakai jilbab berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan wanita dan adat mereka. Tetapi tujuan perintah ini adalah seperti bunyi ayat itu yakni "agar mereka dapat dikenal (sebagai wanita Muslim yang baik) sehingga tidak digangu" (Tafsir At-Tahrir, jilid XXII, hlm. 10).
Tetapi bagaimana dengan ayat-ayat ini, yang menggunakan redaksi perintah?
Jawabannya --yang sering terdengar dalam diskusi-- adalah: Bukankah tidak semua perintah yang tercantum dalam Al-Quran merupakan perintah wajib? Pernyataan itu, menurut Quraish memang benar. Perintah menulis hutang-piutang (QS Al-Baqarah [2]: 282) adalah salah satu contohnya.
Baca juga: Berhias Boleh, yang Dilarang Tabarruj Al-Jahiliyah
Tetapi bagaimana dengan hadis-hadis yang demikian banyak? Jawabannya pun sama. “Bukankah seperti yang dikemukakan oleh Bin Asyur di atas bahwa ada hadis-hadis Nabi yang merupakan perintah, tetapi perintah dalam arti "sebaiknya" bukan seharusnya,” tulis Quraish Shihab.
Memang, kata Quraish lagi, kita boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan (telapak) tangannya, menjalankan bunyi teks ayat itu, bahkan mungkin berlebih. “Namun dalam saat yang sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung, atau yang menampakkan tangannya, bahwa mereka "secara pasti telah melanggar petunjuk agama," tuturnya.
Baca juga: Siti Khadijah: Hanya Setan yang Senang Melihat Aurat
Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika membahasnya berbeda pendapat.
Namun demikian, kata Quraish lagi, kehati-hatian amat dibutuhkan, karena pakaian lahir dapat menyiksa pemakainya sendiri apabila ia tidak sesuai dengan bentuk badan si pemakai. Demikian pun pakaian batin. Apabila tidak sesuai dengan jati diri manusia, sebagai hamba Allah, yang paling mengetahui ukuran dan patron terbaik buat manusia.
Quraish Shihab berpendapat ada baiknya digarisbawahi dua hal dalam masalah tersebut.(Baca juga: Hindarilah Telanjang, Ada Malaikat yang Selalu Bersama Kita )
Lihat Juga :