Israel Hidup dari Belas Kasihan dan Balas Budi: Segera Gulung Tikar dalam Waktu Singkat
Kamis, 09 November 2023 - 20:01 WIB
Negara Israel dilahirkan dalam kondisi istimewa. Negara super power yang tidak sepakat dalam satu masalah, menyepakati juga berdirinya negara Israel, karena negara itu punya kepentingan dengan Zionisme Internasional . Para penguasa negara itu dikuasai oleh sikap pemikiran balas budi (moral obligation) dan belas kasihan, misalnya karena kekejaman Nazi Hitler kepada Yahudi .
"Itulah sebabnya, bantuan Jerman kepada Israel masih tetap mengalir sebagai pembayaran ganti rugi atas kekejaman pasukan Nazi terhadap mereka," tulis Willian G. Carr dalam bukunya berjudul “Yahudi Menggenggam Dunia” (Pustaka Kautsar, 1993).
Meskipun Israel mempunyai kekuatan fisik, namun sampai sekarang masih hidup dengan bantuan luar negeri, terutama dari negara yang dikendalikan oleh Pemerintah di balik layar. Seandainya bantuan itu dihentikan, maka Israel akan segera gulung tikar dalam waktu singkat.
Itikad dan naluri ekspansionismenya merupakan sebab kehancuran bagi dirinya sendiri. "Kita tentu masih ingat peristiwa penyanderaan sejumlah atlet Israel oleh sekelompok gerilyawan Palestina pada Olimpiade Munich (Munchen) tahun 1972," ujar Willian G. Carr.
Para gerilyawan Palestina menuntut, agar pemerintah Israel membebaskan para tawanan Palestina dari penjara. Namun pasukan Israel justru membantai para atletnya sendiri yang disandera bersama dengan para penyandera mereka.
Hal ini dilakukan oleh Israel sebagai alasan untuk melegitimasi kekejaman pasukannya pada hari Sabtu, sebelum 'Hari Ampunan', dengan menyerbu Lebanon dan membantai ratusan penduduk sipil. Padahal, Sabtu adalah hari suci orang Yahudi. "Namun membunuh orang non-Yahudi pada hari itu dianggapnya sebagai persembahan kurban kepada Tuhan," ujar Willian G. Carr.
Menurut kepercayaannya, perbuatan itu lebih besar pahalanya daripada memperingati hari besar mereka. Hari Ampunan adalah hari besar bagi Yahudi pada tanggal 10 Tisyrin (bulan Yahudi) dengan berpuasa dan bersembahyang terus menerus, dan mengakui dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan kepada orang lain pada siang hari.
Willian G. Carr mengatakan sebenarnya kepercayaan Yahudi kepada Talmud tidak ada legitimasi Israel di Palestina. Bangsa Yahudi tidaklah banyak, meskipun mereka berkumpul menjadi satu. Eksistensi negara Israel menggantungkan hidupnya dari bantuan dan belas kasihan negara lain.
Kedua unsur itu merupakan indikator kuat bagi kerapuhan negara Zionis itu. Namun perlu dicatat, kata Willian G. Carr, bahwa kehancuran akibat kerapuhan itu tidak akan terjadi begitu saja, mengingat adanya dukungan materi dan non-materi dari negara super power kepada Israel.
Seandainya ia bisa memenuhi hidup tanpa bantuan pihak lain, Yahudi akan bisa bertahan lama.
"Itulah sebabnya, bantuan Jerman kepada Israel masih tetap mengalir sebagai pembayaran ganti rugi atas kekejaman pasukan Nazi terhadap mereka," tulis Willian G. Carr dalam bukunya berjudul “Yahudi Menggenggam Dunia” (Pustaka Kautsar, 1993).
Meskipun Israel mempunyai kekuatan fisik, namun sampai sekarang masih hidup dengan bantuan luar negeri, terutama dari negara yang dikendalikan oleh Pemerintah di balik layar. Seandainya bantuan itu dihentikan, maka Israel akan segera gulung tikar dalam waktu singkat.
Itikad dan naluri ekspansionismenya merupakan sebab kehancuran bagi dirinya sendiri. "Kita tentu masih ingat peristiwa penyanderaan sejumlah atlet Israel oleh sekelompok gerilyawan Palestina pada Olimpiade Munich (Munchen) tahun 1972," ujar Willian G. Carr.
Para gerilyawan Palestina menuntut, agar pemerintah Israel membebaskan para tawanan Palestina dari penjara. Namun pasukan Israel justru membantai para atletnya sendiri yang disandera bersama dengan para penyandera mereka.
Hal ini dilakukan oleh Israel sebagai alasan untuk melegitimasi kekejaman pasukannya pada hari Sabtu, sebelum 'Hari Ampunan', dengan menyerbu Lebanon dan membantai ratusan penduduk sipil. Padahal, Sabtu adalah hari suci orang Yahudi. "Namun membunuh orang non-Yahudi pada hari itu dianggapnya sebagai persembahan kurban kepada Tuhan," ujar Willian G. Carr.
Menurut kepercayaannya, perbuatan itu lebih besar pahalanya daripada memperingati hari besar mereka. Hari Ampunan adalah hari besar bagi Yahudi pada tanggal 10 Tisyrin (bulan Yahudi) dengan berpuasa dan bersembahyang terus menerus, dan mengakui dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan kepada orang lain pada siang hari.
Willian G. Carr mengatakan sebenarnya kepercayaan Yahudi kepada Talmud tidak ada legitimasi Israel di Palestina. Bangsa Yahudi tidaklah banyak, meskipun mereka berkumpul menjadi satu. Eksistensi negara Israel menggantungkan hidupnya dari bantuan dan belas kasihan negara lain.
Kedua unsur itu merupakan indikator kuat bagi kerapuhan negara Zionis itu. Namun perlu dicatat, kata Willian G. Carr, bahwa kehancuran akibat kerapuhan itu tidak akan terjadi begitu saja, mengingat adanya dukungan materi dan non-materi dari negara super power kepada Israel.
Seandainya ia bisa memenuhi hidup tanpa bantuan pihak lain, Yahudi akan bisa bertahan lama.
(mhy)