Mengapa Merasa Bernasib Sial Sangat Dilarang dalam Islam? Begini Penjelasannya
Jum'at, 24 November 2023 - 11:30 WIB
Dalam Islam tidak mengenal nasib buruk atau nasib sial , bahkan merasa diri bernasib sial bisa masuk katagori syirik. Di dalam islam hal itu dinamakan at thatayyur. Contohnya antara lain, adanya keyakinan bahwa dirinya kerap mendatangkan kesialan bagi lingkungannya, sialnya angka 13, dan kepercayaan-kepercayaan yang lain yang diyakini oleh banyak manusia.
Islam memandang at thatayyur ini sebagai perbuatan syirk asgor (syirik kecil). Syirik merupakan dosa yang paling besar. Pelakunya tidak diampuni oleh Allah apabila dia mati dalam keadaan tersebut dan belum sempat bertaubat kepada Allah.
Allah Ta'ala berfirman :
”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang lain selain syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya” (QS. an-Nisa :48).
At thatayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu. Diambil dari kalimat: زَجَرَ الطَّيْرَ (menerbangkan burung). Dalam buku karangan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung binatang lainnya atau apa saja.
Allah Ta'ala berfirman :
"Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata ini ini adalah karena usaha kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya." (QS Al A'raf : 131)
Dalam sebuah hadis Rasul Sahallalahu 'alaihi wa sallam mengingatkan umatnya dengan sabda beliau :
“Seandainya umat berkumpul untuk memberikan kemanfaatan bagimu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan sebaliknya, jika mereka semuanya berkumpul untuk memudaratkanmu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat menimpakan kemudaratan tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.” (HR. Tirmidzi)
Karena itu jika ada yang merasa dirinya mendatangkan keburukan, padahal Allah Ta'ala yang mengatur semuanya, maka dia harus beristighfar. Taubat kepada Allah. Sebab, Allah Ta'ala menetapkan sesuatu untuk kita. Niscaya hanya kebaikan dan hikmah terbaik yang akan kita dapatkan.
Rasulullah mengajarkan : “Dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah ‘Qadarullah wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.” (HR. Muslim).
Dan apabila kita melihat atau merasa sesuatu yang tidak disenangi maka hendaklah mengucapkan :
“Allaahumma laa ya’tii bii hasanaati illaa anta walaa yadfa’us sayyiaati illaa anta walaa haula walaa quwwata illaa bika”.
(Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau dan tidak ada yang dapat menghindarkan bahaya kecuali Engkau, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan-Mu).” (HR. Abu Daud)
Wallahu 'alam
Islam memandang at thatayyur ini sebagai perbuatan syirk asgor (syirik kecil). Syirik merupakan dosa yang paling besar. Pelakunya tidak diampuni oleh Allah apabila dia mati dalam keadaan tersebut dan belum sempat bertaubat kepada Allah.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء
”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang lain selain syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya” (QS. an-Nisa :48).
At thatayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu. Diambil dari kalimat: زَجَرَ الطَّيْرَ (menerbangkan burung). Dalam buku karangan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung binatang lainnya atau apa saja.
Allah Ta'ala berfirman :
"Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata ini ini adalah karena usaha kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya." (QS Al A'raf : 131)
Dalam sebuah hadis Rasul Sahallalahu 'alaihi wa sallam mengingatkan umatnya dengan sabda beliau :
“Seandainya umat berkumpul untuk memberikan kemanfaatan bagimu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan sebaliknya, jika mereka semuanya berkumpul untuk memudaratkanmu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat menimpakan kemudaratan tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.” (HR. Tirmidzi)
Karena itu jika ada yang merasa dirinya mendatangkan keburukan, padahal Allah Ta'ala yang mengatur semuanya, maka dia harus beristighfar. Taubat kepada Allah. Sebab, Allah Ta'ala menetapkan sesuatu untuk kita. Niscaya hanya kebaikan dan hikmah terbaik yang akan kita dapatkan.
Rasulullah mengajarkan : “Dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah ‘Qadarullah wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.” (HR. Muslim).
Dan apabila kita melihat atau merasa sesuatu yang tidak disenangi maka hendaklah mengucapkan :
“Allaahumma laa ya’tii bii hasanaati illaa anta walaa yadfa’us sayyiaati illaa anta walaa haula walaa quwwata illaa bika”.
(Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau dan tidak ada yang dapat menghindarkan bahaya kecuali Engkau, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan-Mu).” (HR. Abu Daud)
Wallahu 'alam
(wid)