Menjelang Wafat, Nabi Adam Berwasiat kepada Syits: Minta Buah dari Surga
Minggu, 26 November 2023 - 07:54 WIB
Syits (شيث) dari segi bahasa artinya pemberian. Dinamakan demikian, karena Syits dilahirkan setelah terbunuhnya Habil. Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul "Qashashul Anbiya" yang diterjemahkan Abdullah Haidir menjadi " Kisah Para Nabi " (Daar Ihya At-Turats Al-Araby, 1997 M) menjelaskan Syits juga digolongkan sebagai para nabi, berdasarkan sabda Rasulullah SAW .
"Keturunan Nabi sekarang ini seluruhnya kembali kepada Syits, sebab keturunan anak Adam dari anak-anak yang lainnya telah punah," tulis Ibnu Katsir.
Menjelang ajalnya, Nabi Adam as mengajarkan Syits waktu-waktu malam dan siang, kemudian dia mengajarkannya ibadah pada waktu-waktu itu. Kemudian diapun mengajarkan datangnya badai pada waktu-waktu tertentu.
Nabi Adam as wafat pada hari Jum'at. Para malaikat datang membawa wewangian dan kain yang berasal dari surga. Mereka bertaziah kepada anak keturunannya dan kepada pemegang wasiatnya, yaitu Syits.
Mengenai tempat dikuburkannya, para ahli sejarah memiliki beberapa versi. Ada yang mengatakan bahwa dikuburkan di tempat dia diturunkan, yaitu di sebuah gunung di India. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dikubur di Jabal Abu Qubais di Makkah. Ada pula yang mengatakan bahwa pada masa Nabi Nuh ketika terjadi banjir bah, dia membawa jenazah Adam dan Hawwa dalam peti, kemudian dikuburkan di Baitul Maqdis. Sedangkan usianya saat wafat diperkirakan mencapai 1000 tahun.
Buah Surga
Nabi Adam dianugerahi karunia bisa merasakan detik-detik akhir masa hidupnya. Sehingga ketika ajal itu hendak datang, Nabi Adam tampak seperti telah mempersiapkan semuanya.
Beliau memulainya dengan mengajukan permintaan terakhir kepada putra-putranya, yakni ingin memakan buah surga. Permintaan ini sulit bila harus dimaknai secara harfiah, karena di alam dunia yang serbafana ini buah surga mustahil ditemukan.
Surga hanya ada di alam akhirat. Sebab itulah, ada ulama yang menafsirkan bahwa permintaan akan buah surga merupakan isyarat bahwa Nabi Adam tengah dilanda rindu akan kebahagiaan surgawi yang pernah beliau tinggali sebelum turun ke bumi.
Inilah sinyal bahwa kawafatan beliau semakin dekat. Meski demikian, sebagai anak berbakti, para putra Nabi Adam tetap berangkat mencarikan buah surga. Namun, tak jauh usai meninggalkan sang ayah, perjalanan mereka diadang oleh sejumlah lelaki.
"Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?"
Mereka menjawab, "Bapak kami sakit, beliau ingin makan buah dari Surga."
"Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah tiba," saran para lelaki itu yang ternyata adalah para malaikat yang sedang menjelma manusia.
Di tangan mereka sudah tersedia kafan, wewangian, serta sejumlah perangkat yang lazim diperlukan untuk menggali kubur: kapak, cangkul, dan sekop.
Saat para malaikat itu datang, Siti Hawwa melihat dan mengenali mereka, maka ia pun berlindung kepada Nabi Adam. "Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan malaikat Tuhanku tabâraka wa ta'âlâ," kata Nabi Adam kepada Hawwa.
Para malaikatlah yang mencabut nyawa Nabi Adam, lantas memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan liang lahad, juga mensalatinya.
"Keturunan Nabi sekarang ini seluruhnya kembali kepada Syits, sebab keturunan anak Adam dari anak-anak yang lainnya telah punah," tulis Ibnu Katsir.
Menjelang ajalnya, Nabi Adam as mengajarkan Syits waktu-waktu malam dan siang, kemudian dia mengajarkannya ibadah pada waktu-waktu itu. Kemudian diapun mengajarkan datangnya badai pada waktu-waktu tertentu.
Nabi Adam as wafat pada hari Jum'at. Para malaikat datang membawa wewangian dan kain yang berasal dari surga. Mereka bertaziah kepada anak keturunannya dan kepada pemegang wasiatnya, yaitu Syits.
Mengenai tempat dikuburkannya, para ahli sejarah memiliki beberapa versi. Ada yang mengatakan bahwa dikuburkan di tempat dia diturunkan, yaitu di sebuah gunung di India. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dikubur di Jabal Abu Qubais di Makkah. Ada pula yang mengatakan bahwa pada masa Nabi Nuh ketika terjadi banjir bah, dia membawa jenazah Adam dan Hawwa dalam peti, kemudian dikuburkan di Baitul Maqdis. Sedangkan usianya saat wafat diperkirakan mencapai 1000 tahun.
Buah Surga
Nabi Adam dianugerahi karunia bisa merasakan detik-detik akhir masa hidupnya. Sehingga ketika ajal itu hendak datang, Nabi Adam tampak seperti telah mempersiapkan semuanya.
Beliau memulainya dengan mengajukan permintaan terakhir kepada putra-putranya, yakni ingin memakan buah surga. Permintaan ini sulit bila harus dimaknai secara harfiah, karena di alam dunia yang serbafana ini buah surga mustahil ditemukan.
Surga hanya ada di alam akhirat. Sebab itulah, ada ulama yang menafsirkan bahwa permintaan akan buah surga merupakan isyarat bahwa Nabi Adam tengah dilanda rindu akan kebahagiaan surgawi yang pernah beliau tinggali sebelum turun ke bumi.
Inilah sinyal bahwa kawafatan beliau semakin dekat. Meski demikian, sebagai anak berbakti, para putra Nabi Adam tetap berangkat mencarikan buah surga. Namun, tak jauh usai meninggalkan sang ayah, perjalanan mereka diadang oleh sejumlah lelaki.
"Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?"
Mereka menjawab, "Bapak kami sakit, beliau ingin makan buah dari Surga."
"Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah tiba," saran para lelaki itu yang ternyata adalah para malaikat yang sedang menjelma manusia.
Di tangan mereka sudah tersedia kafan, wewangian, serta sejumlah perangkat yang lazim diperlukan untuk menggali kubur: kapak, cangkul, dan sekop.
Saat para malaikat itu datang, Siti Hawwa melihat dan mengenali mereka, maka ia pun berlindung kepada Nabi Adam. "Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan malaikat Tuhanku tabâraka wa ta'âlâ," kata Nabi Adam kepada Hawwa.
Para malaikatlah yang mencabut nyawa Nabi Adam, lantas memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan liang lahad, juga mensalatinya.