Kisah Umar bin Khattab Mendekati Ajal: Mimpi Seekor Ayam Jantan Mematuk Dua Kali
Selasa, 12 Desember 2023 - 08:46 WIB
Pada tahun ke-23 Hijriah, Khalifah Umar bin Khattab melaksanakan ibadah haji . Beliau kembali bersama-sama dengan para istri Rasulullah SAW . Selesai melakukan manasik dan bertolak dari Mina cepat-cepat, ia tinggal di tempat yang datar, menimbun seonggok pasir lalu ujung bajunya dihamparkan dan ia terlentang sambil mengangkat kedua tangan ke atas dan berkata:
"Allahumma ya Allah, umurku kini sudah bertambah, tulangku sudah rapuh, kekuatanku pun sudah banyak berkurang dan rakyatku tersebar di mana-mana, maka kembalikanlah aku kepada-Mu tidak dalam keadaan lemah ataupun bersalah."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengatakan doa ini tidak diucapkan orang sebelum mencapai umur 60 tahun, terutama jika dalam keadaan jasmani yang tegap dan kuat seperti halnya dengan Umar.
Menurutnya, barangkali ia sudah mulai merasakan gejala-gejala kelemahan jasmaninya maka ingin segera berjumpa dengan Tuhannya. Dalam soal ini ia sering bertafakur lama sekali.
Dalam kitabnya at-Tabaqat Ibn Sa'ad menceritakan bahwa tak lama setelah ia sampai di Madinah sekembalinya dari ibadah haji, dalam khotbah Jumatnya ia teringat kepada Rasulullah dan kepada Abu Bakar, kemudian katanya:
"Saudara-saudara! Saya bermimpi, yang menurut hemat saya menandakan ajal saya sudah dekat. Saya bermimpi melihat seekor ayam jantan mematuk saya dua kali."
Dan katanya lagi: "Saudara-saudara, saya sudah membuat ketentuanketentuan buat kalian dan sudah saya tinggalkan untuk kalian serba jelas, kecuali jika hendak menyesatkan orang ke kanan dan ke kiri."
Ungkapan terakhir itu, kata Haekal, lebih menyerupai wasiat penyair yang sudah mendekati ajal daripada nasihat yang dikhususkan untuk amal kebaikan.
Khotbah itu yang lebih menyerupai wasiat dalam kata-katanya: "Bagi saya tak ada yang lebih penting yang saya tinggalkan daripada soal kalalah, dan tak pernah ada persoalan yang pernah saya ajukan kepada Rasulullah seperti ketika saya mengajukan soal kalalah ini.
Dan Rasulullah tak pernah berkata keras kepada saya dalam soal apa pun sejak saya mendampinginya, seperti dalam soal kalalah ini juga, sehingga ia meninju saya di perut dengan jarinya sambil berkata: 'Umar, buat Anda cukuplah ayat yang di akhir surah an-Nisa.'
Kalau saya masih akan hidup saya akan melaksanakan itu seperti yang ditentukan bagi siapa pun yang membaca dan tidak membaca Qur'an."
Kemudian katanya: "Ya Allah, aku akan menjadi saksi atas para pembesar kota-kota itu! Aku mengirim mereka untuk mengajar orang tentang agama dan sunah Nabi, untuk berlaku adil terhadap mereka, membagikan rampasan perang dan melaporkan kepadaku kesulitan dalam persoalan yang mereka hadapi."
Juwairiah bin Qudamah dari Banu Tamim berkata: "Saya menunaikan ibadah haji pada tahun ketika Umar wafat, dan ketika sampai di Madinah ia berkhotbah: "Saya bermimpi seolah ada seekor ayam jantan mematuk saya. Dia hidup hanya sampai pada musim haji itu, kemudian ia ditikam orang."
Perasaan Umar bahwa ajalnya sudah dekat, tanpa sakit, selain merasakan tenaganya yang makin lemah dan badan letih, memaksanya sering berpikir dan merenung.
Tak banyak orang selama ia dalam sehat afiat yang berbicara dalam hatinya, seperti yang dialami Umar, kendati ada sebagian orang yang merasakan dekatnya ajal pada permulaan sakitnya yang terakhir.
"Allahumma ya Allah, umurku kini sudah bertambah, tulangku sudah rapuh, kekuatanku pun sudah banyak berkurang dan rakyatku tersebar di mana-mana, maka kembalikanlah aku kepada-Mu tidak dalam keadaan lemah ataupun bersalah."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengatakan doa ini tidak diucapkan orang sebelum mencapai umur 60 tahun, terutama jika dalam keadaan jasmani yang tegap dan kuat seperti halnya dengan Umar.
Menurutnya, barangkali ia sudah mulai merasakan gejala-gejala kelemahan jasmaninya maka ingin segera berjumpa dengan Tuhannya. Dalam soal ini ia sering bertafakur lama sekali.
Dalam kitabnya at-Tabaqat Ibn Sa'ad menceritakan bahwa tak lama setelah ia sampai di Madinah sekembalinya dari ibadah haji, dalam khotbah Jumatnya ia teringat kepada Rasulullah dan kepada Abu Bakar, kemudian katanya:
"Saudara-saudara! Saya bermimpi, yang menurut hemat saya menandakan ajal saya sudah dekat. Saya bermimpi melihat seekor ayam jantan mematuk saya dua kali."
Dan katanya lagi: "Saudara-saudara, saya sudah membuat ketentuanketentuan buat kalian dan sudah saya tinggalkan untuk kalian serba jelas, kecuali jika hendak menyesatkan orang ke kanan dan ke kiri."
Ungkapan terakhir itu, kata Haekal, lebih menyerupai wasiat penyair yang sudah mendekati ajal daripada nasihat yang dikhususkan untuk amal kebaikan.
Khotbah itu yang lebih menyerupai wasiat dalam kata-katanya: "Bagi saya tak ada yang lebih penting yang saya tinggalkan daripada soal kalalah, dan tak pernah ada persoalan yang pernah saya ajukan kepada Rasulullah seperti ketika saya mengajukan soal kalalah ini.
Dan Rasulullah tak pernah berkata keras kepada saya dalam soal apa pun sejak saya mendampinginya, seperti dalam soal kalalah ini juga, sehingga ia meninju saya di perut dengan jarinya sambil berkata: 'Umar, buat Anda cukuplah ayat yang di akhir surah an-Nisa.'
Kalau saya masih akan hidup saya akan melaksanakan itu seperti yang ditentukan bagi siapa pun yang membaca dan tidak membaca Qur'an."
Kemudian katanya: "Ya Allah, aku akan menjadi saksi atas para pembesar kota-kota itu! Aku mengirim mereka untuk mengajar orang tentang agama dan sunah Nabi, untuk berlaku adil terhadap mereka, membagikan rampasan perang dan melaporkan kepadaku kesulitan dalam persoalan yang mereka hadapi."
Juwairiah bin Qudamah dari Banu Tamim berkata: "Saya menunaikan ibadah haji pada tahun ketika Umar wafat, dan ketika sampai di Madinah ia berkhotbah: "Saya bermimpi seolah ada seekor ayam jantan mematuk saya. Dia hidup hanya sampai pada musim haji itu, kemudian ia ditikam orang."
Perasaan Umar bahwa ajalnya sudah dekat, tanpa sakit, selain merasakan tenaganya yang makin lemah dan badan letih, memaksanya sering berpikir dan merenung.
Tak banyak orang selama ia dalam sehat afiat yang berbicara dalam hatinya, seperti yang dialami Umar, kendati ada sebagian orang yang merasakan dekatnya ajal pada permulaan sakitnya yang terakhir.
(mhy)