Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Gus Baha
Selasa, 19 Desember 2023 - 10:21 WIB
Bagaimana hukum merayakan tahun baru masehi bagi umat Islam? Pergantian tahun masehi atau malam 1 Januari di kalangan umat Islam memang masih diperdebatkan, mengingat kalender Masehi notabene bukan milik umat Islam.
Lantas bagaimana menurut Gus Baha atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim? Dalam tausiyahnya yang ditayangkan dalam kanal Youtube Dakwah Singkat Padat, Kyai asal rembang Jawa Tengah ini kemudian membeberkan perihal asal muasal tahun Masehi dan Hijriyah .
Dalam Al-Qur’an, penghitungan (hisab) tahun sudah dijelaskan yakni menggunakan Syamsiah (matahari) dan Qomariah (bulan).
“Misal kamu ahli falak, itu pasti tahu kalau matahari dan rembulan dibikin Allah itu ‘Assyamsu wal qomaru bikhusban’, bahwa matahari dan rembulan dibikin untuk dihisab,” papar Gus Baha.
Sehingga betul kata Gus Baha, “Syamsiah (matahari) bisa dihitung menjadi tahun Syamsiah, yang oleh bahasa milenial disebut Masehiah,” jelasnya.
Menurut Gus Baha, situasi tersebut membuat khalifah Umar bin Khattab agak tersinggung. Karena penanggalan berdasarkan Syamsiah (matahari) sudah lebih dulu dipakai kelompok di luar Islam diberi nama Masehiah.
Secara tegas, Gus Baha juga menjelaskan bahwa dalam hisab (penghitungan) tahun itu tidak ada hubungannya dengan Masehi maupun Hijriah. Dalam penghitungan tahun itu rujukannya berdasarkan pada Syamsiah dan Qomariah.
“Sebenarnya yang namanya hisab itu tidak ada hubungannya dengan Masehi dan Hijriah, itu tidak ada. Semua berdasar pada matahari dan rembulan,” tegasnya.
“La sialnya, yang Syamsiah ini sudah dibikin oleh bahasa internasionalnya disebut Masehiah. Makanya Sayyidina Umar marah, terus bilang, ya sudah kalau gitu Qomariyah bikin hijriah. Dan itu sebenarnya politik,” jelas Gus Baha.
Sebenarnya, kalau mau objektif, yang menjadi ukuran penanggalan ya Syamsiah dan Qomariyah. “Berhubung ini (Syamsiah) sudah diambil tetangga, akhirnya ya kira-kira begitu. Akhirnya kita namai Hijriah,” ujar kyai yang selalu tampil sederhana itu.
“Sebetulnya yang asli ya Syamsiah Qomariah. Tapi gak apa apalah. Dunia itu pasti ada politiknya,” tandasnya.
Maka disimpulkan itulah awal mula ada tahun masehi dan hijriah, yaitu pada kepemimpinan Khalifah Sayyiduna Umar.
Buya Yahya menyebutkan, umat Islam hendaknya tidak melakukan perayaan tahun baru Masehi karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjerumuskan pada maksiat, seperti berhura-hura dan berfoya-foya. Ditegaskannya, banyak yang merayakan ini orang di luar Islam karena bangga dengan tahun baru mereka dan ada kemaksiatan di dalamnya.
Buya Yahya menegaskan, mengikuti budaya-budaya kafir itulah yang tidak diperkenankan. Buya Yahya juga mengatakan, kebiasaan mengikuti budaya nonmuslim diakibatkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Beberapa umat muslim tampak bersuka cita merayakan tahun baru Masehi, namun tidak dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahun Islam.
Wallahu A'lam
Lantas bagaimana menurut Gus Baha atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim? Dalam tausiyahnya yang ditayangkan dalam kanal Youtube Dakwah Singkat Padat, Kyai asal rembang Jawa Tengah ini kemudian membeberkan perihal asal muasal tahun Masehi dan Hijriyah .
Dalam Al-Qur’an, penghitungan (hisab) tahun sudah dijelaskan yakni menggunakan Syamsiah (matahari) dan Qomariah (bulan).
“Misal kamu ahli falak, itu pasti tahu kalau matahari dan rembulan dibikin Allah itu ‘Assyamsu wal qomaru bikhusban’, bahwa matahari dan rembulan dibikin untuk dihisab,” papar Gus Baha.
Sehingga betul kata Gus Baha, “Syamsiah (matahari) bisa dihitung menjadi tahun Syamsiah, yang oleh bahasa milenial disebut Masehiah,” jelasnya.
Menurut Gus Baha, situasi tersebut membuat khalifah Umar bin Khattab agak tersinggung. Karena penanggalan berdasarkan Syamsiah (matahari) sudah lebih dulu dipakai kelompok di luar Islam diberi nama Masehiah.
Secara tegas, Gus Baha juga menjelaskan bahwa dalam hisab (penghitungan) tahun itu tidak ada hubungannya dengan Masehi maupun Hijriah. Dalam penghitungan tahun itu rujukannya berdasarkan pada Syamsiah dan Qomariah.
“Sebenarnya yang namanya hisab itu tidak ada hubungannya dengan Masehi dan Hijriah, itu tidak ada. Semua berdasar pada matahari dan rembulan,” tegasnya.
“La sialnya, yang Syamsiah ini sudah dibikin oleh bahasa internasionalnya disebut Masehiah. Makanya Sayyidina Umar marah, terus bilang, ya sudah kalau gitu Qomariyah bikin hijriah. Dan itu sebenarnya politik,” jelas Gus Baha.
Sebenarnya, kalau mau objektif, yang menjadi ukuran penanggalan ya Syamsiah dan Qomariyah. “Berhubung ini (Syamsiah) sudah diambil tetangga, akhirnya ya kira-kira begitu. Akhirnya kita namai Hijriah,” ujar kyai yang selalu tampil sederhana itu.
“Sebetulnya yang asli ya Syamsiah Qomariah. Tapi gak apa apalah. Dunia itu pasti ada politiknya,” tandasnya.
Maka disimpulkan itulah awal mula ada tahun masehi dan hijriah, yaitu pada kepemimpinan Khalifah Sayyiduna Umar.
Bagaimana Menyikapi Perayaan Tahun Baru Masehi Ini?
Umumnya ulama, menyarankan umat Islam menghindari perayaan tahun baru Masehi. KH Yahya Zainul Ma’arif Jamzuri alias Buya Yahya misalnya. Dalam sebuah ceramahnya yang beredar di YouTube, Buya Yahya menyebutkan bahwa perayaan tahun baru Masehi ini hendaknya dihindari karena budayanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.Buya Yahya menyebutkan, umat Islam hendaknya tidak melakukan perayaan tahun baru Masehi karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjerumuskan pada maksiat, seperti berhura-hura dan berfoya-foya. Ditegaskannya, banyak yang merayakan ini orang di luar Islam karena bangga dengan tahun baru mereka dan ada kemaksiatan di dalamnya.
Buya Yahya menegaskan, mengikuti budaya-budaya kafir itulah yang tidak diperkenankan. Buya Yahya juga mengatakan, kebiasaan mengikuti budaya nonmuslim diakibatkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Beberapa umat muslim tampak bersuka cita merayakan tahun baru Masehi, namun tidak dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahun Islam.
Wallahu A'lam
(wid)