Pembebasan Irak: Kisah Khalid Menguasai Anbar, Menimbun Parit dengan Bangkai Unta
Selasa, 23 Januari 2024 - 15:58 WIB
Pada saat pembebasan Irak , panglima perang Muslim Khalid bin Walid sudah menguasai sebagai wilayah itu dan sukses mengusir Persia . Hanya saja, Khalid belum menguasai Madain dan sejumlah daerah lain karena dilarang Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq . Khalifah tengah mengirim bala bantuan untuk misi besar tersebut.
Di sisi lain, pihak Persia sudah membentuk satuan-satuan angkatan perangnya di Anbar dan Ain at-Tamr di dekat Hirah. Satuan-satuan ini sudah mengagak-agak untuk mengancam pasukan Muslimin di tempatnya yang baru.
Khalid perlu bergerak ke sana dan menumpas mereka, dan anggaplah ini sebagai latihan perang-perangan buat dia selama ia 'dalam tahun perempuan' yang dilaluinya dengan menganggur tanpa perang itu.
Hirah diserahkan kepada Qa'qa'. Dengan menempatkan Agra' bin Habis di barisan depan, ia berangkat menyusuri pantai Furat, dimulai dengan memasuki kota Anbar.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan begitu sampai, kota itu dikepungnya. Ia mengeluarkan perintah agar anggota-anggota pasukannya dilengkapi dengan panah. Tetapi kota itu masih kukuh dibentengi tembok-tembok dan parit-parit yang dalam yang digali di sekitarnya.
Sebagai panglima, Khalid tidak sabar kalau tidak segera mendapat kemenangan. Dikelilinginya parit itu, sehingga bila sudah sampai ke bagian yang paling sempit ia mengeluarkan perintah supaya unta-unta yang sudah lemah disembelih lalu dilemparkan ke dalam parit itu untuk menimbunnya.
Kemudian pasukan itu menyeberanginya segera dan langsung memanjat tembok lalu menghancurkan pintu-pintu benteng itu. Mereka sudah siap memasuki kota untuk melakukan serangan dan penawanan, tetapi Syirazad, penguasa kota orang Persia itu menghubungi Khalid bahwa dia bersedia memenuhi tuntutannya untuk damai asal ia dikirim ke tempat perlindungannya dalam satuan yang terdiri dari pasukan berkuda tanpa samasekali membawa harta benda. Khalid setuju dan Syirazad dibebaskan.
Khalid memasuki Anbar dan tinggal di kota itu. Ia mengadakan perdamaian dengan daerah-daerah sekitarnya. Keadaan wilayah itu pun jadi stabil, dan keinginannya hendak melatih kepiawaiannya sebagai panglima perang tercapai sudah.
Setelah Khalid merasa puas dengan keadaan di Anbar dan daerah sekitarnya, pimpinan kota itu diserahkannya kepada Zabriqan bin Badr.
Selanjutnya Khalid siap-siap dengan pasukannya menuju ke Ain Tamr di tepi Sahara - antara Irak dengan pedalaman Syam. Ia mencapai tempat ini dalam waktu tiga hari. Ketika itu Mahran anak Bahram Gobin, kepala daerah Ain Tamr dari pihak Persia.
Sekitar daerah itu dihuni oleh orang-orang Persia dalam jumlah besar. Di samping mereka ini tidak sedikit pula kelompok kabilah pedalaman: Banu Taglib, Banu Namir dan Banu Iyad dipimpin oleh Uqqah bin Abi Uqqah dan Huzail yang dulu bersama-sama dengan Sajah memimpin pasukan untuk menyerang Muslimin di Madinah.
Lantaran pihak Ain Tamr berpendapat bahwa Khalid akan mendatangi mereka, Uqqah berkata kepada Mahran:
"Yang lebih tahu memerangi orang Arab hanya orang Arab. Biarlah kami yang menghadapi Khalid!"
Mahran tersenyum seraya berkata: "Benar kau! Memang benar kalianlah yang lebih tahu memerangi orang Arab, dan kalian seperti kami dalam memerangi orang Persia. Mereka masih kurang dari kalian. Kalau kalian memerlukan kami akan kami bantu."
Beberapa orang Persia tidak menyadari tipu muslihat Mahran ini dan mereka menganggap kata-katanya itu suatu kelemahan. Mereka mencelanya tapi dia menjawab:
"Percayalah, yang kuinginkan segala yang baik untuk kalian dan yang sebaliknya untuk mereka. Orang yang telah membunuh raja-raja kita dan melanda kita dan telah melumpuhkan kita, akan kutangkis dengan mereka sendiri. Kalau mereka dapat melawan Khalid, itulah keuntungan kita; kalau sebaliknya, sebelum mereka bertindak kita hajar mereka. Posisi kita lebih kuat, mereka lemah."
Di sisi lain, pihak Persia sudah membentuk satuan-satuan angkatan perangnya di Anbar dan Ain at-Tamr di dekat Hirah. Satuan-satuan ini sudah mengagak-agak untuk mengancam pasukan Muslimin di tempatnya yang baru.
Khalid perlu bergerak ke sana dan menumpas mereka, dan anggaplah ini sebagai latihan perang-perangan buat dia selama ia 'dalam tahun perempuan' yang dilaluinya dengan menganggur tanpa perang itu.
Hirah diserahkan kepada Qa'qa'. Dengan menempatkan Agra' bin Habis di barisan depan, ia berangkat menyusuri pantai Furat, dimulai dengan memasuki kota Anbar.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan begitu sampai, kota itu dikepungnya. Ia mengeluarkan perintah agar anggota-anggota pasukannya dilengkapi dengan panah. Tetapi kota itu masih kukuh dibentengi tembok-tembok dan parit-parit yang dalam yang digali di sekitarnya.
Sebagai panglima, Khalid tidak sabar kalau tidak segera mendapat kemenangan. Dikelilinginya parit itu, sehingga bila sudah sampai ke bagian yang paling sempit ia mengeluarkan perintah supaya unta-unta yang sudah lemah disembelih lalu dilemparkan ke dalam parit itu untuk menimbunnya.
Kemudian pasukan itu menyeberanginya segera dan langsung memanjat tembok lalu menghancurkan pintu-pintu benteng itu. Mereka sudah siap memasuki kota untuk melakukan serangan dan penawanan, tetapi Syirazad, penguasa kota orang Persia itu menghubungi Khalid bahwa dia bersedia memenuhi tuntutannya untuk damai asal ia dikirim ke tempat perlindungannya dalam satuan yang terdiri dari pasukan berkuda tanpa samasekali membawa harta benda. Khalid setuju dan Syirazad dibebaskan.
Khalid memasuki Anbar dan tinggal di kota itu. Ia mengadakan perdamaian dengan daerah-daerah sekitarnya. Keadaan wilayah itu pun jadi stabil, dan keinginannya hendak melatih kepiawaiannya sebagai panglima perang tercapai sudah.
Setelah Khalid merasa puas dengan keadaan di Anbar dan daerah sekitarnya, pimpinan kota itu diserahkannya kepada Zabriqan bin Badr.
Selanjutnya Khalid siap-siap dengan pasukannya menuju ke Ain Tamr di tepi Sahara - antara Irak dengan pedalaman Syam. Ia mencapai tempat ini dalam waktu tiga hari. Ketika itu Mahran anak Bahram Gobin, kepala daerah Ain Tamr dari pihak Persia.
Sekitar daerah itu dihuni oleh orang-orang Persia dalam jumlah besar. Di samping mereka ini tidak sedikit pula kelompok kabilah pedalaman: Banu Taglib, Banu Namir dan Banu Iyad dipimpin oleh Uqqah bin Abi Uqqah dan Huzail yang dulu bersama-sama dengan Sajah memimpin pasukan untuk menyerang Muslimin di Madinah.
Lantaran pihak Ain Tamr berpendapat bahwa Khalid akan mendatangi mereka, Uqqah berkata kepada Mahran:
"Yang lebih tahu memerangi orang Arab hanya orang Arab. Biarlah kami yang menghadapi Khalid!"
Mahran tersenyum seraya berkata: "Benar kau! Memang benar kalianlah yang lebih tahu memerangi orang Arab, dan kalian seperti kami dalam memerangi orang Persia. Mereka masih kurang dari kalian. Kalau kalian memerlukan kami akan kami bantu."
Beberapa orang Persia tidak menyadari tipu muslihat Mahran ini dan mereka menganggap kata-katanya itu suatu kelemahan. Mereka mencelanya tapi dia menjawab:
"Percayalah, yang kuinginkan segala yang baik untuk kalian dan yang sebaliknya untuk mereka. Orang yang telah membunuh raja-raja kita dan melanda kita dan telah melumpuhkan kita, akan kutangkis dengan mereka sendiri. Kalau mereka dapat melawan Khalid, itulah keuntungan kita; kalau sebaliknya, sebelum mereka bertindak kita hajar mereka. Posisi kita lebih kuat, mereka lemah."
(mhy)