Pembebasan Irak: Kisah Penduduk Hirah Setuju dengan Jizyah
loading...
A
A
A
Tatkala Khalid bin Walid menguasai Istana Khawarnaq dan Istana Najaf, di Irak , komandan perang Persia , Azadabeh lari sebelum bertempur. Ia merasa sangat terpukul dengan apa yang telah menimpa anaknya dan dengan kematian Ardasyir.
Kedua istana yang diduduki Khalid itu adalah tempat musim panas para pembesar Hirah, sementara pasukannya sudah berkemah di depan tembok kota itu.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan larinya Azadabeh itu tidak mengurangi pihak Hirah sendiri untuk mempertahankan keempat benteng kota dan tembok-temboknya dan mengadakan persiapan untuk mempertahankannya sedapat mungkin.
Para perwira Muslimin itu mengajak penguasa-penguasa Hirah untuk menerima satu dari tiga pilihan ini: Islam, jizyah atau pengumuman perang. Tetapi penguasa-penguasa itu memilih perang.
Akhirnya, tak ada jalan lain. Menyerbulah tentara muslim ke istana-istana mereka. Banyak korban dalam perang itu. Pastor-pastor dan rahib-rahib yang banyak terdapat dalam biara-biara di Hirah, begitu melihat pembantaian menimpa mereka dan yang lain, mereka berseru:
"Hai penghuni istana, tak ada orang yang membunuhi kami selain kamu!"
Melihat perlawanan itu tampaknya sia-sia para penghuni istana itu berseru:
"Hai orang-orang Arab! Satu dari yang tiga itu kami setujui. Hentikan serangan kalian sambil menunggu sampai Khalid tiba ke tempat kami."
Khalid menemui penghuni istana itu satu persatu, lalu katanya kepada mereka: "Pilihlah satu dari tiga," kata Khalid lebih lanjut: "Bergabung ke dalam agama kami, kamu mendapat hak dan kewajiban yang sama, walaupun kamu pindah tempat kalau kamu akan tinggal di perkampungan kamu; atau membayar jizyah; atau berperang. Demi Allah, kami datang ke mari dengan orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup."
"Kami akan membayar jizyah," jawab mereka.
Heran juga Khalid atas kegigihan mereka bertahan dalam agama Nasraninya itu, lalu katanya:
"Celaka kamu! Kekufuran itu adalah padang tandus yang menyesatkan. Orang Arab yang paling bodoh ketika dalam perjalanan bertemu dengan dua orang penunjuk jalan, yang dipilihnya orang asing dan yang orang Arab ditinggalkan."
Kata-kata ini tak dapat mengubah kegigihan mereka dari agamanya itu. Mereka bersikap demikian mungkin karena jiwa mereka terpengaruh oleh martabatnya sebagai manusia kalau sampai ia pindah dari keyakinan yang dianutnya, sebab dia sudah kalah lalu terpaksa pindah agama. Juga terpengaruh oleh keadaan kaum Muslimin yang masih baru di Irak. Orang tidak tahu, akan betahkah mereka di Hirah dengan keadaan itu, atau karena hal-hal tertentu mereka akan keluar meninggalkannya.
Khalid telah mengadakan persetujuan dengan mereka dengan pembayaran jizyah 190 ribu dirham. Persetujuan tertulis dibuat antara dia dengan pemuka-pemuka mereka:
"Adi dan Amr anak-anak Adi dan Amr bin Abdul Masih dan lyas bin Qubaisah dan Hiri bin Akal yang berisi persetujuan penduduk Hirah dengan ketentuan jizyah ini, dibayar setiap tahun bagi yang minta perlindungan; bagi yang tidak meminta perlindungan, tidak dikenakan jizyah. Kalau mereka melakukan pengkhianatan, dengan perbuatan atau perkataan, maka haknya sebagai seorang zimmi tak ada lagi".
Mereka memberikan hadiah-hadiah kepada Khalid, yang oleh Khalid kemudian dikirimkan kepada Khalifah Abu Bakar bersama-sama dengan berita kemenangannya dan persetujuan itu. Persetujuan dibenarkan dan hadiah-hadiah itu pun diterima, tetapi dinilainya sebagai jizyah. Maka ia menulis surat kepada Khalid.
Haekal mengatakan ketika menyinggung soal perjanjian itu para penulis sejarah menyebutkan, bahwa ada sebuah cerita aneh meskipun kebenarannya masih diragukan.
Kedua istana yang diduduki Khalid itu adalah tempat musim panas para pembesar Hirah, sementara pasukannya sudah berkemah di depan tembok kota itu.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan larinya Azadabeh itu tidak mengurangi pihak Hirah sendiri untuk mempertahankan keempat benteng kota dan tembok-temboknya dan mengadakan persiapan untuk mempertahankannya sedapat mungkin.
Para perwira Muslimin itu mengajak penguasa-penguasa Hirah untuk menerima satu dari tiga pilihan ini: Islam, jizyah atau pengumuman perang. Tetapi penguasa-penguasa itu memilih perang.
Akhirnya, tak ada jalan lain. Menyerbulah tentara muslim ke istana-istana mereka. Banyak korban dalam perang itu. Pastor-pastor dan rahib-rahib yang banyak terdapat dalam biara-biara di Hirah, begitu melihat pembantaian menimpa mereka dan yang lain, mereka berseru:
"Hai penghuni istana, tak ada orang yang membunuhi kami selain kamu!"
Melihat perlawanan itu tampaknya sia-sia para penghuni istana itu berseru:
"Hai orang-orang Arab! Satu dari yang tiga itu kami setujui. Hentikan serangan kalian sambil menunggu sampai Khalid tiba ke tempat kami."
Khalid menemui penghuni istana itu satu persatu, lalu katanya kepada mereka: "Pilihlah satu dari tiga," kata Khalid lebih lanjut: "Bergabung ke dalam agama kami, kamu mendapat hak dan kewajiban yang sama, walaupun kamu pindah tempat kalau kamu akan tinggal di perkampungan kamu; atau membayar jizyah; atau berperang. Demi Allah, kami datang ke mari dengan orang-orang yang lebih mencintai mati daripada hidup."
"Kami akan membayar jizyah," jawab mereka.
Heran juga Khalid atas kegigihan mereka bertahan dalam agama Nasraninya itu, lalu katanya:
"Celaka kamu! Kekufuran itu adalah padang tandus yang menyesatkan. Orang Arab yang paling bodoh ketika dalam perjalanan bertemu dengan dua orang penunjuk jalan, yang dipilihnya orang asing dan yang orang Arab ditinggalkan."
Kata-kata ini tak dapat mengubah kegigihan mereka dari agamanya itu. Mereka bersikap demikian mungkin karena jiwa mereka terpengaruh oleh martabatnya sebagai manusia kalau sampai ia pindah dari keyakinan yang dianutnya, sebab dia sudah kalah lalu terpaksa pindah agama. Juga terpengaruh oleh keadaan kaum Muslimin yang masih baru di Irak. Orang tidak tahu, akan betahkah mereka di Hirah dengan keadaan itu, atau karena hal-hal tertentu mereka akan keluar meninggalkannya.
Khalid telah mengadakan persetujuan dengan mereka dengan pembayaran jizyah 190 ribu dirham. Persetujuan tertulis dibuat antara dia dengan pemuka-pemuka mereka:
"Adi dan Amr anak-anak Adi dan Amr bin Abdul Masih dan lyas bin Qubaisah dan Hiri bin Akal yang berisi persetujuan penduduk Hirah dengan ketentuan jizyah ini, dibayar setiap tahun bagi yang minta perlindungan; bagi yang tidak meminta perlindungan, tidak dikenakan jizyah. Kalau mereka melakukan pengkhianatan, dengan perbuatan atau perkataan, maka haknya sebagai seorang zimmi tak ada lagi".
Mereka memberikan hadiah-hadiah kepada Khalid, yang oleh Khalid kemudian dikirimkan kepada Khalifah Abu Bakar bersama-sama dengan berita kemenangannya dan persetujuan itu. Persetujuan dibenarkan dan hadiah-hadiah itu pun diterima, tetapi dinilainya sebagai jizyah. Maka ia menulis surat kepada Khalid.
Haekal mengatakan ketika menyinggung soal perjanjian itu para penulis sejarah menyebutkan, bahwa ada sebuah cerita aneh meskipun kebenarannya masih diragukan.