Kewajiban Suami kepada Istrinya, Syaikh Al-Qardhawi: Memenuhi Kebutuhan Material dan Spiritual
Minggu, 24 Maret 2024 - 05:15 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan syari'at mewajibkan kepada suami untuk memenuhi kebutuhan istrinya yang berupa kebutuhan material seperti nafkah, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya, sesuai dengan kondisi masing-masing, atau seperti yang dikatakan oleh Al Qur'an "bil ma'ruf" atau menurut cara yang ma'ruf/patut
"Namun, syari'at tidak pernah melupakan akan kebutuhan-kebutuhan spiritual yang manusia tidaklah bernama manusia kecuali dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut," tutur al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer".
Seorang pujangga kuno berkata: "Maka karena jiwamu itulah engkau sebagai manusia, bukan cuma dengan badanmu."
Bahkan, kata al-Qardhawi, Al Qur'an menyebut perkawinan ini sebagai salah satu ayat di antara ayat-ayat Allah di alam semesta dan salah satu nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Allah berfirman:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." ( QS Ar Rum : 21)
Ayat ini menjadikan sasaran atau tujuan hidup bersuami istri ialah ketenteraman hati, cinta, dan kasih sayang antara keduanya, yang semua ini merupakan aspek kejiwaan, bukan material. Tidak ada artinya kehidupan bersuami isteri yang sunyi dari aspek-aspek maknawi ini, sehingga badan berdekatan tetapi roh berjauhan.
Dalam hal ini banyak suami yang keliru - padahal diri mereka sebenarnya baik - ketika mereka mengira bahwa kewajiban mereka terhadap isteri mereka ialah memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal, tidak ada yang lain lagi.
Dia melupakan bahwa wanita (isteri) itu bukan hanya membutuhkan makan, minum, pakaian, dan lain-lain kebutuhan material, tetapi juga membutuhkan perkataan yang baik, wajah yang ceria, senyum yang manis, sentuhan yang lembut, ciuman yang mesra, pergaulan yang penuh kasih sayang, dan belaian yang lembut yang menyenangkan hati dan menghilangkan kegundahan.
Pernyataan al-Qardhawi ini terkait dengan pertanyaan seorang perempuan yang mengeluhkan perlakuan suaminya. Sang suami tidak pelit memberi nafkah materi akan tetapi tidak menunjukkan sikap yang menyenangkan di depan istrinya.
"Saya tidak pernah mendapatkan wajah yang cerah, perkataan manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan. Dia tidak begitu peduli dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai istri," ujarnya.
"Namun, syari'at tidak pernah melupakan akan kebutuhan-kebutuhan spiritual yang manusia tidaklah bernama manusia kecuali dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut," tutur al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Fatwa-fatwa Kontemporer".
Seorang pujangga kuno berkata: "Maka karena jiwamu itulah engkau sebagai manusia, bukan cuma dengan badanmu."
Bahkan, kata al-Qardhawi, Al Qur'an menyebut perkawinan ini sebagai salah satu ayat di antara ayat-ayat Allah di alam semesta dan salah satu nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Allah berfirman:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." ( QS Ar Rum : 21)
Ayat ini menjadikan sasaran atau tujuan hidup bersuami istri ialah ketenteraman hati, cinta, dan kasih sayang antara keduanya, yang semua ini merupakan aspek kejiwaan, bukan material. Tidak ada artinya kehidupan bersuami isteri yang sunyi dari aspek-aspek maknawi ini, sehingga badan berdekatan tetapi roh berjauhan.
Dalam hal ini banyak suami yang keliru - padahal diri mereka sebenarnya baik - ketika mereka mengira bahwa kewajiban mereka terhadap isteri mereka ialah memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal, tidak ada yang lain lagi.
Dia melupakan bahwa wanita (isteri) itu bukan hanya membutuhkan makan, minum, pakaian, dan lain-lain kebutuhan material, tetapi juga membutuhkan perkataan yang baik, wajah yang ceria, senyum yang manis, sentuhan yang lembut, ciuman yang mesra, pergaulan yang penuh kasih sayang, dan belaian yang lembut yang menyenangkan hati dan menghilangkan kegundahan.
Pernyataan al-Qardhawi ini terkait dengan pertanyaan seorang perempuan yang mengeluhkan perlakuan suaminya. Sang suami tidak pelit memberi nafkah materi akan tetapi tidak menunjukkan sikap yang menyenangkan di depan istrinya.
"Saya tidak pernah mendapatkan wajah yang cerah, perkataan manis, dan perasaan hidup yang menenteramkan. Dia tidak begitu peduli dengan keberadaan saya dan kedudukan saya sebagai istri," ujarnya.
(mhy)