Kisah Pro Kontra Konflik antara Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid
Rabu, 19 Juni 2024 - 05:15 WIB
Khalid bin Walid wafat 4 tahun setelah dirinya dipecat dari segala jabatannya di ketentaraan oleh Khalifah Umar bin Khattab . Beliau tidak meninggalkan harta kekayaan selain kuda, pelayan dan senjatanya.
Setelah mengetahui kematian Khalid, Umar merasa sedih sekali dengan mengatakan: “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Sulaiman! Sungguh tidak seperti yang kami duga.”
Khalid dipensiunkan Khalfah Umar, karena kasus pemberian hadiah kepada Al-Asy'as bin Qais sebesar 10.000 dirham. Khalid bin Walid pulang ke Madinah dan sebagian hartanya disita negara. Setelah itu,4 tahun kemudian beliau wafat.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) mengisahkan suatu hari ketika terjadi pembicaraan mengenai Khalid terkenang oleh Umar dengan mengatakan: "Memang kena benar ia untuk menyumbat tenggorokan musuh. Keberuntungan sudah menjadi bawaannya.”
Ketika itu Ali bin Abi Thalib bertanya: “Tetapi mengapa Anda pecat dia?”
Umar menjawab: “Saya menyesal atas tindakan saya itu.”
Haekal mengatakan kalaupun Umar jujur dengan kesedihannya itu, bukanlah hal yang mengherankan. Kematian akan membawa orang yang telah meninggal ke tingkat kehidupan yang bebas dari segala keinginan hendak menyoraki atau mendengki.
Bagi yang masih hidup semua itu akan meninggalkan kesan sebagai teladan dan pelajaran. Umar sendiri dengan sifat percaya diri yang kuat, sikapnya yang keras dan tegar di samping iman dan keadilannya yang menonjol, juga ia orang yang sangat lembut hati dan penuh kasih.
Hubungan kerabat antara Umar dengan Khalid, itu juga yang membuatnya sedih dan ikut duka atas musibah yang menimpa keluarganya. Bagaimana tak akan sedih terhadap orang seperti Khalid, yang ditangisi dan menjadi kesedihan orang banyak
Bahkan bagaimana ia tak akan merasa sedih, nama Khalid masih selalu bergema di mana-mana, sama dengan Umar yang juga selalu bergaung namanya. Khalid adalah pendiri Kedaulatan Islam terbesar, dan Umar adalah orang terbesar yang telah menopang dan memperkuat sendi-sendi itu dan yang mengarahkan politiknya untuk itu!
Pendapat tentang Pemecatan Khalid
"Demikianlah kisah Khalid dan Umar," tulis Haekal. "Tidak sedikit kalangan sejarawan yang harus berhenti sejenak di bagian ini, dan mereka menempatkan diri sebagai wasit antara kedua orang itu, dengan mengatakan: Ketika memecat Khalid Umar berlaku zalim atau tidak."
Banyak pihak yang begitu fanatik kepada Khalid dan mereka berdiri di pihaknya dan menganggap Umar tidak berlaku adil. Kendatipun cerita tentang Asy’as bin Qais itu benar dengan penggambaran yang begitu buruk dan Khalid memberikan hadiah itu dari harta perolehan perang, menurut hemat mereka tidaklah cukup alasan untuk memecatnya.
Memang benar, Umar keras dalam membuat perhitungan dengan para wakil dan pembantunya. Dia menanyai mereka tentang harta yang mereka peroleh dari daerah masing-masing, dan menahan apa yang diperkirakan mereka peroleh dari harta itu, tetapi dari mereka yang dikenai tuduhan tak ada yang dipecat.
Bahkan Amr bin Ash sebagai gubernur - atau pembantu Umar - di Mesir sudah berulang kali dikenai tuduhan, tetapi tak sampai dipecatnya. Dan tak seorang pun dari wakil atau pembantunya itu yang mempunyai ketangkasan dan kemampuan atau pengaruh seperti Khalid.
Tak seorang pun dari mereka yang begitu jenius dan berani seperti dia dalam mengatur strategi perang. Tidaklah adil Umar bersikap begitu keras dalam menjatuhkan hukuman kepadanya sedang kepada yang lain tidak.
Sebaliknya mereka yang fanatik kepada Umar dan berdiri di pihaknya, dan berpendapat bahwa Umar tidak berlaku zalim terhadap Khalid dengan pemecatannya itu, mengatakan bahwa hadiah yang diberikan kepada Asy’as bukan saja alasan pemecatannya, melainkan juga karena beberapa penampilan Khalid yang angkuh serta tindakannya yang melanggar perintah Khalifah.
Setelah mengetahui kematian Khalid, Umar merasa sedih sekali dengan mengatakan: “Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Sulaiman! Sungguh tidak seperti yang kami duga.”
Khalid dipensiunkan Khalfah Umar, karena kasus pemberian hadiah kepada Al-Asy'as bin Qais sebesar 10.000 dirham. Khalid bin Walid pulang ke Madinah dan sebagian hartanya disita negara. Setelah itu,4 tahun kemudian beliau wafat.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) mengisahkan suatu hari ketika terjadi pembicaraan mengenai Khalid terkenang oleh Umar dengan mengatakan: "Memang kena benar ia untuk menyumbat tenggorokan musuh. Keberuntungan sudah menjadi bawaannya.”
Ketika itu Ali bin Abi Thalib bertanya: “Tetapi mengapa Anda pecat dia?”
Umar menjawab: “Saya menyesal atas tindakan saya itu.”
Haekal mengatakan kalaupun Umar jujur dengan kesedihannya itu, bukanlah hal yang mengherankan. Kematian akan membawa orang yang telah meninggal ke tingkat kehidupan yang bebas dari segala keinginan hendak menyoraki atau mendengki.
Bagi yang masih hidup semua itu akan meninggalkan kesan sebagai teladan dan pelajaran. Umar sendiri dengan sifat percaya diri yang kuat, sikapnya yang keras dan tegar di samping iman dan keadilannya yang menonjol, juga ia orang yang sangat lembut hati dan penuh kasih.
Hubungan kerabat antara Umar dengan Khalid, itu juga yang membuatnya sedih dan ikut duka atas musibah yang menimpa keluarganya. Bagaimana tak akan sedih terhadap orang seperti Khalid, yang ditangisi dan menjadi kesedihan orang banyak
Bahkan bagaimana ia tak akan merasa sedih, nama Khalid masih selalu bergema di mana-mana, sama dengan Umar yang juga selalu bergaung namanya. Khalid adalah pendiri Kedaulatan Islam terbesar, dan Umar adalah orang terbesar yang telah menopang dan memperkuat sendi-sendi itu dan yang mengarahkan politiknya untuk itu!
Pendapat tentang Pemecatan Khalid
"Demikianlah kisah Khalid dan Umar," tulis Haekal. "Tidak sedikit kalangan sejarawan yang harus berhenti sejenak di bagian ini, dan mereka menempatkan diri sebagai wasit antara kedua orang itu, dengan mengatakan: Ketika memecat Khalid Umar berlaku zalim atau tidak."
Banyak pihak yang begitu fanatik kepada Khalid dan mereka berdiri di pihaknya dan menganggap Umar tidak berlaku adil. Kendatipun cerita tentang Asy’as bin Qais itu benar dengan penggambaran yang begitu buruk dan Khalid memberikan hadiah itu dari harta perolehan perang, menurut hemat mereka tidaklah cukup alasan untuk memecatnya.
Memang benar, Umar keras dalam membuat perhitungan dengan para wakil dan pembantunya. Dia menanyai mereka tentang harta yang mereka peroleh dari daerah masing-masing, dan menahan apa yang diperkirakan mereka peroleh dari harta itu, tetapi dari mereka yang dikenai tuduhan tak ada yang dipecat.
Bahkan Amr bin Ash sebagai gubernur - atau pembantu Umar - di Mesir sudah berulang kali dikenai tuduhan, tetapi tak sampai dipecatnya. Dan tak seorang pun dari wakil atau pembantunya itu yang mempunyai ketangkasan dan kemampuan atau pengaruh seperti Khalid.
Tak seorang pun dari mereka yang begitu jenius dan berani seperti dia dalam mengatur strategi perang. Tidaklah adil Umar bersikap begitu keras dalam menjatuhkan hukuman kepadanya sedang kepada yang lain tidak.
Sebaliknya mereka yang fanatik kepada Umar dan berdiri di pihaknya, dan berpendapat bahwa Umar tidak berlaku zalim terhadap Khalid dengan pemecatannya itu, mengatakan bahwa hadiah yang diberikan kepada Asy’as bukan saja alasan pemecatannya, melainkan juga karena beberapa penampilan Khalid yang angkuh serta tindakannya yang melanggar perintah Khalifah.