Kenapa Dilarang Mencela Makanan? Begini Penjelasannya

Kamis, 20 Juni 2024 - 13:34 WIB
Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita tidak mengomentari dengan celaan atas makanan yang disajikan, karena hal itu adalah wujud bersyukur atas nikmat yang masih diberikan. Foto ilustrasi/freepik
Islam sangat melarang mencela atau kebiasan mengomentari makanan . Kenapa demikian dan apa alasannya?

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali tanpa sadar kita berkomentar atau selalu mengomentari tentang makanan yang kita makan.

“Enak sih, tapi dagingnya kurang empuk", “Eh, jangan beli di restoran itu, kuah kaldunya kurang terasa," dan komentar-komentar lainnya, yang cenderung bersifat celaan. Contoh-contoh seperti ini sangat akrab dalam kehidupan kita, bahkan dianggap lumrah dan biasa .

Sebenarnya, menikmati makanan yang dimiliki adalah bagian dari bentuk syukur nikmat atas rezeki yang Allah berikan. Menurut Ustadz Fajar Jaganagara, dai yang rajin menulis di laman dakwah ini, menyebutkan, dengan tidak mengomentari dengan celaan atas makanan adalah wujud bersyukur atas nikmat yang masih diberikan.

Adalah akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam soal makanan begitu menakjubkan. Banyak riwayat kesaksian para sahabat bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi was allam adalah pribadi yang begitu sederhana dalam hal makanan.

Bahkan beliau cenderung lebih sering kelaparan dan kekurangan. Seperti yang dituturkan oleh ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan kondisi rumah tangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ طَعَامِ الْبُرِّ ثَلَاثَ لَيَالٍ تِبَاعًا حَتَّى قُبِضَ


“Tidak pernah keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan kenyang sejak tiba di Madinah dari makan gandum untuk tiga hari berturut-turut hingga beliau wafat.” (HR.Bukhari)

Penuturan yang sama juga datang dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang sering membersamai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,

وَالَّذِى نَفْسُ أَبِى هُرَيْرَةَ بِيَدِهِ مَا شَبِعَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَهْلُهُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ تِبَاعًا مِنْ خُبْزِ حِنْطَةٍ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا


“Demi jiwa Abi Hurairah yang berada dalam genggaman-Nya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah merasakan kenyang untuk tiga hari berturut-turut dari makanan gandum sampai beliau meninggal dunia.” (HR. Muslim)

Rasulullah begitu menghormati makanan apa pun yang disajikan kepadanya. Apa yang beliau sukai maka dimakan, adapun yang kurang diminati maka beliau tinggalkan tanpa komentar berlebihan.

Nabi Tidak Mencela Makanan

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menghapal kebiasaan Nabi yang satu ini. Bahwa termasuk akhlak nubuwah yang diteladankan Nabi kepada umatnya adalah; tidak sekalipun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela makanan.

قَالَ مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- طَعَامًا قَطُّ كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ


"Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan sekalipun. Apabila beliau suka, beliau memakannya, jika beliau tidak suka, beliau meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaihi)

Imam Nawawi menjelaskan ukuran yang masuk dalam kategori mencela makanan, seperti seseorang yang mengatakan, “Ini terlalu asin”, “Makanan ini kurang garam”, “Ini terlalu asam”, “Terlalu encer”, “Belum matang” dan kalimat-kalimat serupa dengan itu. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi, 14/26)

Teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya tentang makanan adalah; ketika dihidangkan makanan yang kurang beliau sukai adalah ketika istri beliau Maimunah radhiyallahu ‘anha menghidangkan kadal gurun (Dhabb) yang dipanggang kepada beliau.

Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuhnya sama sekali. Khalid bin Walid yang pada kesempatan itu berada di sana bertanya, “Apakah ini haram ya Rasulullah?” pertanyaan untuk memastikan tentang hukum memakannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kurang suka dengan dhabb berkomentar dengan sangat halus ketika menolak untuk memakannya. Sebuah komentar tanpa celaan atas apa yang dihidangkan, beliau bersabda:

“Tidak, akan tetapi dhabb ini tidak ada di kampungku, sehingga aku kurang suka.” (HR. Al-Bukhari)

Sebuah tutur yang indah dan adab penuh hikmah dalam berkomentar akan makanan yang kurang disukai, dan inilah yang telah diteladankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, agar tidak mudah mencela makanan yang kurang disuka.

Karena itu, tahanlah lisan untuk mengomentari makanan. Karena teladan dari akhlak nubuwah yang dicontohkan kepada kita begitu sederhana; makanlah sesuatu yang cocok jika itu sesuai dengan selera, dan tinggalkan tanpa perlu berkomentar sesuatu yang mungkin kurang disuka.



Wallahu A'lam
(wid)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More