Kekalahan Pasukan Shalahuddin Al Ayyubi Melawan Eropa di Damaskus dan Ramallah
Rabu, 26 Juni 2024 - 05:15 WIB
Kisah kekalahan pasukan Muslimin di bawah pimpinan Shalahuddin Al Ayyubi atas Eropa terjadi di Damaskus dan Ramallah, Syam diceritakan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "Al-Mukhtar Min al-Kamil fi al-Tarikh; Qishshah Shalahuddin al-Ayyubi" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Tanah Para Nabi"
Peristiwa memilukan itu terjadi pada tahun 572 H. Al Atsir mengisahkan, suatu ketika Syamsuddin Muhammad Ibn Abdul Malik Ibn al-Muqaddam, penguasa Ba'labak mendengar berita bahwa sekelompok pasukan Eropa menginginkan beberapa daerah dari wilayah Ba'labak. Mereka melakukan invasi. Syamsuddin lalu bergerak menghadang mereka.
Ia dan pasukannya yang berjumlah sedikit menyamar seperti para penyair. Atas penyamaran itu, pasukan Eropa terjebak. Banyak di antara pasukan mereka yang terbunuh, dan sekitar 200 orang tentara Eropa menjadi tawanan yang kemudian digiring menuju tempat Shalahuddin al Ayyubi.
Sayangnya, kemenangan itu tidak terjadi di Damaskus. Kala itu, Syamsuddawlah Turansyah -saudara Shalahuddin, penguasa Yaman- telah memimpin Damaskus. Ketika berada di sana, ia mendengar bahwa sekelompok pasukan Eropa telah keluar dari negeri mereka menuju Damaskus.
Ia segera bergerak menghadang gerakan pasukan Eropa, dan bertemu mereka di `Ayn al-Jar. Tampaknya Syamsuddawlah tidak bisa mengungguli mereka, sehingga ia takluk. Tentara Eropa berhasil memenangi pertempuran dan menawan beberapa orang kerabatnya. Di antaranya adalah Saifuddin dan Abu Bakr Ibn al-Sallar. Yang terakhir ini salah seorang spion tentara Damaskus.
Setelah peristiwa ini, Eropa semakin berani. Mereka menyebar di wilayah ini, dan berhasil merebut kembali kemenangan dari tangan Ibn al-Muqaddam.
Kekalahan Shalahuddin di Ramalah
Sementara itu, setahun kemudian yakni pada tahun 573 H di bulan Jumadil Awwal, Shalahuddin al Ayyubi bergerak dari Mesir menuju Pantai Syam untuk melakukan ekspansi ke negeri Eropa. Ia mengumpulkan pasukannya, dan melakukan perjalanan hingga tiba di Asqalan pada tanggal 24 bulan tersebut.
Mereka menjarah, menawan, membunuh, membakar, dan berpencar di wilayah itu dalam keadaan terlena. Tatkala menyaksikan tidak ada tentara Eropa yang muncul, dan tidak ada pula di antara kaum Muslimin sendiri yang mempertahankan daerah tersebut, pasukan Shalahuddin menjadi tamak.
Mereka berpencaran dan berjalan menjelajah wilayah itu dengan rasa aman. Kemudian sampailah Shalahuddin di Ramalah. Ia bermaksud menduduki sebagian benteng Eropa, dan mengepungnya hingga ia bisa mencapai sungai. Lalu pasukan Shalahuddin berdesak-desakan berebut untuk menyeberang sungai.
Shalahuddin tidak memantau mereka, padahal bala tentara Eropa tengah mengintai mereka dengan segala perlengkapan dan persenjataannya.
Shalahuddin saat itu sedang bersama sebagian pasukannya, sebab kebanyakan pasukannya masih berpencar dan bertebaran mencari harta pampasan perang. Ketika Shalahuddin melihat tentara Eropa, ia segera menyiapkan orang-orang yang bersamanya.
Lalu majulah Muhammad, keponakan Shalahuddin. Ia bertempur bersama pasukannya melindungi pamannya. Banyak anggota pasukannya yang terbunuh. Begitu pula dengan tentara Eropa.
Sementara itu Taqiyuddin mempunyai seorang putra bernama Ahmad. Ahmad adalah salah satu pemuda terbaik yang baru menginjak dewasa. Ayahnya memerintahkannya untuk bertempur menghadapi bala tentara Eropa. Ia segera terjun ke medan perang dan bertempur melawan pasukan Eropa, dan kembali dari medan perang dengan selamat.
Ia meninggalkan pengaruh yang sangat besar dalam diri bala tentara Eropa. Kemudian ia diperintahkan lagi untuk terjun ke medan pertempuran kedua kalinya. Ia bertempur lagi, dan tewas sebagai syahid. Ia meninggalkan pujian. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan Ridha-Nya.
Pertempuran selesai dengan kekalahan di pihak kaum Muslimin. Beberapa orang tentara Eropa dibawa menghadap Shalahuddin sebagai tawanan.
Pasukan Shalahuddin dikalahkan, sehingga mundur sedikit. Ia menghentikan sejenak penarikan mundur tersebut agar seluruh pasukannya bisa menyusulnya hingga tiba waktu malam. Kemudian ia melanjutkan perjalanan melalui daratan bersama sisa pasukannya menuju Mesir.
Perjalanan mereka tidak mudah, penuh kesulitan. Mereka diintai kematian dan dahaga. Kuda-kuda perang mereka banyak yang mati karena kehausan, kelaparan, dan cepatnya perjalanan.
Sedangkan pasukan yang memasuki negeri Eropa dalam invasinya, sebagian besarnya terbunuh atau tertawan. Di antara mereka yang tertawan adalah seorang faqih bernama `Isa al-Hikari. Ia adalah salah seorang anggota kabilah al-Asadiyah yang pada hari itu paling gigih dalam bertempur.
Di dalam dirinya berkumpul ilmu pengetahuan, agama, dan keberanian. Saudaranya, al-Zhahir, juga ditawan. Mereka berdua telah memutuskan untuk mengambil jalan kekalahan. Mereka terus melangkah, dan akhirnya ditawan bersama-sama dengan pasukan mereka. Mereka menjadi tawanan musuh selama beberapa tahun.
Shalahuddin akhirnya membebaskan `Isa dan sejumlah besar tawanan lainnya dengan uang tebusan sebesar 60.000 Dinar. Shalahuddin lalu tiba di Kairo pada pertengahan bulan Jumadil Akhir.
Shalahuddin menulis urat dengan tulisan tangannya kepada saudaranya, Syamsuddawlah Turansyah. Ia ketika itu berada di Damaskus, sedang mengenang peperangan itu. Di awal surat itu ia menuliskan: “Aku ingatkan kamu, dan jarak memisahkan kita Tombak dan lembing telah meminum darah kita”.
Ia katakan dalam suratnya tersebut: “Kita pernah mengalami kesalahan lebih dari sekali. Allah tidak menolong kita kecuali ada sesuatu yang Dia kehendaki. Mahasuci Allah: “Dan tidaklah terjadi sesuatu kecuali di dalamnya ada satu perkara”.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada tahun 572 H. Al Atsir mengisahkan, suatu ketika Syamsuddin Muhammad Ibn Abdul Malik Ibn al-Muqaddam, penguasa Ba'labak mendengar berita bahwa sekelompok pasukan Eropa menginginkan beberapa daerah dari wilayah Ba'labak. Mereka melakukan invasi. Syamsuddin lalu bergerak menghadang mereka.
Ia dan pasukannya yang berjumlah sedikit menyamar seperti para penyair. Atas penyamaran itu, pasukan Eropa terjebak. Banyak di antara pasukan mereka yang terbunuh, dan sekitar 200 orang tentara Eropa menjadi tawanan yang kemudian digiring menuju tempat Shalahuddin al Ayyubi.
Sayangnya, kemenangan itu tidak terjadi di Damaskus. Kala itu, Syamsuddawlah Turansyah -saudara Shalahuddin, penguasa Yaman- telah memimpin Damaskus. Ketika berada di sana, ia mendengar bahwa sekelompok pasukan Eropa telah keluar dari negeri mereka menuju Damaskus.
Ia segera bergerak menghadang gerakan pasukan Eropa, dan bertemu mereka di `Ayn al-Jar. Tampaknya Syamsuddawlah tidak bisa mengungguli mereka, sehingga ia takluk. Tentara Eropa berhasil memenangi pertempuran dan menawan beberapa orang kerabatnya. Di antaranya adalah Saifuddin dan Abu Bakr Ibn al-Sallar. Yang terakhir ini salah seorang spion tentara Damaskus.
Setelah peristiwa ini, Eropa semakin berani. Mereka menyebar di wilayah ini, dan berhasil merebut kembali kemenangan dari tangan Ibn al-Muqaddam.
Kekalahan Shalahuddin di Ramalah
Sementara itu, setahun kemudian yakni pada tahun 573 H di bulan Jumadil Awwal, Shalahuddin al Ayyubi bergerak dari Mesir menuju Pantai Syam untuk melakukan ekspansi ke negeri Eropa. Ia mengumpulkan pasukannya, dan melakukan perjalanan hingga tiba di Asqalan pada tanggal 24 bulan tersebut.
Mereka menjarah, menawan, membunuh, membakar, dan berpencar di wilayah itu dalam keadaan terlena. Tatkala menyaksikan tidak ada tentara Eropa yang muncul, dan tidak ada pula di antara kaum Muslimin sendiri yang mempertahankan daerah tersebut, pasukan Shalahuddin menjadi tamak.
Mereka berpencaran dan berjalan menjelajah wilayah itu dengan rasa aman. Kemudian sampailah Shalahuddin di Ramalah. Ia bermaksud menduduki sebagian benteng Eropa, dan mengepungnya hingga ia bisa mencapai sungai. Lalu pasukan Shalahuddin berdesak-desakan berebut untuk menyeberang sungai.
Shalahuddin tidak memantau mereka, padahal bala tentara Eropa tengah mengintai mereka dengan segala perlengkapan dan persenjataannya.
Shalahuddin saat itu sedang bersama sebagian pasukannya, sebab kebanyakan pasukannya masih berpencar dan bertebaran mencari harta pampasan perang. Ketika Shalahuddin melihat tentara Eropa, ia segera menyiapkan orang-orang yang bersamanya.
Lalu majulah Muhammad, keponakan Shalahuddin. Ia bertempur bersama pasukannya melindungi pamannya. Banyak anggota pasukannya yang terbunuh. Begitu pula dengan tentara Eropa.
Sementara itu Taqiyuddin mempunyai seorang putra bernama Ahmad. Ahmad adalah salah satu pemuda terbaik yang baru menginjak dewasa. Ayahnya memerintahkannya untuk bertempur menghadapi bala tentara Eropa. Ia segera terjun ke medan perang dan bertempur melawan pasukan Eropa, dan kembali dari medan perang dengan selamat.
Ia meninggalkan pengaruh yang sangat besar dalam diri bala tentara Eropa. Kemudian ia diperintahkan lagi untuk terjun ke medan pertempuran kedua kalinya. Ia bertempur lagi, dan tewas sebagai syahid. Ia meninggalkan pujian. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan Ridha-Nya.
Pertempuran selesai dengan kekalahan di pihak kaum Muslimin. Beberapa orang tentara Eropa dibawa menghadap Shalahuddin sebagai tawanan.
Pasukan Shalahuddin dikalahkan, sehingga mundur sedikit. Ia menghentikan sejenak penarikan mundur tersebut agar seluruh pasukannya bisa menyusulnya hingga tiba waktu malam. Kemudian ia melanjutkan perjalanan melalui daratan bersama sisa pasukannya menuju Mesir.
Perjalanan mereka tidak mudah, penuh kesulitan. Mereka diintai kematian dan dahaga. Kuda-kuda perang mereka banyak yang mati karena kehausan, kelaparan, dan cepatnya perjalanan.
Sedangkan pasukan yang memasuki negeri Eropa dalam invasinya, sebagian besarnya terbunuh atau tertawan. Di antara mereka yang tertawan adalah seorang faqih bernama `Isa al-Hikari. Ia adalah salah seorang anggota kabilah al-Asadiyah yang pada hari itu paling gigih dalam bertempur.
Di dalam dirinya berkumpul ilmu pengetahuan, agama, dan keberanian. Saudaranya, al-Zhahir, juga ditawan. Mereka berdua telah memutuskan untuk mengambil jalan kekalahan. Mereka terus melangkah, dan akhirnya ditawan bersama-sama dengan pasukan mereka. Mereka menjadi tawanan musuh selama beberapa tahun.
Shalahuddin akhirnya membebaskan `Isa dan sejumlah besar tawanan lainnya dengan uang tebusan sebesar 60.000 Dinar. Shalahuddin lalu tiba di Kairo pada pertengahan bulan Jumadil Akhir.
Shalahuddin menulis urat dengan tulisan tangannya kepada saudaranya, Syamsuddawlah Turansyah. Ia ketika itu berada di Damaskus, sedang mengenang peperangan itu. Di awal surat itu ia menuliskan: “Aku ingatkan kamu, dan jarak memisahkan kita Tombak dan lembing telah meminum darah kita”.
Ia katakan dalam suratnya tersebut: “Kita pernah mengalami kesalahan lebih dari sekali. Allah tidak menolong kita kecuali ada sesuatu yang Dia kehendaki. Mahasuci Allah: “Dan tidaklah terjadi sesuatu kecuali di dalamnya ada satu perkara”.
(mhy)