Ukuran Kebaikan Bukan Banyaknya Harta dan Tingginya Jabatan, Lalu Apa?

Sabtu, 22 Agustus 2020 - 17:10 WIB
Pengasuh Ponpes Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda ketika menyampaiakan tausiyahnya. Foto/Istimewa
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Sultan Fatah Semarang Ustaz Saeful Huda memberi nasihat indah tentang hakikat kebaikan. Beliau mengatakan bahwa kebaikan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Siapa yang tidak ingin kebaikan dan berbuat baik? Sayangnya, sebagian manusia menjadikan ukuran kebaikan adalah banyaknya harta, luasnya ilmu dan tingginya jabatan dan kedudukan. Bahkan manusia menyebut harta dengan "kebaikan" (خير/khair) sebagaimana dalam Al-Qur'an:

ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻟِﺤُﺐِّ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻟَﺸَﺪِﻳﺪٌ


Artinya: "Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada (Al-Khair) harta." (QS. Al 'Adiyat: Ayat 8). ( )

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

ﻭﺇﻧﻪ ﻟﺤﺐ ﺍﻟﺨﻴﺮ – ﻭﻫﻮ : ﺍﻟﻤﺎﻝ – ﻟﺸﺪﻳﺪ

Maksudnya adalah dan dia sungguh sangat mencintai 'khair/kebaikan' yaitu harta." (Tafsir Ibnu Katsir)

Akan tetapi salah satu patokan kebaikan adalah manfaat dan memberikan manfaat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) bersabda:

ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﻨﺎﺱِ ﺃَﻧْﻔَﻌُﻬُﻢْ ﻟِﻠﻨﺎﺱِ

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ahmad, Shahihul Jami’ No: 3289).

( )

Ada pohon yang menjulang tinggi, tetapi tidak memberi manfaat sekitarnya tidak memberikan buah apalagi naungan yang luas. Bahkan akarnya memakan semua saripati tanah membuat kering tanaman sekitar. Itulah orang yang jabatannya tinggi, hartanya banyak dan ilmunya tinggi, tetapi tidak perduli sama sekali dengan sekelilingnya.

"Tidak ada manfaat sedikitpun darinya yang dirasakan oleh manusia. Ia hanya fokus memikirkan diri sendiri, menambah harta dan meninggikan kedudukannya. Ada yang jabatannya tidak terlalu tinggi, harta tidak banyak dan ilmu tidak terlalu banyak, namun memberi manfaat bagi orang banyak dan memudahkan urusan manusia," terang Ustaz yang pernah menimba ilmu di Hadhramaut Yaman ini.

Karena bersedekah tidak harus menunggu kaya. Membantu tidak perlu menunggu dibantu dahulu. Menghormati tidak perlu menunggu dihormati dahulu. Memberi manfaat dengan apa yang ada. Keberadaannya disenangi, ketiadaannya dinanti-nantikan. Kedatangannya disambut gembira. Kepergiaannya disedihkan bahkan ditangisi.

Demikian hakikat kebaikan yang mesti kita pupuk dan jaga hingga akhir hayat. Semoga kita termasuk golongan yang bermanfaat bagi manusia. Aamiin yaa Mujiibas Saa-iliin. ( )

Ponpes Sultan Fatah Semarang
(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اَلَمۡ تَرَ اِلَى الَّذِيۡنَ تَوَلَّوۡا قَوۡمًا غَضِبَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمؕۡ مَّا هُمۡ مِّنۡكُمۡ وَلَا مِنۡهُمۡۙ وَيَحۡلِفُوۡنَ عَلَى الۡكَذِبِ وَهُمۡ يَعۡلَمُوۡنَ
Tidakkah engkau perhatikan orang-orang (munafik) yang menjadikan suatu kaum yang telah dimurkai Allah sebagai sahabat? Orang-orang itu bukan dari (kaum) kamu dan bukan dari (kaum) mereka. Dan mereka bersumpah atas kebohongan, sedang mereka mengetahuinya.

(QS. Al-Mujadilah Ayat 14)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More