Marwan bin Hakam: Mengawini Janda Yazid untuk Melanggengkan Trahnya
Kamis, 12 September 2024 - 16:22 WIB
Marwan bin Hakam menjadi Khalifah Bani Umayyah pada 684 – 685 M atau 64-65H. Ia menggantikan Muawiyah II. Tampilnya Marwan bin Hakam ke puncak kekuasaan Bani Umayyah menjadi titik balik yang penting dalam sejarah perkembangan dinasti ini selanjutnya.
Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Marwan bin Hakam yang sudah berusia 63 tahun mengawini Ummu Khalid, janda Yazid bin Muawiyah untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya. Perkawinan yang tidak seimbang itu sangat kental aroma politik.
Dengan mengawini janda Yazid, Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid, putra termuda Yazid bin Muawiyah dari tuntutan khilafah.
Dalam suatu kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan kepada Khalid dan ibunya. Akibatnya fatal, Ummu Khalid menaruh dendam yang luar biasa. Pada suatu kesempatan, ketika Marwan mendatanginya, bersama para dayang, Ummu Khalid mencekik Marwan beramai-ramai. Marwan meninggal pada usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9 bulan 18 hari. Masa pemerintahannya tak membawa banyak perubahan bagi sejarah Islam.
Dua Khalifah
Sejarah mencatat sosok Marwan bin Hakam tidak begitu diterima oleh para sahabat dan tabiin kala itu. Bahkan beberapa ahli sejarah seperti Adz-Dzahabi seperti dikutip Suyuthi dalam Tarikhul Khulafa’-nya tidak memasukkan Marwan sebagai khalifah.
Pada saat ia memerintah, ia berhadapan dengan Abdullah bin Zubair yang mendapat dukungan besar umat Islam. Pertentangan ini mencapai puncaknya pada Perang Marju Rahith yang terjadi pada 65 H.
Pada peperangan ini pasukan Abdullah bin Zubair mengalami kekalahan cukup telak. Penduduk wilayah Mesir dan Libya yang semula berpihak padanya, mengangkat baiat atas Marwan. Namun wilayah Hijaz, Irak dan Iran tetap tunduk kepada Abdullah bin Zubair.
Dengan demikian, pada masa itu wilayah Islam terpecah menjadi dua khilafah. Daerah Hijaz dan sekitarnya termasuk Makkah dan Madinah tunduk kepada Abdullah bin Zubair. Sedangkan wilayah Syria berada dalam kekuasaan Marwan bin Hakam.
Meriwayatkan Hadis
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat menggolongkan Marwan sebagai tabi’in angkatan pertama.
Marwan meriwayatkan hadis dari Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah. Ia juga meriwayatkan hadits dari sejumlah sahabat senior (Umar, Utsman, Ali, Zaid, dan Busairah).
Sejumlah tabi’in meriwayatkan hadis darinya: Abdul Malik, Sahl bin Sa’ad, Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain, Mujahid, dan sebagainya.
Marwan disebut sebagai pemimpin pemuda Quraisy.
Pascapertempuran Jamal, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang kabar Marwan yang bergabung dengan pasukan Jamal, “Sungguh aku merasa kasihan kepadanya. Ia adalah salah satu pemimpin pemuda Quraisy.”
Ad-Dzahabi berkata: “Ia (Marwan) adalah orang yang ksatria, pemberani, cerdik, dan cerdas.”
Naiknya Marwan menandai berakhirnya era kepemimpinan trah Abu Sufyan, dan beralih pada trah Hakam bin Abu Al-Ash. Dari Marwanlah nanti Khalifah Dinasti Umayyah terus mewaris hingga mencapai puncak kejayaannya, dan mengalami masa dekadensi yang parah, hingga akhirnya tumbang.
Marwan bin Hakam yang sudah berusia 63 tahun mengawini Ummu Khalid, janda Yazid bin Muawiyah untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya. Perkawinan yang tidak seimbang itu sangat kental aroma politik.
Baca Juga
Dengan mengawini janda Yazid, Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid, putra termuda Yazid bin Muawiyah dari tuntutan khilafah.
Dalam suatu kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan kepada Khalid dan ibunya. Akibatnya fatal, Ummu Khalid menaruh dendam yang luar biasa. Pada suatu kesempatan, ketika Marwan mendatanginya, bersama para dayang, Ummu Khalid mencekik Marwan beramai-ramai. Marwan meninggal pada usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9 bulan 18 hari. Masa pemerintahannya tak membawa banyak perubahan bagi sejarah Islam.
Dua Khalifah
Sejarah mencatat sosok Marwan bin Hakam tidak begitu diterima oleh para sahabat dan tabiin kala itu. Bahkan beberapa ahli sejarah seperti Adz-Dzahabi seperti dikutip Suyuthi dalam Tarikhul Khulafa’-nya tidak memasukkan Marwan sebagai khalifah.
Pada saat ia memerintah, ia berhadapan dengan Abdullah bin Zubair yang mendapat dukungan besar umat Islam. Pertentangan ini mencapai puncaknya pada Perang Marju Rahith yang terjadi pada 65 H.
Pada peperangan ini pasukan Abdullah bin Zubair mengalami kekalahan cukup telak. Penduduk wilayah Mesir dan Libya yang semula berpihak padanya, mengangkat baiat atas Marwan. Namun wilayah Hijaz, Irak dan Iran tetap tunduk kepada Abdullah bin Zubair.
Dengan demikian, pada masa itu wilayah Islam terpecah menjadi dua khilafah. Daerah Hijaz dan sekitarnya termasuk Makkah dan Madinah tunduk kepada Abdullah bin Zubair. Sedangkan wilayah Syria berada dalam kekuasaan Marwan bin Hakam.
Meriwayatkan Hadis
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat menggolongkan Marwan sebagai tabi’in angkatan pertama.
Marwan meriwayatkan hadis dari Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah. Ia juga meriwayatkan hadits dari sejumlah sahabat senior (Umar, Utsman, Ali, Zaid, dan Busairah).
Sejumlah tabi’in meriwayatkan hadis darinya: Abdul Malik, Sahl bin Sa’ad, Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain, Mujahid, dan sebagainya.
Marwan disebut sebagai pemimpin pemuda Quraisy.
Pascapertempuran Jamal, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang kabar Marwan yang bergabung dengan pasukan Jamal, “Sungguh aku merasa kasihan kepadanya. Ia adalah salah satu pemimpin pemuda Quraisy.”
Ad-Dzahabi berkata: “Ia (Marwan) adalah orang yang ksatria, pemberani, cerdik, dan cerdas.”