Perbedaan Ajaran Al-Quran dengan Sains Menurut Quraish Shihab

Jum'at, 27 September 2024 - 16:20 WIB
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan Al-Quran menggunakan kata 'ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Antara lain sebagai "proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan" ( QS 2 :31-32).

"Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya," ujar Quraish dalam bukunya berjudul "Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" (Mizan, 1996).

Sementara ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.

Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof --Muslim atau non-Muslim-- pada masa-masa silam, atau klasifikasi yang belakangan ini dikenal seperti, antara lain, ilmu-ilmu sosial, maka pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua katagori:



1. Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya.

2. Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Syari'ah sebagai sumber nilai.

Menurut Quraish, dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan ahli-ahli filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh komunitas tersebut.

"Dalam hal ini, satu-satunya yang menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir adalah alam materi," jelasnya.

Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara ajaran Al-Quran dengan sains tersebut.

Al-Quran menyatakan bahwa obyek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen ( QS 29 :20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS 16 :78).



Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya:

"Maka Aku bersumpah dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat (QS 69:38-39). Dan, Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang tidak dapat kamu melihat mereka." ( QS 7 :27).

"Apa-apa" tersebut, kata Quraish, sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tapi tidak ada dalam dunia empiris.

Ilmuwan tidak boleh mengatasnamakan ilmu untuk menolaknya, karena wilayah mereka hanyalah wilayah empiris. Bahkan pada hakikatnya alangkah banyaknya konsep abstrak yang mereka gunakan, yang justru tidak ada dalam dunia materi seperti misalnya berat jenis benda, atau akar-akar dalam matematika, dan alangkah banyak pula hal yang dapat terlihat potensinya namun tidak dapat dijangkau hakikatnya seperti cahaya.

Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu manusia ( QS 17 :85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu menjangkau nomena ( QS 30 :7).



Dari sini dapat dimengerti adanya pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Al-Quran dan yang --disadari atau tidak-- telah diakui dan dipraktikkan oleh para ilmuwan.

Pengertian ilmu yang dimaksud Quraish dalam hal ini terbatas pada pengertian sempit atau dengan kata lain dalam pengertian science yang meliputi pengungkapan sunnatullah tentang alam raya (hukum-hukum alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang memungkinkan seseorang dapat mempersaksi peristiwa-peristiwa alamiah dalam kondisi tertentu.

Al-Quran antara lain menganjurkan untuk mengamati alam raya, melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya, yang dalam hal ini ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, namun di lain segi terdapat pula perbedaan yang sangat berarti antara pandangan atau penerapan keduanya.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَاِذَاۤ اَنۡعَمۡنَا عَلَى الۡاِنۡسَانِ اَعۡرَضَ وَنَاٰ بِجَانِبِهٖ‌ۚ وَاِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُوۡ دُعَآءٍ عَرِيۡضٍ
Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia, dia berpaling dan menjauhkan diri (dengan sombong); tetapi apabila ditimpa malapetaka maka dia banyak berdoa.

(QS. Fussilat Ayat 51)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More