Khotbah Utsman bin Affan Bernada Emosional setelah Dilantik Menjadi Khalifah
Senin, 07 Oktober 2024 - 05:15 WIB
SESUDAH Umar bin Khattab wafat karena terkena tikam, Majelis Syura memilih Utsman bin Affan sebagai penggantinya. Kaum muslimin pun banyak membaiatnya.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan selesai dibaiat konon Utsman naik ke mimbar menyampaikan khotbahnya dan dia mencak-mencak marah sekali.
"Saudara-saudara," katanya, "perjalanan pertama ini sulit, dan sesudah hari ini masih akan ada hari-hari panjang. Kalau saya masih akan hidup khotbah ini akan kalian terima seperti apa adanya. Kita memang bukan ahli khotbah, tetapi Allah akan memberikan pelajaran kepada kita."
Bahkan, selesai dilantik konon ia berkhotbah di depan orang banyak dengan mengatakan: "Saudara-saudara, kalian di suatu negeri yang gelisah dan berada dalam sisa-sisa umur. Maka pergunakanlah segera dalam waktu yang masih ada pada kalian ini dengan perbuatan yang baik. Kalian sudah datang, waktu pagi atau sore. Ya, dunia ini penuh tipu muslihat, maka tentang Allah, janganlah kalian tertipu oleh kekuatan setan. Bercerminlah kepada mereka yang sudah lalu. Kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan lalai."
"Di manakah penduduk dunia ini dan saudara-saudaranya yang telah mengolahnya, lalu memakmurkannya dan yang telah lama menikmatinya? Tidakkah kalian lemparkan mereka? Jauhilah dunia yang sudah dijauhkan oleh Allah, dan tuntutlah akhirat yang lebih baik, sebab Allah sudah memberikan perumpamaan mengenai itu. Allah Yang Mahaagung berfirman:
Almaalu walbanuuna ziinatul hayaatid dunya wal baaqiyaatus saalihaatu khairun 'inda Rabbika sawaabanw wa khairun amalaa
Artinya: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." [ QS 18 :46].
Ibnu Katsir mengutip khotbah ini dan menyanggah pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Utsman marah-marah. Dia mengatakan bahwa yang mereka sebutkan itu tak ada dasarnya.
Menurut Haekal, Ibnu Katsir sudah berlebihan dengan pendapatnya itu. Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mencatat isi khotbah Utsman ketika dia marah-marah itu dan menyebutkan pula sanadnya.
"Saya cenderung untuk memperkuat sumber Ibn Sa'd ini dan meragukan khotbah mimbar yang dikutip Ibn Kasir, at-Tabari dan yang lain," ujar Haekal.
Wajar sekali tentunya selama hari-hari Majelis Syura itu Utsman menjadi sibuk sekali untuk menyiapkan pidato yang akan disampaikan menyusul hari pelantikannya. Juga wajar sekali jika dia mengatakan kepada mereka bahwa setelah itu hari-hari masih panjang, dan bahwa khotbahnya itu akan mereka terima seperti apa adanya.
At-Tabari dan Ibn Kasir mencatat bahwa langkah pertama yang diambil Utsman sesudah pelantikannya itu menambah dana bantuan yang diberikan kepada umat melebihi pemberian di masa Umar bin Khattab. "Menambah pemberian dana bantuan demikian tentu tidak sesuai dengan khotbahnya yang semuanya berisi zuhud, mengingkari kesenangan hidup di dunia!" ujar Haekal.
Apa pun yang terjadi, kata Haekal, kedua khotbah itu tidak menggambarkan politik yang terpikir akan dijalankan oleh Utsman di kemudian hari. Besar sekali dugaan bahwa ia belum lagi merencanakan suatu kebijakan yang batas-batasnya sudah jelas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika hendak memerangi kaum murtad.
Dan seperti yang dilakukan Umar ketika memerintahkan pengembalian para tawanan perang orang-orang Arab kepada keluarga masing-masing. Lalu, ketika memerintahkan pengosongan orang-orang Nasrani Najran dari perkampungan mereka, atau ketika mengadakan mobilisasi untuk diberangkatkan ke Irak sebagai bala bantuan kepada Musanna.
"Mungkin juga perbedaan watak antara Umar dengan Utsman, antara yang keras dengan yang lemah-lembut, yang telah memaksa Utsman tidak segera membuat rencana kebijakannya itu," kata Haekal.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menceritakan selesai dibaiat konon Utsman naik ke mimbar menyampaikan khotbahnya dan dia mencak-mencak marah sekali.
"Saudara-saudara," katanya, "perjalanan pertama ini sulit, dan sesudah hari ini masih akan ada hari-hari panjang. Kalau saya masih akan hidup khotbah ini akan kalian terima seperti apa adanya. Kita memang bukan ahli khotbah, tetapi Allah akan memberikan pelajaran kepada kita."
Bahkan, selesai dilantik konon ia berkhotbah di depan orang banyak dengan mengatakan: "Saudara-saudara, kalian di suatu negeri yang gelisah dan berada dalam sisa-sisa umur. Maka pergunakanlah segera dalam waktu yang masih ada pada kalian ini dengan perbuatan yang baik. Kalian sudah datang, waktu pagi atau sore. Ya, dunia ini penuh tipu muslihat, maka tentang Allah, janganlah kalian tertipu oleh kekuatan setan. Bercerminlah kepada mereka yang sudah lalu. Kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan lalai."
"Di manakah penduduk dunia ini dan saudara-saudaranya yang telah mengolahnya, lalu memakmurkannya dan yang telah lama menikmatinya? Tidakkah kalian lemparkan mereka? Jauhilah dunia yang sudah dijauhkan oleh Allah, dan tuntutlah akhirat yang lebih baik, sebab Allah sudah memberikan perumpamaan mengenai itu. Allah Yang Mahaagung berfirman:
اَلۡمَالُ وَ الۡبَـنُوۡنَ زِيۡنَةُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ۚ وَالۡبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيۡرٌ عِنۡدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيۡرٌ اَمَلًا
Almaalu walbanuuna ziinatul hayaatid dunya wal baaqiyaatus saalihaatu khairun 'inda Rabbika sawaabanw wa khairun amalaa
Artinya: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." [ QS 18 :46].
Ibnu Katsir mengutip khotbah ini dan menyanggah pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Utsman marah-marah. Dia mengatakan bahwa yang mereka sebutkan itu tak ada dasarnya.
Menurut Haekal, Ibnu Katsir sudah berlebihan dengan pendapatnya itu. Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mencatat isi khotbah Utsman ketika dia marah-marah itu dan menyebutkan pula sanadnya.
"Saya cenderung untuk memperkuat sumber Ibn Sa'd ini dan meragukan khotbah mimbar yang dikutip Ibn Kasir, at-Tabari dan yang lain," ujar Haekal.
Wajar sekali tentunya selama hari-hari Majelis Syura itu Utsman menjadi sibuk sekali untuk menyiapkan pidato yang akan disampaikan menyusul hari pelantikannya. Juga wajar sekali jika dia mengatakan kepada mereka bahwa setelah itu hari-hari masih panjang, dan bahwa khotbahnya itu akan mereka terima seperti apa adanya.
At-Tabari dan Ibn Kasir mencatat bahwa langkah pertama yang diambil Utsman sesudah pelantikannya itu menambah dana bantuan yang diberikan kepada umat melebihi pemberian di masa Umar bin Khattab. "Menambah pemberian dana bantuan demikian tentu tidak sesuai dengan khotbahnya yang semuanya berisi zuhud, mengingkari kesenangan hidup di dunia!" ujar Haekal.
Baca Juga
Apa pun yang terjadi, kata Haekal, kedua khotbah itu tidak menggambarkan politik yang terpikir akan dijalankan oleh Utsman di kemudian hari. Besar sekali dugaan bahwa ia belum lagi merencanakan suatu kebijakan yang batas-batasnya sudah jelas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika hendak memerangi kaum murtad.
Dan seperti yang dilakukan Umar ketika memerintahkan pengembalian para tawanan perang orang-orang Arab kepada keluarga masing-masing. Lalu, ketika memerintahkan pengosongan orang-orang Nasrani Najran dari perkampungan mereka, atau ketika mengadakan mobilisasi untuk diberangkatkan ke Irak sebagai bala bantuan kepada Musanna.
"Mungkin juga perbedaan watak antara Umar dengan Utsman, antara yang keras dengan yang lemah-lembut, yang telah memaksa Utsman tidak segera membuat rencana kebijakannya itu," kata Haekal.
(mhy)