Dalam Kondisi Darurat yang Haram Bisa Menjadi Halal, Ini Batas Darurat Itu
Minggu, 30 Agustus 2020 - 05:00 WIB
SEMUA binatang yang diharamkan , ketentuan itu berlaku ketika dalam keadaan normal. Adapun ketika dalam keadaan darurat , maka hukumnya tersendiri, yaitu halal . (
Allah Taala berfirman: "Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam keadaan terpaksa." (QS al-An'am: 119)
Dan di ayat lain, setelah Allah menyebut tentang haramnya bangkai, darah dan sebagainya kemudian diikutinya dengan mengatakan:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Baqarah: 173)
Batas Darurat
Darurat yang sudah disepakati oleh semua ulama , yaitu darurat dalam masalah makanan , karena ditahan oleh kelaparan.
Sementara ulama memberikan batas darurat itu berjalan sehari-semalam, sedang dia tidak mendapatkan makanan kecuali barang-barang yang diharamkan itu. Waktu itu dia boleh makan sekedarnya sesuai dengan dorongan darurat itu dan guna menjaga dari bahaya.
Imam Malik memberikan suatu pembatas, yaitu sekadar kenyang, dan boleh menyimpannya sehingga mendapat makanan yang lain.
Ahli fiqih yang lain berpendapat: dia tidak boleh makan, melainkan sekadar dapat mempertahankan sisa hidupnya.
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qardhawi dalam buku Halal dan Haram dalam Islam berpendapat barangkali di sinilah jelasnya apa yang dimaksud dalam firman Allah ghaira baghin wala 'adin (dengan tidak sengaja dan melewati batas) itu.
Perkataan ghairah baghin maksudnya: Tidak mencari-cari alasan karena untuk memenuhi keinginan (seleranya). Sedang yang dimaksud dengan wala 'adin, yaitu: tidak melewati batas ketentuan darurat. Sedang apa yang dimaksud dengan daruratnya lapar, yaitu seperti yang dijelaskan Allah dalam firmannya, dengan tegas Ia mengatakan:
فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Allah Taala berfirman: "Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam keadaan terpaksa." (QS al-An'am: 119)
Dan di ayat lain, setelah Allah menyebut tentang haramnya bangkai, darah dan sebagainya kemudian diikutinya dengan mengatakan:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Baqarah: 173)
Batas Darurat
Darurat yang sudah disepakati oleh semua ulama , yaitu darurat dalam masalah makanan , karena ditahan oleh kelaparan.
Sementara ulama memberikan batas darurat itu berjalan sehari-semalam, sedang dia tidak mendapatkan makanan kecuali barang-barang yang diharamkan itu. Waktu itu dia boleh makan sekedarnya sesuai dengan dorongan darurat itu dan guna menjaga dari bahaya.
Imam Malik memberikan suatu pembatas, yaitu sekadar kenyang, dan boleh menyimpannya sehingga mendapat makanan yang lain.
Ahli fiqih yang lain berpendapat: dia tidak boleh makan, melainkan sekadar dapat mempertahankan sisa hidupnya.
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qardhawi dalam buku Halal dan Haram dalam Islam berpendapat barangkali di sinilah jelasnya apa yang dimaksud dalam firman Allah ghaira baghin wala 'adin (dengan tidak sengaja dan melewati batas) itu.
Perkataan ghairah baghin maksudnya: Tidak mencari-cari alasan karena untuk memenuhi keinginan (seleranya). Sedang yang dimaksud dengan wala 'adin, yaitu: tidak melewati batas ketentuan darurat. Sedang apa yang dimaksud dengan daruratnya lapar, yaitu seperti yang dijelaskan Allah dalam firmannya, dengan tegas Ia mengatakan:
فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ