Kisah Kiai Ahmad Dahlan Merombak Ruang Tamu Rumahnya Menjadi Ruang Kelas
Senin, 11 November 2024 - 12:40 WIB
KH Ahmad Dahlan (1868 – 1923) adalah seorang Ulama Besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Muhammadiyah .
Muhammadiyah adalah garda depan (mainstream) gerakan civil society Indonesia. Organisasi ini telah lulus melewati ujian zaman yang sekaligus menggambarkan eksistensi kekuatan gerakan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini.
"Di antara sekian banyak kontibusi Muhammadiyah terhadap bangsa ini, pendidikan adalah yang paling menonjol," tulis Prof Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed dalam buku berjudul "KH Ahmad Dahlan" Bab "Pembaharuan Pendidikan KH Ahmad Dahlan" (Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015).
Sejak awal didirikannya, kata Mu'ti, Muhammadiyah telah menggariskan perjuangannya sebagai gerakan Islam yang menempuh medan perjuangan terutama melalui jalur pendidikan.
Hal ini tertuang misalnya dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Muhammadiyah yang menjadikan pendirian lembaga pendidikan sebagai syarat pendirian Cabang/Wilayah/ Daerah.
Muhammadiyah juga membentuk 2 (dua) majelis khusus untuk menangani bidang pendidikan yaitu Majelis Pendididikan Dasar dan Menengah (Majelis Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi (Majelis Dikti).
Kiai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi ini, sangat memahami bahwa dengan pendidikanlah masyarakat Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan.
Merealisasikan ide progresif ini, Kiai Dahlan kemudian merombak ruang tamu rumahnya menjadi sebuah ruang kelas.
Dari ruang kecil inilah awal mula lahirnya Amal Usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang di kemudian hari berkembang beratus bahkan beribu Amal Usaha di seluruh penjuru tanah air.
Rintisan Kiai Dahlan ini di kemudian hari terus berkembang seiring dengan berkembangnya cabang-cabang Muhammadiyah di seantero Indonesia.
Hingga saat ini, di usianya yang telah mencapai 112 tahun, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 15.000 lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh tanah air.
Hal ini menjadi salah satu bukti nyata kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa Indonesia, pada khususnya dan untuk kemanusiaan secara luas.
Hal ini jua sekaligus menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan basis organisasi masyarakat sipil (civil society) terbesar dan terkuat di dunia dengan dukungan sumber daya daya struktur organisasi yang mapan.
2 Sistem Pendidikan
Pada masa Kiai Dahlan di Indonesia berkembang 2 (dua) sistem pendidikan; pendidikan Barat dengan sekolah-sekolah formalnya yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda dan pendidikan nonformal berupa pesantren yang diasuh oleh para ahli agama atau kiai.
Kedua sistem pendidikan ini tidak hanya berbeda dari secara formalitas dan legalitasnya. Akan tetapi keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda dari segi kurikulum, proses, maupun tujuannya.
Pendidikan Barat adalah sistem pendidikan sekuler yang tidak memasukkan agama di dalamnya. Sebaliknya, pendidikan pesantren tidak memasukkan “materi-materi umum” di dalamnya.
Perbedaan mendasar ini membawa implikasi yang serius tidak hanya pada hasil lulusannya (outcome), tapi juga berpengaruh pada ranah sosial yang lebih luas.
Di tengah situasi semacam inilah pendidikan Muhammadiyah lahir. KH Ahmad Dahlan merintis jalan baru sistem pendidikan Indonesia dengan memadukan antara sistem pendidikan Barat dan pesantren.
Terobosan baru pendidikan Muhammadiyah ini berhasil mengakhiri dikotomi Pendidikan umum dan pendidikan agama di Indonesia.
KH Ahmad Dahlan telah menorehkan karya nyata untuk bangsa dengan melakukan pembaharuan di bidang pendidikan.
Muhammadiyah adalah garda depan (mainstream) gerakan civil society Indonesia. Organisasi ini telah lulus melewati ujian zaman yang sekaligus menggambarkan eksistensi kekuatan gerakan yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini.
"Di antara sekian banyak kontibusi Muhammadiyah terhadap bangsa ini, pendidikan adalah yang paling menonjol," tulis Prof Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed dalam buku berjudul "KH Ahmad Dahlan" Bab "Pembaharuan Pendidikan KH Ahmad Dahlan" (Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015).
Sejak awal didirikannya, kata Mu'ti, Muhammadiyah telah menggariskan perjuangannya sebagai gerakan Islam yang menempuh medan perjuangan terutama melalui jalur pendidikan.
Hal ini tertuang misalnya dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Muhammadiyah yang menjadikan pendirian lembaga pendidikan sebagai syarat pendirian Cabang/Wilayah/ Daerah.
Muhammadiyah juga membentuk 2 (dua) majelis khusus untuk menangani bidang pendidikan yaitu Majelis Pendididikan Dasar dan Menengah (Majelis Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi (Majelis Dikti).
Kiai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi ini, sangat memahami bahwa dengan pendidikanlah masyarakat Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan.
Merealisasikan ide progresif ini, Kiai Dahlan kemudian merombak ruang tamu rumahnya menjadi sebuah ruang kelas.
Dari ruang kecil inilah awal mula lahirnya Amal Usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang di kemudian hari berkembang beratus bahkan beribu Amal Usaha di seluruh penjuru tanah air.
Rintisan Kiai Dahlan ini di kemudian hari terus berkembang seiring dengan berkembangnya cabang-cabang Muhammadiyah di seantero Indonesia.
Hingga saat ini, di usianya yang telah mencapai 112 tahun, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 15.000 lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang tersebar di seluruh tanah air.
Hal ini menjadi salah satu bukti nyata kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa Indonesia, pada khususnya dan untuk kemanusiaan secara luas.
Hal ini jua sekaligus menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan basis organisasi masyarakat sipil (civil society) terbesar dan terkuat di dunia dengan dukungan sumber daya daya struktur organisasi yang mapan.
2 Sistem Pendidikan
Pada masa Kiai Dahlan di Indonesia berkembang 2 (dua) sistem pendidikan; pendidikan Barat dengan sekolah-sekolah formalnya yang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda dan pendidikan nonformal berupa pesantren yang diasuh oleh para ahli agama atau kiai.
Kedua sistem pendidikan ini tidak hanya berbeda dari secara formalitas dan legalitasnya. Akan tetapi keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda dari segi kurikulum, proses, maupun tujuannya.
Pendidikan Barat adalah sistem pendidikan sekuler yang tidak memasukkan agama di dalamnya. Sebaliknya, pendidikan pesantren tidak memasukkan “materi-materi umum” di dalamnya.
Perbedaan mendasar ini membawa implikasi yang serius tidak hanya pada hasil lulusannya (outcome), tapi juga berpengaruh pada ranah sosial yang lebih luas.
Di tengah situasi semacam inilah pendidikan Muhammadiyah lahir. KH Ahmad Dahlan merintis jalan baru sistem pendidikan Indonesia dengan memadukan antara sistem pendidikan Barat dan pesantren.
Terobosan baru pendidikan Muhammadiyah ini berhasil mengakhiri dikotomi Pendidikan umum dan pendidikan agama di Indonesia.
KH Ahmad Dahlan telah menorehkan karya nyata untuk bangsa dengan melakukan pembaharuan di bidang pendidikan.
(mhy)