Ketika KH Ahmad Dahlan Undang Tokoh Komunis Semaoen dan Darsono
loading...
A
A
A
Kiai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah ulama besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Muhammadiyah . Beliau dikenal sangat terbuka. Sejumlah penulis menyebut KH Ahmad Dahlan pernah mengundang tokoh-tokoh nasional, termasuk tokoh komunis, pada acara penting Muhammadiyah.
Imron Mustofa dalam buku "KH Ahmad Dahlan Si Penyantun" mencatat kisah pertemuan Semaoen dan Darsono dengan KH Ahmad Dahlan. Kala itu, KH Ahmad Dahlan merasa perlu mendidik orang-orang Muhammadiyah agar paham masalah politik.
KH Ahmad Dahlan mengundang aktivis dari Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) antara lain Ir. A. Baars, Darsono dan Semaoen, kelak menjadi tokoh Partai Komunis Indonesia. KH Ahmad Dahlan mengundang mereka ke Kauman, Yogjakarta.
H.M. Sudja’ dalam buku "Cerita Tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan" juga mencatat hal yang sama. Kala itu, Darsono mengecam pemerintah Hindia-Belanda.
Darsono menyebut pemerintah Hindia-Belanda sebagai kapitalis dan imperialis yang menindas dan merampas kesejahteraan rakyat. Berikutnya giliran Semaun yang banyak bicara mengenai ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Setelah Darsono dan Semaun selesai pidato. Pimpinan pertemuan mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi pidato Darsono dan Semaun.
KH Ahmad Dahlan mengundang aktivis komunis tak lain untuk memperkuat pemaknaan keadilan sosial dalam Islam. Sebagaimana kita tahu bahwa gagasan utama komunisme adalah perjuangan sosial. Tampaknya KH Ahmad Dahlan ingin mempelajari perspektif lain mengenai misi sosial bagi umat.
Perspektif alternatif itu sangat berguna untuk mendalami makna surat al-Ma’un. Di dalam surat Al-Ma’un, KH Ahmad Dahlan mendefinisikan orang-orang miskin bukan hanya pada soal ketiadaan harta, tapi pada ‘posisi ketidakberdayaan’. Pemahaman inilah yang di kemudian hari membuat Kiai Dahlan menggarap dakwah Islam di berbagai bidang dari sosial, pendidikan dan kesehatan.
Hanya saja, dampak pidato Darsono dan Semaoen cukup besar pada Muhammadiyah. Dampak negatif adalah permintaan berhenti sebagai anggota Muhammadiyah oleh beberapa priyayi pamong praja.
Sedangkan dampak positifnya, sebagaimana ditulis Kiai Sudja’, semangat pada mubaligh Muhammadiyah untuk berdakwah. Menurut para mubaligh, jika komunisme saja bisa mempengaruhi banyak orang, mengapa ajaran Islam yang menjunjung keadilan dan kesetaraan tak bisa?
Ketum PKI Pertama
Sekadar mengingatkan, Semaun adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama. Lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, pada 1899 sebelumnya sebagai propaganaris Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV).
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
Hakikat politik adalah lobi dan komunikasi. Oleh karena itu dalam implementasinya harus cair, tidak perlu dibatasi oleh sekat partai atau golongan apa pun. KH Ahmad Dahlan telah memberikan contoh nyata tentang hal tersebut.
Tatkala awal pendirian Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan juga bergabung dengan Boedi Oetomo untuk belajar keorganisasian. Belakangan dr Soetomo selaku pendiri Boedi Oetomo pun bersedia bergabung dengan Muhammadiyah.
Soetomo bahkan memimpin amal usaha kesehatan (klinik) Muhammadiyah di Surabaya, yang kini berkembang menjadi RS Muhammaidyah Mas Mansyur Surabaya.
Dikisahkan juga, seusai membentuk Aisyiyah, KH Dahlan mengundang tokoh komunis dari Kepanjen, Malang, Woro Sastroatmojo.
Dengan bersemangat, Woro dan satu rekannya secara fasih menguraikan tentang gerakan Sarekat Islam “Merah” dengan tegas dan lancar. “Bukan intisari pidatonya si pembicara, melainkan tegak-tegap sigap cakap-cukupnya wanita pembicara dan semangatnya,” tulis Kiai Syuja’, yang murid langsung Kiai Dahlan, tentang maksud mengundang tokoh komunis itu.
Tak lama berselang, Kiai Dahlan juga menerima permintaan dua tokoh ISDV, Semaoen dan Darsono, untuk berpidato di rapat terbuka Muhammadiyah.
Berbeda dengan rapat Muhammadiyah yang biasanya diawali doa, kali ini langsung dengan ketukan palu sebagai tanda acara telah dibuka. “Semaoen dalam pidatonya menerangkan di sekitar sama rata sama rasa, yang di atas diturunkan, yang di bawah dijunjung,” cerita Syuja’.
Imron Mustofa dalam buku "KH Ahmad Dahlan Si Penyantun" mencatat kisah pertemuan Semaoen dan Darsono dengan KH Ahmad Dahlan. Kala itu, KH Ahmad Dahlan merasa perlu mendidik orang-orang Muhammadiyah agar paham masalah politik.
KH Ahmad Dahlan mengundang aktivis dari Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) antara lain Ir. A. Baars, Darsono dan Semaoen, kelak menjadi tokoh Partai Komunis Indonesia. KH Ahmad Dahlan mengundang mereka ke Kauman, Yogjakarta.
H.M. Sudja’ dalam buku "Cerita Tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan" juga mencatat hal yang sama. Kala itu, Darsono mengecam pemerintah Hindia-Belanda.
Darsono menyebut pemerintah Hindia-Belanda sebagai kapitalis dan imperialis yang menindas dan merampas kesejahteraan rakyat. Berikutnya giliran Semaun yang banyak bicara mengenai ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Setelah Darsono dan Semaun selesai pidato. Pimpinan pertemuan mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi pidato Darsono dan Semaun.
KH Ahmad Dahlan mengundang aktivis komunis tak lain untuk memperkuat pemaknaan keadilan sosial dalam Islam. Sebagaimana kita tahu bahwa gagasan utama komunisme adalah perjuangan sosial. Tampaknya KH Ahmad Dahlan ingin mempelajari perspektif lain mengenai misi sosial bagi umat.
Perspektif alternatif itu sangat berguna untuk mendalami makna surat al-Ma’un. Di dalam surat Al-Ma’un, KH Ahmad Dahlan mendefinisikan orang-orang miskin bukan hanya pada soal ketiadaan harta, tapi pada ‘posisi ketidakberdayaan’. Pemahaman inilah yang di kemudian hari membuat Kiai Dahlan menggarap dakwah Islam di berbagai bidang dari sosial, pendidikan dan kesehatan.
Hanya saja, dampak pidato Darsono dan Semaoen cukup besar pada Muhammadiyah. Dampak negatif adalah permintaan berhenti sebagai anggota Muhammadiyah oleh beberapa priyayi pamong praja.
Sedangkan dampak positifnya, sebagaimana ditulis Kiai Sudja’, semangat pada mubaligh Muhammadiyah untuk berdakwah. Menurut para mubaligh, jika komunisme saja bisa mempengaruhi banyak orang, mengapa ajaran Islam yang menjunjung keadilan dan kesetaraan tak bisa?
Ketum PKI Pertama
Sekadar mengingatkan, Semaun adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama. Lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, pada 1899 sebelumnya sebagai propaganaris Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV).
Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
Hakikat politik adalah lobi dan komunikasi. Oleh karena itu dalam implementasinya harus cair, tidak perlu dibatasi oleh sekat partai atau golongan apa pun. KH Ahmad Dahlan telah memberikan contoh nyata tentang hal tersebut.
Tatkala awal pendirian Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan juga bergabung dengan Boedi Oetomo untuk belajar keorganisasian. Belakangan dr Soetomo selaku pendiri Boedi Oetomo pun bersedia bergabung dengan Muhammadiyah.
Soetomo bahkan memimpin amal usaha kesehatan (klinik) Muhammadiyah di Surabaya, yang kini berkembang menjadi RS Muhammaidyah Mas Mansyur Surabaya.
Dikisahkan juga, seusai membentuk Aisyiyah, KH Dahlan mengundang tokoh komunis dari Kepanjen, Malang, Woro Sastroatmojo.
Dengan bersemangat, Woro dan satu rekannya secara fasih menguraikan tentang gerakan Sarekat Islam “Merah” dengan tegas dan lancar. “Bukan intisari pidatonya si pembicara, melainkan tegak-tegap sigap cakap-cukupnya wanita pembicara dan semangatnya,” tulis Kiai Syuja’, yang murid langsung Kiai Dahlan, tentang maksud mengundang tokoh komunis itu.
Tak lama berselang, Kiai Dahlan juga menerima permintaan dua tokoh ISDV, Semaoen dan Darsono, untuk berpidato di rapat terbuka Muhammadiyah.
Berbeda dengan rapat Muhammadiyah yang biasanya diawali doa, kali ini langsung dengan ketukan palu sebagai tanda acara telah dibuka. “Semaoen dalam pidatonya menerangkan di sekitar sama rata sama rasa, yang di atas diturunkan, yang di bawah dijunjung,” cerita Syuja’.