Pendidikan Muhammadiyah: Kisah KH Ahmad Dahlan Dianggap Muktazilah sampai Murtad

Senin, 18 November 2024 - 08:47 WIB
KH Ahmad Dahlan: Beragama secara dogmatik adalah proses pembodohan dan pangkal konservatisme yang anti modernitas. Ilustrasi: Ist/MHY
MUHAMMADIYAH tengah memperingati milad yang ke-112 tahun ini. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini lahir pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 M. Bagaimana sejatinya perjuangan Pahlawan Nasional ini dalam membangun pendidikan sehingga seperti sekarang ini?

Prof Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed menyebut salah satu terobosan KH Ahmad Dahlan adalah melakukan pembaharuan dalam bidang kurikulum dan metode pendidikan. Menurutnya, setidaknya ada 3 langkah yang ditempuh Kiai Dahlan dalam melakukan pembaharuan dalam bidang tersebut.

Pertama, Kiai Ahmad Dahlan memasukkan mata pelajaran umum ke dalam pendidikan lembaga pendidikan Islam. Selain mengikuti dan mengadopsi sistem kurikulum Belanda , di dalam sekolah Muhammadiyah juga mengajarkan ilmu-ilmu agama.

Metode belajar yang diterapkan juga menggunakan sistem klasikal dengan materi belajar terstruktur sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing kelas.

"Itu berbeda dengan pengajaran di pesantren yang menerapkan metode sorogan dan wetonan/bandungan," tulis Prof Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed dalam buku berjudul "KH Ahmad Dahlan" Bab "Pembaharuan Pendidikan KH Ahmad Dahlan".



Buku tersebut diterbitkan oleh Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015. Kini, Abdul Mu'ti yang Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Saat itu, terobosan yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan bukanlah hal yang mudah. Tantangan justru datang dari kalangan umat Islam sendiri. Ilmu-ilmu itu dalam pandangan mereka adalah ilmu kafir yang tidak penting untuk dipelajari. Sampai-sampai ada yang menuduh Ahmad Dahlan murtad, penganut Mu’tazilah yang menurut pemahaman akidah mereka dianggap sebagai aliran sesat.

Bahkan sampai 1933 disebutkan bahwa sekolah Muhammadiyah sebagai sekolah kebelanda-belandaan atau kebarat-baratan.

Kedua, Kiai Ahmad Dahlan mengajarkan pendidikan agama ekstra kurikuler di sekolah-sekolah Belanda.

Perjuangan Kiai Ahmad Dahlan untuk memasukkan materi agama ke dalam sekolah tidak berhenti di kalangan internal umat Islam saja. Pada April 1922 ia meminta kepada pemerintah agar memberi izin bagi orang Islam untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah Goebernemen.

Usaha ini berhasil. Kiai Ahmad Dahlan sendiri juga mengajar agama di OSVIA (sekolah pamong praja) di Magelang, dan Kweekschool (sekolah guru) di Jetis, Jogjakarta.



Kiai Ahmad Dahlan sengaja memilih dua sekolah tersebut karena dalam pandangannya para guru dan pamong praja adalah kelompok strategis yang mampu membawa perubahan di masyarakat.

Puncaknya, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah swasta yang meniru sekolah Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya.

Ketiga, Kiai Ahmad Dahlan memberikan ceramah agama menjelang dimulainya rapat-rapat di Budi Utomo. Ini merupakan terobosan baru di mana Ahmad Dahlan memberikan pendidikan agama non-formal.

Kiai Ahmad Dahlan menilai para anggota Budi Utomo adalah intelektual yang perlu mendapatkan penanaman nilai-nilai dan jiwa agama yang memperkuat komitmen dan kepribadian sebagai agent pembaharuan.

Secara personal Kiai Ahmad Dahlan tidak hanya memiliki kedekatan dengan Budi Utomo, tetapi secara strategis beliau menjadikan organisasi elite priayi Jawa ini sebagai akses untuk mengembangkan gerakan Muhammadiyah.

Gagasan pendirian Muhammadiyah sebagai organisasi justru datang dari murid-murid Kiai Ahmad Dahlan di Budi Utomo. Dengan dibentuknya organisasi gagasan pembaharuan Muhammadiyah dapat terlembaga dan berkesinambungan.

Selain pembaharuan kurikulum, Kiai Ahmad Dahlan juga melakukan pembaharuan metode pendidikan Islam.



Dalam mengajarkan agama, Kiai Ahmad Dahlan membuka wawasan dengan metode tanya jawab dan kebebasan mengajukan pertanyaan.

Pembaharuan dua arah ini sangat berbeda dengan pendidikan tradisional yang hanya satu arah. Metode pendidikan tradisional tidak memberikan keleluasaan kepada murid untuk bertanya mereka dipandang sebagai objek belajar.

Dalam pendidikan tradisional guru ditempatkan sebagai sumber belajar utama yang dimuliakan secara feodal. Menatap mata guru dan bertanya dianggap sebagai akhlak tercela.

Kiai Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan metode pendidikan dengan memandang murid sebagai subyek belajar yang leluasa mengajukan pertanyaan dan berdialog dengan gurunya.

Pembaharuan metode pendidikan yang lainnya adalah pendekatan integratif dan multi disiplin dalam menjelaskan ajaran agama. Kiai Ahmad Dahlan berusaha menjelaskan dengan ilmu-ilmu modern sehingga dapat memberikan perspektif luas bagi murid-muridnya.

Agama bukanlah doktrin yang harus diterima secara dogmatik. Beragama secara dogmatik adalah proses pembodohan dan pangkal konservatisme yang anti modernitas.

Kiai Ahmad Dahlan mengkritik keras taklid buta. Selain karena bertentangan dengan ajaran Islam, taklid akan membuat Islam hidup dalam keterbelakangan.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِيۡنَ يَفۡرَحُوۡنَ بِمَاۤ اَتَوْا وَّيُحِبُّوۡنَ اَنۡ يُّحۡمَدُوۡا بِمَا لَمۡ يَفۡعَلُوۡا فَلَا تَحۡسَبَنَّهُمۡ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الۡعَذَابِ‌ۚ وَلَهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ
Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang pedih.

(QS. Ali 'Imran Ayat 188)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More