Muhammadiyah Meniru Kaum Nasrani? Begini Konsep Welas Asih Kiai Ahmad Dahlan
Kamis, 05 Desember 2024 - 21:02 WIB
MUHAMMADIYAH kini tengah memperingati milad yang ke-112. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini lahir pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 M. Muhammadiyah dan KH Ahmad Dahlan dikenal berjuang untuk kalangan tertindas, kaum mustadl’afin. Lalu, benarkan amal usaha Muhammadiyah seperti sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan meniru pengalaman kaum Kristiani ?
"Kesatuan kemanusiaan merupakan pengetahuan yang meliputi seluruh sejarah dari bangsa-bangsa di dunia sebagai dasar pencapaian kebahagiaan hidup bersama seluruh umat manusia," tulis Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan dalam buku "KH Ahmad Dahlan (1868-1923)" bab "Kiai Ahmad Dahlan Mengganti Jimat, Dukun, dan Yang Keramat Dengan Ilmu Pengetahuan Basis Pencerahan Umat Bagi Pemihakan Terhadap Si Ma’un" menjawab soal itu.
Buku ini diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. Abdul Munir Mulkan adalah Guru Besar tetap UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, pernyataan itu mengawali uraian ringkas Kiai Ahmad Dahlan tentang kesatuan ilmu dan kemanusiaan, kesatuan kebenaran yang bersumber Al-Qur'an dengan temuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan pengalaman kemanusiaan.
"Bagi Kiai Ahmad Dahlan, kebenaran dan kebaikan ajaran Islam ketika memberi manfaat orang banyak tidak terbatas dinikmati golongannya sendiri, tapi bagi seluruh kemanusiaan," ujarnya.
Menurutnya, kebenaran dan kebaikan Islam bagi semua orang bisa diperoleh jika ajaran Islam yang termaktub dalam Kitab Al-Qur'an dipahami dan diterapkan dengan mempergunakan akal pikiran dan hati suci serta sikap welas-asih (cinta-kasih).
Melalui pemikiran mendalam dan ke-welas-asih-an itulah, setiap Muslim bisa menemukan kebenaran dan kebaikan di dalam praktik kehidupan manusia berbeda agama, ideologi politik dan kebangsaannya.
Hanya dengan jalan demikian dengan kerja keras penuh pengorbanan tanpa kenal lelah hingga kematian menjemput, kemajuan peradaban dan iptek terus bisa dikembangkan, keselamatan dunia dan kemanusiaan universal bisa dicapai.
Dua Dokumen
Paparan berkaitan dengan berbagai problem epistemologi, keselamatan inklusif di dunia dan kemanusiaan universal tersebut bisa dikaji dari dua dokumen penting yang terbit pada 1923 dan 1924 yang lahir dari pemikiran Kiai Ahmad Dahlan.
Dokumen pertama, terbit berjudul Praeadvies Dari Hoofdbestuur Perserikatan Moehammadiyah di Yogjakarta Pada Kongres Islam Besar Cirebon.
Kongres Islam pertama di Cirebon itu berlangsung pada 1921. Dokumen kedua berjudul Kesatuan Hidup Manusia diduga merupakan transkrip pidato terakhir Kiai Ahmad Dahlan pada Kongres gerakan ini pada Desember 1922.
Abdul Munir Mulkhan mengatakan akal suci bagi Kiai Ahmad Dahlan ialah jalan pikiran sesuai fakta, berpikir secara cermat dan kritis, penempatan hasil pemikiran bukan kebenaran final, dengan tujuan mencari yang lebih bermanfaat bagi kebaikan hidup orang banyak.
Akal suci demikian hanya mungkin tumbuh melalui pendidikan yang penerapannya memerlukan hati suci dan sikap welas-asih.
Apa yang disebut hati suci dan welas-asih menurut Kiai Ahmad Dahlan ialah kesediaan manusia menahan nafsu, bersedia berkurban serta tidak kikir dan malas dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, menjadikan keluhuran dunia bukan sebagai tujuan final, melainkan sebagai jalan mencapai keluhuran akhirat.
Berdasar pemikirannya tersebut, Kiai Dahlan memandang bahwa hanya ada satu kebenaran dan kebaikan yaitu yang benar-benar terbukti bermanfaat bagi kebaikan hidup banyak orang.
Kebaikan dan kebenaran demikian secara empiris bisa diperoleh dari cara dan pengalaman hidup beragam umat manusia dengan beragam agama yang dipeluk.
"Kesatuan kemanusiaan merupakan pengetahuan yang meliputi seluruh sejarah dari bangsa-bangsa di dunia sebagai dasar pencapaian kebahagiaan hidup bersama seluruh umat manusia," tulis Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan dalam buku "KH Ahmad Dahlan (1868-1923)" bab "Kiai Ahmad Dahlan Mengganti Jimat, Dukun, dan Yang Keramat Dengan Ilmu Pengetahuan Basis Pencerahan Umat Bagi Pemihakan Terhadap Si Ma’un" menjawab soal itu.
Buku ini diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. Abdul Munir Mulkan adalah Guru Besar tetap UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, pernyataan itu mengawali uraian ringkas Kiai Ahmad Dahlan tentang kesatuan ilmu dan kemanusiaan, kesatuan kebenaran yang bersumber Al-Qur'an dengan temuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan pengalaman kemanusiaan.
"Bagi Kiai Ahmad Dahlan, kebenaran dan kebaikan ajaran Islam ketika memberi manfaat orang banyak tidak terbatas dinikmati golongannya sendiri, tapi bagi seluruh kemanusiaan," ujarnya.
Menurutnya, kebenaran dan kebaikan Islam bagi semua orang bisa diperoleh jika ajaran Islam yang termaktub dalam Kitab Al-Qur'an dipahami dan diterapkan dengan mempergunakan akal pikiran dan hati suci serta sikap welas-asih (cinta-kasih).
Melalui pemikiran mendalam dan ke-welas-asih-an itulah, setiap Muslim bisa menemukan kebenaran dan kebaikan di dalam praktik kehidupan manusia berbeda agama, ideologi politik dan kebangsaannya.
Hanya dengan jalan demikian dengan kerja keras penuh pengorbanan tanpa kenal lelah hingga kematian menjemput, kemajuan peradaban dan iptek terus bisa dikembangkan, keselamatan dunia dan kemanusiaan universal bisa dicapai.
Dua Dokumen
Paparan berkaitan dengan berbagai problem epistemologi, keselamatan inklusif di dunia dan kemanusiaan universal tersebut bisa dikaji dari dua dokumen penting yang terbit pada 1923 dan 1924 yang lahir dari pemikiran Kiai Ahmad Dahlan.
Dokumen pertama, terbit berjudul Praeadvies Dari Hoofdbestuur Perserikatan Moehammadiyah di Yogjakarta Pada Kongres Islam Besar Cirebon.
Kongres Islam pertama di Cirebon itu berlangsung pada 1921. Dokumen kedua berjudul Kesatuan Hidup Manusia diduga merupakan transkrip pidato terakhir Kiai Ahmad Dahlan pada Kongres gerakan ini pada Desember 1922.
Abdul Munir Mulkhan mengatakan akal suci bagi Kiai Ahmad Dahlan ialah jalan pikiran sesuai fakta, berpikir secara cermat dan kritis, penempatan hasil pemikiran bukan kebenaran final, dengan tujuan mencari yang lebih bermanfaat bagi kebaikan hidup orang banyak.
Akal suci demikian hanya mungkin tumbuh melalui pendidikan yang penerapannya memerlukan hati suci dan sikap welas-asih.
Apa yang disebut hati suci dan welas-asih menurut Kiai Ahmad Dahlan ialah kesediaan manusia menahan nafsu, bersedia berkurban serta tidak kikir dan malas dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran, menjadikan keluhuran dunia bukan sebagai tujuan final, melainkan sebagai jalan mencapai keluhuran akhirat.
Berdasar pemikirannya tersebut, Kiai Dahlan memandang bahwa hanya ada satu kebenaran dan kebaikan yaitu yang benar-benar terbukti bermanfaat bagi kebaikan hidup banyak orang.
Kebaikan dan kebenaran demikian secara empiris bisa diperoleh dari cara dan pengalaman hidup beragam umat manusia dengan beragam agama yang dipeluk.
Lihat Juga :