Bagaimana Meraih Keberkahan dalam Makanan?
Selasa, 08 September 2020 - 13:06 WIB
Ada satu doa hampir semua orang hapal, termasuk anak-anak usia dini. Yaitu doa sebelum makan, “Allaahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaabannaar.” Inti dari doa ini adalah “memohon keberkahan” dari rezeki yang telah Allah karuniakan, sehingga kita terpelihara dari keburukan (terutama dari siksa neraka).
Bagaimana sebenarnya, mencari keberkahan dalam makanan yang kita makan ini? Ada ceramah menarik yang disampaikan Ustadz Mubarak Bamualim, Lc, M.H.I, tadi pagi. Beliau menerangkan dari sebuah hadis yaitu hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘Anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذا وَقَعَتْ لُقمَةُ أَحدِكُمْ، فَليَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أذىً وليَأْكُلْهَا، وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ، وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ، فإِنه لاَ يَدرِي في أَيِّ طعامِهِ البركةُ
“Apabila ada sepotong makanan kalian yang jatuh, maka ambillah potongan makan yang jatuh itu kemudian bersihkan dan makanlah. Dan janganlah orang itu membiarkan makanan tersebut untuk syetan. Dan jangan dia mengeringkan tangannya dengan sapu tangan (tisu atau serbet) hingga dia menjilat i jari jemarinya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui pada bagian manakah dari makan dia itu yang disana terdapat berkah.” (HR. Muslim)
(Baca juga : Kondisi Ini yang Membuat Perempuan Menjadi Sumber Fitnah )
Hadis ini menjelaskan kepada kita tentang tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkan untuk pandai mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga betul-betul kita manfaatkan rezeki yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita. Jangan kita remehkan, jangan kita bersikap tabdzir (boros), terkadang ada orang yang makanannya jatuh baru sebentar atau jatuh di tempat yang tidak ada kotorannya sama sekali, itu langsung dibuang. Padahal Islam melarang kita tabdzir .
"Oleh karena itu kalau kita mempunyai makanan yang cukup, manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalau misalnya seseorang tidak mau memakan makanan itu, sedekahkan kepada orang lain. Karena masih banyak orang-orang yang kurang makanannya,"ungkapnya saat mengisi kajian pagi di radio rodja Jakarta.
(Baca juga : Istri Tak Taat, Suami Berhak Tidak Menafkahi? )
Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan dalam hadis ini supaya tidak menjadi orang yang mubazir . Karena Allah menyebutkan dalam firmanNya :
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Bahwa orang-orang yang tabdzir itu adalah saudara-saudara syetan.” (QS. Al-Isra: 27)
Ini adalah adab yang pertama yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dalam hadis ini. Yaitu makanan yang terjatuh diambil, dibersihkan, dimakan. Kalau tidak ada kotoran, maka bisa langsung dimakan, tidak ada masalah. (Baca juga : Inilah Manfaat Harta yang Bisa Memborong Pahala )
Mengapa kita mengambil makanan yang terjatuh itu kemudian kita bersihkan lalu kita makan? Kata Beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
،وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ
“Dan jangan dia biarkan makanan itu untuk syetan.”
Ini menunjukkan bahwa syetan ketika ada makanan jatuh dan dibiarkan maka akan dimakan oleh syetan. Setan tidak bisa mengambil makanan atau ikut serta dalam makanan kita kalau kita membaca Bismillah.
وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ
“Dan jangan dia membersihkan tangannya dengan sapu tangan atau dengan tisu, hingga dia menjilati jari jemarinya yang digunakan untuk makan itu (tangan kanannya).”
(Baca juga : Komisi VIII DPR Tegaskan Pemerintah Tak Berhak Sertifikasi Ulama )
Apa alasannya? Yaitu karena dia tidak mengetahui pada bagian makanan manakah terdapat keberkahan . Jadi kita menghabiskan makanan itu untuk mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Makanan yang berkah dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala apabila masuk dalam tubuh seseorang akan menjadi kekuatan baginya untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebaliknya, makanan yang tidak ada berkahnya atau makanan dari hasil yang haram, ini akan menjadikan seorang yang makan itu ada kekuatan tetapi untuk maksiat pada Allah Subhanahu wa ta’ala.
(Baca juga : Jokowi: Kita Samakan Frekuensi, Bahwa Kita Memang dalam Kondisi Krisis )
Makanya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dan ulama-ulama yang lainnya menyebutkan tentang pengaruh makanan yang halal terhadap tubuh manusia berkaitan dengan amal perbuatan manusia. Jika seseorang makan dari makanan yang halal kemudian dia menyebut nama Allah ketika memakannya, maka makanan-makanan itu akan menjadi kekuatan baginya dan dia terdorong untuk melaksanakan amal-amal kebaikan, amal-amal saleh.
Sebaliknya, seorang yang makan dari makanan yang haram kemudian ada kekuatan dalam dirinya, namun makan yang haram ini mendorong dia untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
(Baca juga : Seniman Indonesia Unjuk Kebolehan di Festival Seni dan Teknologi Terbesar Dunia )
Makanya Allah perintahkan kepada para Nabi dan kaum mukminin untuk makan yang baik dan halal, jangan sampai memakan makanan yang haram. Orang-orang yang makan riba, itu juga berpengaruh dalam dirinya, pengaruh pada tubuhnya dan perbuatan-perbuatannya. Semakin banyak seseorang memakan riba, dia semakin kuat untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Na’udzubillahi min dzalik.
Wallahu A'lam
Bagaimana sebenarnya, mencari keberkahan dalam makanan yang kita makan ini? Ada ceramah menarik yang disampaikan Ustadz Mubarak Bamualim, Lc, M.H.I, tadi pagi. Beliau menerangkan dari sebuah hadis yaitu hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘Anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذا وَقَعَتْ لُقمَةُ أَحدِكُمْ، فَليَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أذىً وليَأْكُلْهَا، وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ، وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ، فإِنه لاَ يَدرِي في أَيِّ طعامِهِ البركةُ
“Apabila ada sepotong makanan kalian yang jatuh, maka ambillah potongan makan yang jatuh itu kemudian bersihkan dan makanlah. Dan janganlah orang itu membiarkan makanan tersebut untuk syetan. Dan jangan dia mengeringkan tangannya dengan sapu tangan (tisu atau serbet) hingga dia menjilat i jari jemarinya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui pada bagian manakah dari makan dia itu yang disana terdapat berkah.” (HR. Muslim)
(Baca juga : Kondisi Ini yang Membuat Perempuan Menjadi Sumber Fitnah )
Hadis ini menjelaskan kepada kita tentang tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkan untuk pandai mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga betul-betul kita manfaatkan rezeki yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita. Jangan kita remehkan, jangan kita bersikap tabdzir (boros), terkadang ada orang yang makanannya jatuh baru sebentar atau jatuh di tempat yang tidak ada kotorannya sama sekali, itu langsung dibuang. Padahal Islam melarang kita tabdzir .
"Oleh karena itu kalau kita mempunyai makanan yang cukup, manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalau misalnya seseorang tidak mau memakan makanan itu, sedekahkan kepada orang lain. Karena masih banyak orang-orang yang kurang makanannya,"ungkapnya saat mengisi kajian pagi di radio rodja Jakarta.
(Baca juga : Istri Tak Taat, Suami Berhak Tidak Menafkahi? )
Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan dalam hadis ini supaya tidak menjadi orang yang mubazir . Karena Allah menyebutkan dalam firmanNya :
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Bahwa orang-orang yang tabdzir itu adalah saudara-saudara syetan.” (QS. Al-Isra: 27)
Ini adalah adab yang pertama yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dalam hadis ini. Yaitu makanan yang terjatuh diambil, dibersihkan, dimakan. Kalau tidak ada kotoran, maka bisa langsung dimakan, tidak ada masalah. (Baca juga : Inilah Manfaat Harta yang Bisa Memborong Pahala )
Mengapa kita mengambil makanan yang terjatuh itu kemudian kita bersihkan lalu kita makan? Kata Beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
،وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ
“Dan jangan dia biarkan makanan itu untuk syetan.”
Ini menunjukkan bahwa syetan ketika ada makanan jatuh dan dibiarkan maka akan dimakan oleh syetan. Setan tidak bisa mengambil makanan atau ikut serta dalam makanan kita kalau kita membaca Bismillah.
وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ
“Dan jangan dia membersihkan tangannya dengan sapu tangan atau dengan tisu, hingga dia menjilati jari jemarinya yang digunakan untuk makan itu (tangan kanannya).”
(Baca juga : Komisi VIII DPR Tegaskan Pemerintah Tak Berhak Sertifikasi Ulama )
Apa alasannya? Yaitu karena dia tidak mengetahui pada bagian makanan manakah terdapat keberkahan . Jadi kita menghabiskan makanan itu untuk mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Makanan yang berkah dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala apabila masuk dalam tubuh seseorang akan menjadi kekuatan baginya untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebaliknya, makanan yang tidak ada berkahnya atau makanan dari hasil yang haram, ini akan menjadikan seorang yang makan itu ada kekuatan tetapi untuk maksiat pada Allah Subhanahu wa ta’ala.
(Baca juga : Jokowi: Kita Samakan Frekuensi, Bahwa Kita Memang dalam Kondisi Krisis )
Makanya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dan ulama-ulama yang lainnya menyebutkan tentang pengaruh makanan yang halal terhadap tubuh manusia berkaitan dengan amal perbuatan manusia. Jika seseorang makan dari makanan yang halal kemudian dia menyebut nama Allah ketika memakannya, maka makanan-makanan itu akan menjadi kekuatan baginya dan dia terdorong untuk melaksanakan amal-amal kebaikan, amal-amal saleh.
Sebaliknya, seorang yang makan dari makanan yang haram kemudian ada kekuatan dalam dirinya, namun makan yang haram ini mendorong dia untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
(Baca juga : Seniman Indonesia Unjuk Kebolehan di Festival Seni dan Teknologi Terbesar Dunia )
Makanya Allah perintahkan kepada para Nabi dan kaum mukminin untuk makan yang baik dan halal, jangan sampai memakan makanan yang haram. Orang-orang yang makan riba, itu juga berpengaruh dalam dirinya, pengaruh pada tubuhnya dan perbuatan-perbuatannya. Semakin banyak seseorang memakan riba, dia semakin kuat untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Na’udzubillahi min dzalik.
Wallahu A'lam
(wid)