Haruskah Anak Perempuan Dikhitan?
Minggu, 20 September 2020 - 14:17 WIB
Perintah khitan yang paling sering kita dengar adalah untuk anak-laki-laki. Bagi anak perempuan, khitan ini kurang populer bahkan mungkin banyak yang tidak tahu. Apakah khitan bagi anak perempuan sama diwajibkan seperti anak-laki-laki? Bagaimana pandangannya menurut syariat Islam ?
Ustadzah Aini Aryani, Lc, dari Rumahfiqih Indonesia menjelaskan, dalil yang menjadi dasar pensyariatan khitan adalah sebagai berikut:
Allah Ta'ala berfirman :
لَا جَرَمَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْتَكْبِرِينَ
"Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus (QS. An-Nahl: 23).
(Baca juga : Inilah Balasan Bagi yang Pandai Bersyukur )
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Khitan itu sunnah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita." (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu;anhu, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Nabi Ibrahim as. Berkhitan saat berusia 80 tahun dengan qadur / kapak. (HR Bukhari dan muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu'anha, Rasulullah bersabda : “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR. Muslim)
Dari dalil-dalil tersebut, menurut Ustadzah Aini, menjelaskan bahwa khitan bagi anak perempuan jelas disyariatkan. Namun jika ditinjau dari hukumnya , para ulama fiqih berbeda pendapat. Ada yang mengatakan wajib, tidak wajib, dan ada juga yang memandang itu pemuliaan atas perempuan.
(Baca juga : Bila Hijrah Terhalang Masa Lalu, Apa yang Harus Dilakukan? )
Berikut pandangan khitan bagi anak perempuan menurut empat mazhab:
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab ini sepakat bahwa berkhitan tidak diwajibkan bagi perempuan, mayoritas ulama dari mazhab ini tidak memandangnya dari kacamata hukum taklifi, namun sebagai kemuliaan bagi perempuan.
Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :
الختانان موضع القطع من الذّكر والفرج وهو سنّةٌ للرّجل مكرمةٌ لها
Khitan itu memotong sebagian dari zakar (kemaluan laki-laki) dan farji (kemaluan perempuan). Hukumnya Sunnah bagi laki-laki, dan bagi perempuan merupakan sebuah kemuliaan.
(Baca juga : Ummu Al-Hasan : Potret Pentingnya Perempuan Mencari Ilmu )
Az-Zaila’i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq menuliskan sebagai berikut :
وختان المرأة ليس بسنة، وإنما هو مكرمة للرجال لأنه ألذ في الجماع
"Tidaklah sunnah bagi perempuan berkhitan, tetapi sebuah kemuliaan bagi laki-laki, karena dapat menambah keintiman dalam berhubungan suami istri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Al-Qarafi (684 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya Adz-Dzakhirah sebagai berikut :
كرهه مالك يوم الولادة ويوم السابع لأنه من فعل اليهود قال وحد الختان الأمر بالصلاة من سبع سنين إلى عشر قال ابن حبيب الختان سنة للرجال مكرمة للنساء
Makruh bagi imam Malik mengkhitan anak pada hari kelahiran ataupun hari ke tujuh, Karena itu perbuatannya orang-orang Yahudi. Dan membatasi usia khitan ketika anak berumur 7 tahun, sebagaimana diperintah untuk mereka shalat dari umur tujuh tahun hingga sepuluh tahun. Ibnu Hubaib mengatakan, berkhitan bagi laki-laki sunnah, sedangkan bagi perempuan merupakan kemuliaan.
(Baca juga : Lecehkan Gerakan Salat, 4 Pemuda Digelandang Polres Sampang )
Al-Hathab Ar-Ru'aini (954 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil sebagai berikut :
وأما الخفاض فقال ابن عرفة والخفاض في النساء الرسالة مكرمة وروى
Adapun khitan bagi perempuan, Ibnu ‘Arafah mengatakan bahwa itu adalah syari’at yang mulia.
3. Mazhab Asy-Syafi’i
Madzhab ini memandang bahwa berkhitan bagi laki-laki dan perempuan itu hukumnya wajib. Sebagaimana penuturan di bawah ini:
An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya Minhaj At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiin fi Al-Fiqh menuliskan sebagai berikut :
ويجب ختان المرأة بجزء من اللحمة بأعلى الفرج والرجل بقطع ما يغطي حشفته بعد البلوغ ويندب تعجيله في سابعة
Wajib bagi perempuan berkhitan, dengan memotong sebagian daging kecil yang berada di bagian atas kemaluan, dan bagi laki-laki dengan menghilangkan sebagian kulit penutup bagian depan dari kemaluan, dan disunnahkan bagi laki-laki untuk menyegerakan khitan di umur tujuh tahun.
(Baca juga : Sejarah Tak Masuk Kurikulum, PDIP: Mendikbud Tak Paham Perjuangan Bangsa )
Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) yang juga ulama mazhab Asy-syafi'iyah di dalam kitabnya Asnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib menuliskan sebagai berikut.
(و) من (قطع شيءٍ من بظر المرأة) (الخفاض) أي اللّحمة الّتي في أعلى الفرج فوق مخرج البول تشبه عرف الدّيك، وتقليله أفضل
"Dengan memotong sebagian daging kecil -yang berada di bagian atas farji, letaknya diatas tempat keluarnya urin, dan bentuknya menyerupai jengger ayam-, itu hukumnya afdhal (utama).
(Baca juga : Tingkatkan Layanan, Amphuri-BNI Syariah Bangun Sistem Digitalisasi Haji & Umroh )
Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Tuhafatu Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :
ويجب أيضًا (ختان) المرأة والرّجل
Diwajibkan juga berkhitan bagi perempuan dan laki-laki .
Al-Khatib Asy-Syirbini (w. 977 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :
(ويجب ختان المرأة بجزءٍ) أي قطعه
"Diwajibkan berkhitan bagi perempuan, dengan menghilangkan sebagian daging kecil di atas kemaluannya.]
4. Mazhab Al-Hanabilah
Adapun mazhab Al-Hanabilah, hukum berkhitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Wajib bagi laki-laki, dan tidak wajib bagi perempuan.
Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فأمّا الختان فواجبٌ على الرّجال، ومكرمةٌ في حقّ النّساء، وليس بواجبٍ عليهنّ
Diwajibkan bagi laki-laki berkhitan, sedangkan bagi perempuan tidaklah diwajibkan, melainkan hanya sebuah kemuliaan bagi yang mengerjakannya.
(Baca juga : PKS Nilai Sudah Saatnya Pemerintah Revisi UU Migas )
Kesimpulannya, mazhab Syafi’i mengatakan bahwa hukum khitan itu wajib atas laki-laki maupun perempuan. Sedangkan mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali tidak memandang khitan atas perempuan dari sisi hukum taklifi, melainkan dari sisi afdhaliyyah (keutamaan). Ketiga mazhab tersebut mengatakan bahwa khitan yang dilakukan pada anak perempuan merupakan tindakan pemuliaan Islam atas perempuan.
Wallahu A'lam
Ustadzah Aini Aryani, Lc, dari Rumahfiqih Indonesia menjelaskan, dalil yang menjadi dasar pensyariatan khitan adalah sebagai berikut:
Allah Ta'ala berfirman :
لَا جَرَمَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْتَكْبِرِينَ
"Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus (QS. An-Nahl: 23).
(Baca juga : Inilah Balasan Bagi yang Pandai Bersyukur )
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Khitan itu sunnah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita." (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu;anhu, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Nabi Ibrahim as. Berkhitan saat berusia 80 tahun dengan qadur / kapak. (HR Bukhari dan muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu'anha, Rasulullah bersabda : “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR. Muslim)
Dari dalil-dalil tersebut, menurut Ustadzah Aini, menjelaskan bahwa khitan bagi anak perempuan jelas disyariatkan. Namun jika ditinjau dari hukumnya , para ulama fiqih berbeda pendapat. Ada yang mengatakan wajib, tidak wajib, dan ada juga yang memandang itu pemuliaan atas perempuan.
(Baca juga : Bila Hijrah Terhalang Masa Lalu, Apa yang Harus Dilakukan? )
Berikut pandangan khitan bagi anak perempuan menurut empat mazhab:
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab ini sepakat bahwa berkhitan tidak diwajibkan bagi perempuan, mayoritas ulama dari mazhab ini tidak memandangnya dari kacamata hukum taklifi, namun sebagai kemuliaan bagi perempuan.
Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :
الختانان موضع القطع من الذّكر والفرج وهو سنّةٌ للرّجل مكرمةٌ لها
Khitan itu memotong sebagian dari zakar (kemaluan laki-laki) dan farji (kemaluan perempuan). Hukumnya Sunnah bagi laki-laki, dan bagi perempuan merupakan sebuah kemuliaan.
(Baca juga : Ummu Al-Hasan : Potret Pentingnya Perempuan Mencari Ilmu )
Az-Zaila’i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq menuliskan sebagai berikut :
وختان المرأة ليس بسنة، وإنما هو مكرمة للرجال لأنه ألذ في الجماع
"Tidaklah sunnah bagi perempuan berkhitan, tetapi sebuah kemuliaan bagi laki-laki, karena dapat menambah keintiman dalam berhubungan suami istri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Al-Qarafi (684 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya Adz-Dzakhirah sebagai berikut :
كرهه مالك يوم الولادة ويوم السابع لأنه من فعل اليهود قال وحد الختان الأمر بالصلاة من سبع سنين إلى عشر قال ابن حبيب الختان سنة للرجال مكرمة للنساء
Makruh bagi imam Malik mengkhitan anak pada hari kelahiran ataupun hari ke tujuh, Karena itu perbuatannya orang-orang Yahudi. Dan membatasi usia khitan ketika anak berumur 7 tahun, sebagaimana diperintah untuk mereka shalat dari umur tujuh tahun hingga sepuluh tahun. Ibnu Hubaib mengatakan, berkhitan bagi laki-laki sunnah, sedangkan bagi perempuan merupakan kemuliaan.
(Baca juga : Lecehkan Gerakan Salat, 4 Pemuda Digelandang Polres Sampang )
Al-Hathab Ar-Ru'aini (954 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil sebagai berikut :
وأما الخفاض فقال ابن عرفة والخفاض في النساء الرسالة مكرمة وروى
Adapun khitan bagi perempuan, Ibnu ‘Arafah mengatakan bahwa itu adalah syari’at yang mulia.
3. Mazhab Asy-Syafi’i
Madzhab ini memandang bahwa berkhitan bagi laki-laki dan perempuan itu hukumnya wajib. Sebagaimana penuturan di bawah ini:
An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya Minhaj At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiin fi Al-Fiqh menuliskan sebagai berikut :
ويجب ختان المرأة بجزء من اللحمة بأعلى الفرج والرجل بقطع ما يغطي حشفته بعد البلوغ ويندب تعجيله في سابعة
Wajib bagi perempuan berkhitan, dengan memotong sebagian daging kecil yang berada di bagian atas kemaluan, dan bagi laki-laki dengan menghilangkan sebagian kulit penutup bagian depan dari kemaluan, dan disunnahkan bagi laki-laki untuk menyegerakan khitan di umur tujuh tahun.
(Baca juga : Sejarah Tak Masuk Kurikulum, PDIP: Mendikbud Tak Paham Perjuangan Bangsa )
Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) yang juga ulama mazhab Asy-syafi'iyah di dalam kitabnya Asnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib menuliskan sebagai berikut.
(و) من (قطع شيءٍ من بظر المرأة) (الخفاض) أي اللّحمة الّتي في أعلى الفرج فوق مخرج البول تشبه عرف الدّيك، وتقليله أفضل
"Dengan memotong sebagian daging kecil -yang berada di bagian atas farji, letaknya diatas tempat keluarnya urin, dan bentuknya menyerupai jengger ayam-, itu hukumnya afdhal (utama).
(Baca juga : Tingkatkan Layanan, Amphuri-BNI Syariah Bangun Sistem Digitalisasi Haji & Umroh )
Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Tuhafatu Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :
ويجب أيضًا (ختان) المرأة والرّجل
Diwajibkan juga berkhitan bagi perempuan dan laki-laki .
Al-Khatib Asy-Syirbini (w. 977 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Mughni Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :
(ويجب ختان المرأة بجزءٍ) أي قطعه
"Diwajibkan berkhitan bagi perempuan, dengan menghilangkan sebagian daging kecil di atas kemaluannya.]
4. Mazhab Al-Hanabilah
Adapun mazhab Al-Hanabilah, hukum berkhitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Wajib bagi laki-laki, dan tidak wajib bagi perempuan.
Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فأمّا الختان فواجبٌ على الرّجال، ومكرمةٌ في حقّ النّساء، وليس بواجبٍ عليهنّ
Diwajibkan bagi laki-laki berkhitan, sedangkan bagi perempuan tidaklah diwajibkan, melainkan hanya sebuah kemuliaan bagi yang mengerjakannya.
(Baca juga : PKS Nilai Sudah Saatnya Pemerintah Revisi UU Migas )
Kesimpulannya, mazhab Syafi’i mengatakan bahwa hukum khitan itu wajib atas laki-laki maupun perempuan. Sedangkan mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali tidak memandang khitan atas perempuan dari sisi hukum taklifi, melainkan dari sisi afdhaliyyah (keutamaan). Ketiga mazhab tersebut mengatakan bahwa khitan yang dilakukan pada anak perempuan merupakan tindakan pemuliaan Islam atas perempuan.
Wallahu A'lam
(wid)
Lihat Juga :