Begini Imam Hasan Al-Banna Menghadapi Masalah Khilafiah

Rabu, 23 September 2020 - 05:00 WIB



Orang itu kemudian merasa terpukul dengan jawaban itu, dan tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang dia sampaikan. Begitulah cara yang sengaja saya lakukan dalam memberikan jawaban kepadanya, dengan berkelakar. Semua orang --atau kebanyakan --yang hadir pada pertemuan itu merasa puas hati dengan adanya penyelesaian seperti itu.

Akan tetapi, saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Saya berpaling ke arah mereka sambil berkata, "Wahai saudara-saudaraku, aku menyadari sepenuhnya kepada saudara kita yang bertanya itu, dan kebanyakan saudara yang hadir di majelis ini. Menyadari sepenuhnya apa yang ada di balik itu, yaitu untuk mengetahui siapakah guru baru ini dan dari golongan manakah dia? Apakah dia termasuk golongan Syaikh Musa

ataukah dari golongan Syaikh Abd al-Sami'?

Sesungguhnya pengetahuan tersebut sama sekali tidak akan bermanfaat untuk kamu semua, karena kamu telah bergelimang dalam fitnah selama delapan puluh tahun, dan itu sudah cukup.

Pertanyaan-pertanyaan di atas telah diperselisihkan oleh kaum Muslimin selama ratusan tahun dan mereka hingga kini tetap berselisih pendapat. Sesungguhnya Allah akan rela kepada kita apabila kita saling mencintai dan bersatu, dan tidak suka kepada kita apabila berselisih pendapat dan berpecah belah.

Saya berharap bahwa kamu semua sekarang ini mau berjanji kepada Allah SWT untuk meninggalkan perkara-perkara tersebut, dan berusaha keras untuk belajar pokok-pokok dan kaidah agama, mengamalkan akhlak, sifat-sifat yang baik, pengarahan yang menyatukan ummat, melakukan perkara-perkara yang difardukan dan disunnahkan kepada kita, dan kita tinggalkan mencari-cari masalah dan memperdalam masalah khilafiyah, sehingga jiwa semua kaum Muslimin menjadi jernih, dengan satu tujuan yang hendak kita capai, yaitu mencari kebenaran dan bukan sekadar mencari kemenangan berpendapat.




Dengan cara seperti itu kita dapat belajar bersama-sama dalam suasana penuh rasa cinta, saling percaya, kesatuan dan keikhlasan. Saya juga berharap kamu semua dapat menerima pandangan saya ini, dan berjanji kepada saya untuk melakukan perkara di atas."

"Hendaknya kita tidak keluar dari pelajaran ini kecuali kita masih memegang janji setia antara kita, dan hendaknya kita saling bekerja sama serta berkhidmat untuk Islam yang mulia, menyingkirkan segala bentuk perselisihan pendapat, menghormati pendapat kita masing-masing sehingga Allah memutuskan perkara yang mesti dilaksanakan."

Pelajaran di sudut (zawiyah) masjid itu terus berlangsung dalam suasana yang jauh dari pereselisihan pendapat berkat taufiq dari Allah. Suasana pada majelis itu semakin baik, karena setiap topik dalam pengajian tersebut dikaitkan dengan makna persaudaraan antara orang-orang yang beriman, untuk memantapkan persaudaraan dalam jiwa mereka.

Di samping itu, masalah khilafiyah senantiasa ditekankan untuk tidak diperdalam dalam perdebatan di antara mereka. Dengan demikian timbul rasa untuk saling menghormati dan menghargai di antara mereka.

Cara seperti itu saya pergunakan sebagai contoh dari para ulama salaf yang shaleh, yang wajib kita tiru dalam memberikan toleransi dan menghormati pendapat yang berbeda di antara kita.

Saya sebutkan satu contoh yang sangat praktis, saya berkata kepada mereka, "Siapakah di antara kamu sekalian yang bermazhab Hanafi?"

Kemudian ada salah seorang di antara mereka yang datang kepadaku. Lalu aku berkata lagi, "Siapakah di antara kamu yang bermazhab Syafi'i?"

Ada seseorang yang maju kepadaku. Setelah itu aku berkata kepada mereka, "Aku akan salat dan menjadi imam bagi kedua orang saudara kita ini. Bagaimana kamu membaca surat al-Fatihah wahai pengikut mazhab Hanafi?"

Dia menjawab, "Aku diam dan tidak membacanya."

Aku bertanya lagi, "Dan bagaimana engkau wahai kawan yang bermazhab Syafi'i?"

Dia menjawab, "Aku harus membacanya."

Kemudian aku berkata lagi, "Setelah kita selesai salat, maka bagaimanakah pendapatmu wahai pengikut mazhab Syafi' i tentang salat yang dilakukan oleh saudaramu yang bermazhab Hanafi?"
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?  Para sahabat menjawab: Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.

(HR. Muslim No. 4678)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More