Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Salat, Bagaimana Jika Sebagai Makmum?
Kamis, 01 Oktober 2020 - 12:39 WIB
Dalam riwayat Muslim pada hadis Abu Musa terdapat tambahan,
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
“Jika imam membaca (Al Fatihah), maka diamlah.”
Kompromi (Menjama’)
Metode para ulama dalam menyikapi dua macam hadis yang seolah-olah bertentangan adalah menjama’ di antara dalil-dalil yang ada selama itu memungkinkan. ( )
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berkata, “Jika dua hadis bertentangan secara zahir, jika memungkinkan untuk dijama’ antara keduanya, maka jangan beralih pada metode lainnya. Wajib ketika itu beramal dengan mengkompromikan keduanya terlebih dahulu.”
Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah, ketika menjelaskan metode menggabungkan dalil-dalil, berkata, “Kami katakan, pendapat yang kuat menurut kami adalah melakukan jama’ (kompromi) terhadap dalil-dalil yang ada karena menjama’ dalil itu wajib jika memungkinkan untuk dilakukan.”
Menggabungkan atau mengkompromikan atau menjama’ dalil lebih didahulukan daripada melakukan tarjih (memilih dalil yang lebih kuat) karena menjama’ berarti menggunakan semua dalil yang ada (di saat itu mungkin) sedangkan tarjih mesti menghilangkan salah satu dalil yang dianggap lemah. Demikian pelajaran yang sudah dikenal dalam ilmu uhsul. Sehingga lebih tepat melakukan jama’ (kompromi) dalil selama itu masih memungkinkan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Majmu’ Al Fatawa, menulis para ulama telah berselisih pendapat karena umumnya dalil dalam masalah ini, yaitu menjadi tiga pendapat.
Dua pendapat pertama adalah yang menyatakan tidak membaca surat sama sekali di belakang imam dan yang lainnya menyatakan membaca surat dalam segala keadaan. Pendapat ketiga yang dianut oleh kebanyakan salaf yang menyatakan bahwa jika makmum mendengar bacaan imam, maka hendaklah ia diam dan tidak membaca surat. Karena mendengar bacaan imam itu lebih baik dari membacanya.
Jika makmum tidak mendengar bacaan imam, barulah ia membaca surat tersebut. Karena dalam kondisi kedua ini, ia membaca lebih baik daripada diam. Satu kondisi, mendengar bacaan imam itu lebih afdhol dari membaca surat. Kondisi lain, membaca surat lebih afdhol daripada hanya diam.
Demikianlah pendapat mayoritas ulama seperti Malik , Ahmad bin Hambal , para ulama Malikiyah dan Hambali, juga sekelompok ulama Syafi’iyah dan ulama Hanafiyah berpendapat demikian. Ini juga yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i yang terdahulu dan pendapat Muhammad bin Al Hasan.
Jika kita memilih pendapat ketiga, lalu bagaimana hukum makmum membaca Al Fatihah di saat imam membacanya samar-samar, apakah wajib atau sunnah bagi makmum?
Ada dua pendapat dalam madzhab Hambali. Yang lebih masyhur adalah yang menyatakan sunnah. Inilah yang jadi pendapat Imam Asy Syafi’i dalam pendapatnya terdahulu.
Pertanyaan lainnya, apakah sekadar mendengar bacaan Al Fatihah imam ketika imam menjahrkan bacaannya wajib, ataukah sunnah? Lalu bagaimana jika tetap membaca surat di belakang imam ketika kondisi itu, apakah itu haram, atau hanya sekedar makruh?
Dalam masalah ini ada dua pendapat di madzhab Hambali dan lainnya. Pertama, membaca surat ketika itu diharamkan. Jika tetap membacanya, shalatnya batal. Inilah salah satu dari dua pendapat yang dikatakan oleh Abu ‘Abdillah bin Hamid dalam madzhab Imam Ahmad. Kedua, shalat tidak batal dalam kondisi itu. Inilah pendapat mayoritas. Pendapat ini masyhur di kalangan madzhab Imam Ahmad.
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
“Jika imam membaca (Al Fatihah), maka diamlah.”
Kompromi (Menjama’)
Metode para ulama dalam menyikapi dua macam hadis yang seolah-olah bertentangan adalah menjama’ di antara dalil-dalil yang ada selama itu memungkinkan. ( )
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berkata, “Jika dua hadis bertentangan secara zahir, jika memungkinkan untuk dijama’ antara keduanya, maka jangan beralih pada metode lainnya. Wajib ketika itu beramal dengan mengkompromikan keduanya terlebih dahulu.”
Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah, ketika menjelaskan metode menggabungkan dalil-dalil, berkata, “Kami katakan, pendapat yang kuat menurut kami adalah melakukan jama’ (kompromi) terhadap dalil-dalil yang ada karena menjama’ dalil itu wajib jika memungkinkan untuk dilakukan.”
Menggabungkan atau mengkompromikan atau menjama’ dalil lebih didahulukan daripada melakukan tarjih (memilih dalil yang lebih kuat) karena menjama’ berarti menggunakan semua dalil yang ada (di saat itu mungkin) sedangkan tarjih mesti menghilangkan salah satu dalil yang dianggap lemah. Demikian pelajaran yang sudah dikenal dalam ilmu uhsul. Sehingga lebih tepat melakukan jama’ (kompromi) dalil selama itu masih memungkinkan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Majmu’ Al Fatawa, menulis para ulama telah berselisih pendapat karena umumnya dalil dalam masalah ini, yaitu menjadi tiga pendapat.
Dua pendapat pertama adalah yang menyatakan tidak membaca surat sama sekali di belakang imam dan yang lainnya menyatakan membaca surat dalam segala keadaan. Pendapat ketiga yang dianut oleh kebanyakan salaf yang menyatakan bahwa jika makmum mendengar bacaan imam, maka hendaklah ia diam dan tidak membaca surat. Karena mendengar bacaan imam itu lebih baik dari membacanya.
Jika makmum tidak mendengar bacaan imam, barulah ia membaca surat tersebut. Karena dalam kondisi kedua ini, ia membaca lebih baik daripada diam. Satu kondisi, mendengar bacaan imam itu lebih afdhol dari membaca surat. Kondisi lain, membaca surat lebih afdhol daripada hanya diam.
Demikianlah pendapat mayoritas ulama seperti Malik , Ahmad bin Hambal , para ulama Malikiyah dan Hambali, juga sekelompok ulama Syafi’iyah dan ulama Hanafiyah berpendapat demikian. Ini juga yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i yang terdahulu dan pendapat Muhammad bin Al Hasan.
Jika kita memilih pendapat ketiga, lalu bagaimana hukum makmum membaca Al Fatihah di saat imam membacanya samar-samar, apakah wajib atau sunnah bagi makmum?
Ada dua pendapat dalam madzhab Hambali. Yang lebih masyhur adalah yang menyatakan sunnah. Inilah yang jadi pendapat Imam Asy Syafi’i dalam pendapatnya terdahulu.
Pertanyaan lainnya, apakah sekadar mendengar bacaan Al Fatihah imam ketika imam menjahrkan bacaannya wajib, ataukah sunnah? Lalu bagaimana jika tetap membaca surat di belakang imam ketika kondisi itu, apakah itu haram, atau hanya sekedar makruh?
Dalam masalah ini ada dua pendapat di madzhab Hambali dan lainnya. Pertama, membaca surat ketika itu diharamkan. Jika tetap membacanya, shalatnya batal. Inilah salah satu dari dua pendapat yang dikatakan oleh Abu ‘Abdillah bin Hamid dalam madzhab Imam Ahmad. Kedua, shalat tidak batal dalam kondisi itu. Inilah pendapat mayoritas. Pendapat ini masyhur di kalangan madzhab Imam Ahmad.