Rasulullah SAW Ingatkan Dibanding Dajjal, Makhluk ini Jauh Lebih Berbahaya
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 05:00 WIB
RASULULLAH SAW pernah memimpikan Nabi Isa dan Dajjal . Dalam mimpi itu, beliau diperlihatkan ada seorang lelaki dalam rupa yang paling baik di antara manusia.(
)
Rambutnya keriting dan panjang sampai ke bahunya. Kepalanya seakan meneteskan air. Ia meletakkan tangannya di antara dua pundak lelaki di sampingnya. Dia melakukan tawaf di Ka'bah . Nabi SAW lantas bertanya, "Siapakah orang itu?" Mereka menjawab, "Dia adalah Al Masih bin Maryam." ( )
Kemudian, Rasulullah SAW melihat ada seseorang berbadan tegap dengan rambut keriting, sedangkan mata kanannya buta. Keadaannya seperti yang dilihat sebelumnya, yaitu Ibnu Qathan. Tangannya menggandeng pundak dua lelaki sebelahnya dan melakukan tawaf di Ka'bah. Nabi bertanya, "Siapakah orang itu?" Mereka berkata, "Dia adalah Al-Masihud Dajjal." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad). ( )
Semua Nabi telah mengingatkan bahaya Dajjal. Dalam salah satu hadis yang bersumber dari Ibnu Umar disebutkan, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia mengingatkan umatnya (dari bahaya Dajjal). Nuh telah mengingatkan umatnya dan juga para nabi yang datang setelahnya.
Ketahuilah bahwa Dajjal akan keluar kepada kalian, dan sekali-kali tidak tersembunyi dari kalian. Dan Rabb kalian pun tidak akan menyembunyikannya dari kalian. (Beliau menyebutkan hingga tiga kali).…" ( )
Dari hadis lainnya yang bersumber dari An-Nawwas bin Sam'an Al-Killabi, Rasulullah bersabda, "…. Jika Dajjal keluar, dan aku masih bersama kalian, maka akulah yang akan melindungi kalian darinya. Namun, jika ia keluar dan aku tidak lagi bersama kalian, maka setiap orang harus bisa melindungi dirinya sendiri. Allah adalah pelindung bagiku dan setiap Muslim. Barang siapa dari kalian berjumpa dengannya, hendaklah ia bacakan awal surah al-Kahfi . Sebab, itu akan melindungi kalian dari fitnahnya." ( )
Selain dengan membaca Surah Al-Kahfi di malam Jumat dan Hari Jumat, umat Islam juga sudah diberi bocoran bahwa Dajjal akan dibunuh oleh Nabi Isa AS. Isa binti Maryam akan turun di sisi menara putih sebelah timur Kota Damaskus. Dia menemukan Dajjal di pintu Lud (sebuah tempat di dekat Baitul Maqdis). Dia pun membunuhnya. (HR Muslim, Abu Da wud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Ulama Tercela
Pantas saja jika Rasulullah SAW tidak begitu mengkhawatirkan akan bahaya Dajjal.
أنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال فقيل: وما هو يارسول الله؟، فقال: علماء السوء
“Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian ketimbang Dajjal.” Beliau kemudian ditanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ulama su.”
Imam Al-Ghazali menyandingkan term ulama dengan kata su’ yang dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata “buruk” dan “tercela”. Ulama su‘ berarti ulama yang buruk dan tercela.
Ulama sejatinya merupakan pemuka agama yang mengayomi dan mendidik masyarakat untuk menjadi pribadi yang saleh. Namun ulama su‘ justru sebaliknya, ia menganjurkan kebaikan tapi perbuatannya tidak mencerminkan demikian.
Selain hadis tersebut ditemukan hadis serupa dalam riwayat Ahmad akan tetapi dengan menyebut aimmah mudhillin (para pemuka agama yang menyesatkan) bukan ulama su’. Namun keduanya memiliki arti yang sama.
Adapun dalam hadis lainnya yang diriwayatkan dari Tirmizi dan Abu Daud dengan sanad sahih disebutkan tanpa menyebutkan kata dajjal,
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
Artinya: Sesungguhnya yang aku khawatirkan atas umatku adalah para imam atau pemuka agama yang menyesatkan. (HR. Abu Daud)
Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan alasan kekhawatiran Rasulullah sebab Dajjal memang bertujuan menyesatkan, sedangkan ulama su‘ walaupun lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke sana.
Dajjal itu nyata. Jelas bentuk dan visinya. Tidaklah dia diutus di akhir zaman, kecuali untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan, dosa, dan keburukan hingga terjerumus di dalam neraka.
“Sementara ulama yang buruk,” tutur Imam al-Ghazali,“ kendati lisan dan kata-katanya mengajak manusia berpaling dari dunia, namun ia juga mengajak mereka kepada dunia melalui tingkah laku dan perbuatannya (teladannya).”
Imam al-Ghazali melanjutkan, “Kerusakan yang ditimbulkan oleh orang yang tertipu dengan amal-amalnya lebih banyak daripada kebaikan yang ia lakukan dengan kata-kata. Sebab, orang bodoh berani rakus dengan dunia gara-gara orang pintar. Orang pintarlah yang menjadi penyebab hamba-hamba Allah Ta’ala yang awam berani berbuat durhaka kepada-Nya.”
Inilah orang pintar yang justru membahayakan diri, agama, dan peradaban. Sebabnya, “Jiwanya sebenarnya bodoh, terus menipu angan-angan serta harapannya. Ia menganggap dirinya lebih baik dari kebanyakan hamba Allah Ta’ala.”
Adapun ciri-ciri ulama su‘ menurut Imam Ghazali di antaranya;
Pertama, ia pergunakan ilmunya sebagai sarana untuk memperbanyak harta. Ilmunya menjadi tumpuan untuk meraih sasaran duniawi. Kedua, ia menggunakan ilmunya untuk berbangga dengan kedudukannya. Ketiga, ia menyombongkan diri dengan besarnya jumlah pengikut. Keempat, ia masih mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian berbicaranya yang seperti ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.
Mereka merupakan golongan orang-orang merugi yang digambarkan dalam hadis Nabi saw., “Siapa yang bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah.” Wallahu'alam.
Rambutnya keriting dan panjang sampai ke bahunya. Kepalanya seakan meneteskan air. Ia meletakkan tangannya di antara dua pundak lelaki di sampingnya. Dia melakukan tawaf di Ka'bah . Nabi SAW lantas bertanya, "Siapakah orang itu?" Mereka menjawab, "Dia adalah Al Masih bin Maryam." ( )
Kemudian, Rasulullah SAW melihat ada seseorang berbadan tegap dengan rambut keriting, sedangkan mata kanannya buta. Keadaannya seperti yang dilihat sebelumnya, yaitu Ibnu Qathan. Tangannya menggandeng pundak dua lelaki sebelahnya dan melakukan tawaf di Ka'bah. Nabi bertanya, "Siapakah orang itu?" Mereka berkata, "Dia adalah Al-Masihud Dajjal." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad). ( )
Semua Nabi telah mengingatkan bahaya Dajjal. Dalam salah satu hadis yang bersumber dari Ibnu Umar disebutkan, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali dia mengingatkan umatnya (dari bahaya Dajjal). Nuh telah mengingatkan umatnya dan juga para nabi yang datang setelahnya.
Ketahuilah bahwa Dajjal akan keluar kepada kalian, dan sekali-kali tidak tersembunyi dari kalian. Dan Rabb kalian pun tidak akan menyembunyikannya dari kalian. (Beliau menyebutkan hingga tiga kali).…" ( )
Dari hadis lainnya yang bersumber dari An-Nawwas bin Sam'an Al-Killabi, Rasulullah bersabda, "…. Jika Dajjal keluar, dan aku masih bersama kalian, maka akulah yang akan melindungi kalian darinya. Namun, jika ia keluar dan aku tidak lagi bersama kalian, maka setiap orang harus bisa melindungi dirinya sendiri. Allah adalah pelindung bagiku dan setiap Muslim. Barang siapa dari kalian berjumpa dengannya, hendaklah ia bacakan awal surah al-Kahfi . Sebab, itu akan melindungi kalian dari fitnahnya." ( )
Selain dengan membaca Surah Al-Kahfi di malam Jumat dan Hari Jumat, umat Islam juga sudah diberi bocoran bahwa Dajjal akan dibunuh oleh Nabi Isa AS. Isa binti Maryam akan turun di sisi menara putih sebelah timur Kota Damaskus. Dia menemukan Dajjal di pintu Lud (sebuah tempat di dekat Baitul Maqdis). Dia pun membunuhnya. (HR Muslim, Abu Da wud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Ulama Tercela
Pantas saja jika Rasulullah SAW tidak begitu mengkhawatirkan akan bahaya Dajjal.
أنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال فقيل: وما هو يارسول الله؟، فقال: علماء السوء
“Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian ketimbang Dajjal.” Beliau kemudian ditanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ulama su.”
Imam Al-Ghazali menyandingkan term ulama dengan kata su’ yang dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata “buruk” dan “tercela”. Ulama su‘ berarti ulama yang buruk dan tercela.
Ulama sejatinya merupakan pemuka agama yang mengayomi dan mendidik masyarakat untuk menjadi pribadi yang saleh. Namun ulama su‘ justru sebaliknya, ia menganjurkan kebaikan tapi perbuatannya tidak mencerminkan demikian.
Selain hadis tersebut ditemukan hadis serupa dalam riwayat Ahmad akan tetapi dengan menyebut aimmah mudhillin (para pemuka agama yang menyesatkan) bukan ulama su’. Namun keduanya memiliki arti yang sama.
Adapun dalam hadis lainnya yang diriwayatkan dari Tirmizi dan Abu Daud dengan sanad sahih disebutkan tanpa menyebutkan kata dajjal,
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
Artinya: Sesungguhnya yang aku khawatirkan atas umatku adalah para imam atau pemuka agama yang menyesatkan. (HR. Abu Daud)
Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan alasan kekhawatiran Rasulullah sebab Dajjal memang bertujuan menyesatkan, sedangkan ulama su‘ walaupun lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke sana.
Dajjal itu nyata. Jelas bentuk dan visinya. Tidaklah dia diutus di akhir zaman, kecuali untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan, dosa, dan keburukan hingga terjerumus di dalam neraka.
“Sementara ulama yang buruk,” tutur Imam al-Ghazali,“ kendati lisan dan kata-katanya mengajak manusia berpaling dari dunia, namun ia juga mengajak mereka kepada dunia melalui tingkah laku dan perbuatannya (teladannya).”
Imam al-Ghazali melanjutkan, “Kerusakan yang ditimbulkan oleh orang yang tertipu dengan amal-amalnya lebih banyak daripada kebaikan yang ia lakukan dengan kata-kata. Sebab, orang bodoh berani rakus dengan dunia gara-gara orang pintar. Orang pintarlah yang menjadi penyebab hamba-hamba Allah Ta’ala yang awam berani berbuat durhaka kepada-Nya.”
Inilah orang pintar yang justru membahayakan diri, agama, dan peradaban. Sebabnya, “Jiwanya sebenarnya bodoh, terus menipu angan-angan serta harapannya. Ia menganggap dirinya lebih baik dari kebanyakan hamba Allah Ta’ala.”
Adapun ciri-ciri ulama su‘ menurut Imam Ghazali di antaranya;
Pertama, ia pergunakan ilmunya sebagai sarana untuk memperbanyak harta. Ilmunya menjadi tumpuan untuk meraih sasaran duniawi. Kedua, ia menggunakan ilmunya untuk berbangga dengan kedudukannya. Ketiga, ia menyombongkan diri dengan besarnya jumlah pengikut. Keempat, ia masih mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian berbicaranya yang seperti ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.
Mereka merupakan golongan orang-orang merugi yang digambarkan dalam hadis Nabi saw., “Siapa yang bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah.” Wallahu'alam.
(mhy)