Beda Pendapat Hukum Salat Id: Sunnah, Fardhu Kifayah, dan Fardhu Ain
Sabtu, 09 Mei 2020 - 03:06 WIB
Ramadhan telah melewati pertengahan. Hari ini, Sabtu tanggal 16 Ramadhan 1441 bertepatan dengan 9 Mei 2020. Lebaran sebentar lagi. Idul Fitri diperkirakan akan jatuh pada tanggal 24 Mei 2020. Jika itu terjadi berarti puasa tahun ini digenapkan 30 hari.
Idul Fitri ditandai dengan salat dua rekaat, biasanya di lapangan atau di masjid. Di era corona ini, ulama menyarankan salat di rumah saja bersama keluarga. Lalu, bagaimana sebenarnya kedudukan hukum salat id? ( )
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama tentang hukum salat Idul Fitri.
Pertama, salat Id hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Kedua, Fardhu Kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya salat itu sendiri, bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang penting) dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku. Maka jika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, berarti kewajiban melaksanakan salat Id itu telah gugur bagi orang lain. Pendapat ini adalah pendapat yang terkenal di kalangan mazhab Hambali.
Ketiga, Fardhu ‘Ain (kewajiban bagi tiap-tiap kepala), artinya; berdosa bagi siapa yang meninggalkannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah serta pendapat salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Sunnah
Mereka yang berpendapat sunnah, berdalil dengan hadis yang muttafaq ‘alaih, dari hadits Thalhah bin Ubaidillah, ia berkata :
“Artinya: Telah datang seorang laki-laki penduduk Nejed kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa difahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ”Salat lima waktu dalam sehari dan semalam”.
Ia bertanya lagi: Adakah saya punya kewajiban salat lainnya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Beliau melanjutkan sabdanya, ”Kemudian (kewajiban) berpuasa Ramadhan”.
Ia bertanya: Adakah saya punya kewajiban puasa yang lainnya?
Beliau menjawab, ”Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”.
Perawi (Thalhah bin Ubaidillah) mengatakan bahwa kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan zakat kepadanya.
Iapun bertanya ;”Adakah saya punya kewajiban lainnya? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Tidak, kecuali hanya amalan sunnah saja”.
Perawi mengatakan :”Setelah itu orang ini pergi seraya berkata: Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan mengurangkan ini”.
(Menanggapi perkataan orang itu) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Niscaya dia akan beruntung jika ia benar-benar (melakukannya)”.
Mereka yang berpendapat salat id sunnah mengatakan, hadis ini menunjukkan bahwa salat selain salat lima waktu dalam sehari dan semalam, hukumnya bukan wajib (fardhu) ‘Ain (bukan kewajiban perkepala).
Dua salat ‘Ied termasuk ke dalam keumuman ini, yakni bukan wajib melainkan hanya sunnah saja. Pendapat ini di dukung oleh sejumlah Ulama diantaranya Ibnu al-Mundzir dalam “Al-Ausath IV/252”.
Idul Fitri ditandai dengan salat dua rekaat, biasanya di lapangan atau di masjid. Di era corona ini, ulama menyarankan salat di rumah saja bersama keluarga. Lalu, bagaimana sebenarnya kedudukan hukum salat id? ( )
Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama tentang hukum salat Idul Fitri.
Pertama, salat Id hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Kedua, Fardhu Kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya salat itu sendiri, bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang penting) dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku. Maka jika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, berarti kewajiban melaksanakan salat Id itu telah gugur bagi orang lain. Pendapat ini adalah pendapat yang terkenal di kalangan mazhab Hambali.
Ketiga, Fardhu ‘Ain (kewajiban bagi tiap-tiap kepala), artinya; berdosa bagi siapa yang meninggalkannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah serta pendapat salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Sunnah
Mereka yang berpendapat sunnah, berdalil dengan hadis yang muttafaq ‘alaih, dari hadits Thalhah bin Ubaidillah, ia berkata :
“Artinya: Telah datang seorang laki-laki penduduk Nejed kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa difahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ”Salat lima waktu dalam sehari dan semalam”.
Ia bertanya lagi: Adakah saya punya kewajiban salat lainnya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Beliau melanjutkan sabdanya, ”Kemudian (kewajiban) berpuasa Ramadhan”.
Ia bertanya: Adakah saya punya kewajiban puasa yang lainnya?
Beliau menjawab, ”Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”.
Perawi (Thalhah bin Ubaidillah) mengatakan bahwa kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan zakat kepadanya.
Iapun bertanya ;”Adakah saya punya kewajiban lainnya? “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Tidak, kecuali hanya amalan sunnah saja”.
Perawi mengatakan :”Setelah itu orang ini pergi seraya berkata: Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan mengurangkan ini”.
(Menanggapi perkataan orang itu) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Niscaya dia akan beruntung jika ia benar-benar (melakukannya)”.
Mereka yang berpendapat salat id sunnah mengatakan, hadis ini menunjukkan bahwa salat selain salat lima waktu dalam sehari dan semalam, hukumnya bukan wajib (fardhu) ‘Ain (bukan kewajiban perkepala).
Dua salat ‘Ied termasuk ke dalam keumuman ini, yakni bukan wajib melainkan hanya sunnah saja. Pendapat ini di dukung oleh sejumlah Ulama diantaranya Ibnu al-Mundzir dalam “Al-Ausath IV/252”.