Begini Pendapat Muhammadiyah Soal Salat Id di Saat Wabah Corona

Sabtu, 09 Mei 2020 - 15:21 WIB
Analisis Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd memberikan analisisnya. Pendapat pertama yaitu penggantian dengan empat rakaat. Dasarnya adalah penyerupaan dengan penggantian salat Jumat .

Ini merupakan penyerupaan yang tidak berdasar. Karena salat Jumat adalah pengganti salat Dzuhur, sehingga kalau seseorang tidak bisa menunaikan salat Jumat maka kembali kepada salat zuhur.

Sedangkan salat Id bukan pengganti dari salat tertentu. Maka mengapakah jika seseorang tidak bisa menunaikannya ia diperintahkan mengganti salat empat rakaat?

Adapun pendapat kedua didasarkan pada pemikiran, bahwa bentuk pengganti harus sama dengan bentuk yang diganti. Sedangkan pendapat terakhir, yaitu tidak perlu ada penggantian sama sekali, merupakan pendapat yang didasarkan pada bentuk utuh pensyariatannya.

Salat di Rumah

Salat Id disyariatkan dalam paket seperti salat Jumat. Yaitu diselenggarakan berjamaah dan ada khutbah. Sehingga jika seseorang tidak bisa menunaikan sebagaimana dalam paket pensyariatannya, maka ia tidak dituntut menggantinya dengan salat di rumah. Pendapat selebihnya tidak memadai untuk didiskusikan (Bidayatul Mujtahid, I/215).

Al-Muzani meriwayatkan dari asy- Syafii , bahwa jika ada halangan dalam pelaksanaan salat Id, sebagian besar ulama memilih salat sendiri di rumah (Mukhtashar al-Umm, VIII/125).

Ulama Malikiyah al-Kharasyi mengatakan, bahwa jika ada halangan dalam pelaksanaan salat id, maka pelaksanaannya diganti di dalam rumah. Bisa berjamaah, bisa juga munfarid (sendrian) (Syarah al-Kharasyi, II/104).

Demikian pula pendapat ibnu Qudamah dalam al-Mughniy, yaitu diganti dengan salat id di rumah, yang pelaksanaannya bisa berjamaah, bisa juga sendiri-sendiri.

Dalam kitab Hasyiyah al-‘Adawi fi Mazhab al-Imam Malik, disebutkan bahwa salat Id memiliki syarat seperti salat Jumat. Yaitu adanya khutbah, sehingga jika ada halangan dalam pelaksanaannya tidak harus diganti di rumah, namun demikian bila seseorang menggantinya di rumah maka dibolehkan.

Tak Perlu Diganti Salat di Rumah

Sedangkan dalam kitab-kitab fikih Hanafiyyah, masyhur suatu pendapat, bahwa jika ada halangan dalam pelaksanaan salat Id, maka tidak perlu diganti dengan pelaksanaannya di rumah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Ibnu Utsaimin, memilih dan menguatkan pendapat ulama-ulama Hanafiyyah, sebagaimana dijelaskan dalam asy-Syarah al-Mumti (asy-Syaarah al-Mumti/156).

Allajnah Adda’imah lil Ifta’ atau komisi tetap untuk fatwa agama Saudi Arabia atau yang pernah diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz, setuju dengan pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Utsaimin.

Menurut Allajnah, salat Id hukumnya adalah fardhu kifayah, jika sudah ada satu pihak yang menyelenggarakannya, maka pihak lain yang tidak menyelenggarakannya tidak terbebani dosa. Sehingga bagi orang-orang yang terhalang untuk pelaksanaannya tidak perlu menggantinya di rumah.

Namun demikian jika ada yang ingin menggantinya dengan salat di rumah, maka sah-sah saja. Dalam pelaksanaannya bisa berjamaah bisa juga munfarid, sesuai dengan tata cara salat Id, baik dalam rakaat, takbir, dan jaharnya, dan tanpa khutbah sesudahnya, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama dari kurun ke kurun. (adda’imah lil ifta’, III/306).

( )

Pendapat Muhammadiyah

Selanjutnya, bagaimana pendapat Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah? Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur ini dalam tulisannya berjudul "Begini Shalat Id dalam Keadaan Tak Normal" yang dipublikasikan di laman resmi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur ini, menjelaskan salah satu spirit atau wawasan dari Majelis Tarjih dan Tajdid adalah tidak berafiliasi mazhab . Maksudnya tidak mengikuti mazhab tertentu, melainkan dalam berijtihad bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan metode-metode ijtihad yang ada.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الۡاَنۡفُسَ حِيۡنَ مَوۡتِهَا وَالَّتِىۡ لَمۡ تَمُتۡ فِىۡ مَنَامِهَا‌ ۚ فَيُمۡسِكُ الَّتِىۡ قَضٰى عَلَيۡهَا الۡمَوۡتَ وَ يُرۡسِلُ الۡاُخۡرٰٓى اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى‌ ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰ لِكَ لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَّتَفَكَّرُوۡنَ
Allah memegang nyawa seseorang pada saat kematiannya dan nyawa seseorang yang belum mati ketika dia tidur, maka Dia tahan nyawa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.

(QS. Az-Zumar Ayat 42)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More