Benarkan Ramadhan 30 Hari Hanya Sekali di Zaman Rasulullah?
Sabtu, 09 Mei 2020 - 16:56 WIB
HARI ini, 9 Mei 2020, Ramadhan telah memasuki hari ke-16. Lebaran sebentar lagi. Jika tak ada perubahan, hari nan fitri itu bakal jatuh pada hari Ahad 24 Mei 2020. Itu bermakna, puasa tahun ini kita jalani selama 30 hari. Menurut catatan, yang selama ini diyakini angka 30 hari berpuasa ini dialami Rasulullah hanya sekali sepanjang hidupnya. Benarkah?
Ramadhan berarti bulan musim panas terik. Pada zaman sebelum Rasulullah SAW, masyarakat Arab tidak murni menggunakan kalender qamariyah (bulan), tetapi setiap tiga tahun menambahkan satu bulan tambahan untuk menyesuaikan dengan dengan musim.
Sistem kalender campuran itu biasa disebut sistem qamari-syamsiah (luni-solar calendar). Nama bulan lain yang berkaitan dengan musim adalah Rabiul awal dan Rabiul akhir yang berarti bulan musim semi pertama dan terakhir.
Berdasarkan nama tersebut, pada zaman itu Ramadhan jatuh sekitar bulan Agustus-September, Rabiul awal pada Februari-Maret, dan Rabiul akhir pada Maret-April. Itu sesuai dengan keadaan musim di bumi belahan utara.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Thomas Djamaluddin, dalam tulisannya berjudul "Analisis Astronomi: Ramadan pada Zaman Rasulullah" menjelaskan bila dihitung mundur, saat Nabi Muhammad SAW menerima risalah kenabian pada 17 Ramadan Tahun Gajah ke-41 (tahun ke-41 sejak kelahiran Nabi, 13 tahun sebelum hijrah) bertepatan dengan 13 Agustus 610.
Perhitungan mundur itu, menurutnya, menggunakan perhitungan kalender qamariyah murni. "Mungkin ini bisa menunjukkan bahwa sampai dengan saat itu sistem kalender yang digunakan adalah sistem qamari-syamsiah. Dan sesudah kerasulan Nabi Muhammad SAW sistem kalender yang digunakan murni qamariyah," jelasnya.
Tidak ada keterangan yang pasti sejak kapan Rasulullah SAW menetapkan sistem kalendar murni qamariyah, menggantikan sistem qamari-syamsiah. Namun sangat mungkin dilakukan setelah turunnya ayat At-Taubah 36-37 yang merupakan perintah Allah untuk menghapus sistem campuran tersebut dan menggantikannya dengan sistem qamariyah murni.
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (At-Taubah 36)
Menurut Djamaluddin, dengan bahasa astronomi, ayat itu bermakna Allah telah menetapkan bahwa peredaran bumi mengitari matahari yang mendefinisikan batasan waktu 'tahun' setara dengan dua belas kali lunasi (datangnya hilal) yang mendefinisikan batasan waktu 'bulan'.
Satu tahun syamsiah adalah 365,2422 hari, sedangkan satu bulan qamariyah adalah 29,5306 hari. "Jadi satu tahun qamariyah berjumlah 354 hari, sebelas hari lebih pendek daripada kalender syamsiah," tambahnya.
إِنَّمَا ٱلنَّسِىٓءُ زِيَادَةٌ فِى ٱلْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يُحِلُّونَهُۥ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوا۟ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّوا۟ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ ۚ زُيِّنَ لَهُمْ سُوٓءُ أَعْمَٰلِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ
Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS At-Taubah 37)
Menurut Djamaluddin, pada ayat ini mengecam praktik Annasiy, yaitu mengulur atau menambah bulan yang hanya akan menambah kekafiran, pengingkaran kepada Allah. Bulan suci yang telah disepakati bersama (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharam) bisa tergeser karenanya. Sesudah Dzulhijjah ada bulan ketiga belas sehingga menggeser bulan Muharram. (Baca Juga: Wabah Covis-19 di Saat Bulan Haram, Siklus Semesta Alam?
Penambahan bulan itu untuk menyesuaikan dengan musim, tetapi dilakukan sepihak sehingga bisa mengacaukan kesepakatan yang telah ada. Dalam praktiknya, annasiy bisa dilakukan dengan menambah satu bulan tambahan setiap tiga tahun untuk menggenapkan selisih tahunan yang 11 hari itu. (Baca Juga: Pelajaran di Balik Terjadinya Wabah Virus Corona
Ramadan Zaman Rasul
Menurut Sayyid Sabiq, ayat tentang shaum Ramadhan turun pada hari Kamis tanggal 28 Sya’ban tahun ke-2 H. (Lihat, Fiqh Sunah, I : 366).
Menurut Adel A Al-Rumaih, bertepatan dengan tanggal 23 Pebruari 624 M, sedangkan 1 Ramadhan tahun itu jatuh pada hari Ahad, 26 Februari 624. Sedangkan 1 Syawwal tahun itu jatuh pada hari Senin, 26 Maret 624. (Lihat, Hijri-Gregorian Converter).
Itu bermakna bahwa Rasulullah SAW sempat melaksanakannya sebanyak 9 kali puasa dan Idul Fitri sebelum beliau wafat pada 12 Rabiul awal 11 H.
Menurut atsar Ibnu Mas'ud dan Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW semasa hidupnya lebih banyak berpuasa Ramadan 29 hari daripada 30 hari.
Lalu muncullah pendapat bahwa Rasulullah SAW berpuasa selama sembilan kali Ramadhan. Perinciannya, delapan kali puasa selama 29 hari dan satu kali berpuasa selama 30 hari. Dalam sistem kalender qomariyah, penentuan jumlah hari dalam setiap bulannya dapat berkisar 29 atau genap 30 hari.
Puasa Ramadan pada zaman Rasulullah SAW ini menarik untuk dibuktikan dengan hisab astronomi. "Saya telah menghisab posisi hilal awal Ramadhan dan Syawal semasa Rasulullah SAW hidup dari 2 H - 10 H. Analisis astronomi tersebut memang menunjukkan selama sembilan tahun itu enam kali Ramadan panjangnya 29 hari, hanya tiga kali yang 30 hari," tutur Djamaluddin. Hasil hisab Djamaluddin ini berbeda dengan yang dipahami banyak orang selama ini.
Dari analisisi itu, menurutnya, juga diketahui bahwa pada zaman Nabi puasa dilakukan pada musim semi dan musim dingin dengan waktu puasa mulai sekitar pukul 4 sampai sekitar 17:30 pada musim semi dan mulai sekitar pukul 4:30 sampai sekitar 16:40 pada musim dingin.
Puasa pertama berawal pada Ahad 26 Februari 624 dan idul Fitri jatuh pada Senin 26 Maret 624. Berarti lama puasa 29 hari. Perang Badar yang terjadi saat itu pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624) jatuhnya pada hari Selasa. "Perhitungan ini berbeda dengan riwayat yang menyatakan bahwa perang Badar terjadi malam Jum'at," jelasnya.
Salah satu Idul Fitri pada zaman Nabi terjadi pada hari Jumat, yaitu 1 Syawal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625. Inilah satu-satunya Idul Fitri yang jatuh pada hari Jum'at semasa Rasulullah SAW hidup. "Mungkin inilah kejadian yang berkaitan dengan hadis yang membolehkan meninggalkan salat Jum'at bila pagi harinya telah mengikuti salat hari raya," tuturnya.
Dalam hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan dari Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Pada hari ini (Jumat) telah berkumpul dua hari raya, maka siapa yang mau, (salat hari rayanya) telah mencukupi salat Jumatnya, tetapi kami tetap akan melakukan salat Jumat."
Menurut Djamaluddin, puasa dan Idul Fitri di era Rasulullah diperkirakan sbb:
- Tahun 2 Hijriyah, awal ramadhan: Ahad, 26 Februari 624 M, Idul Fitri jatuh pada hari Senin, 26 Mar. 624. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 3 Hijriyah, awal Ramadhan: Kamis, 14 Feb. 625, Idul Fitri: Jum'at, 15 Mar. 625. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 4 Hijriyah, awal Ramadhan: Selasa, 4 Feb. 626, Idul Fitri: Rabu, 5 Mar. 626. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 5 Hijriyah, awal Ramadhan: Ahad, 25 Jan. 627, Idul Fitri: Senin, 23 Feb. 627. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 6 Hijriyah, awal Ramadhan: Kamis, 14 Jan. 628, Idul Fitri: Sabtu, 13 Feb. 628. Jumlah hari puasa: 30 hari
- Tahun 7 Hijriyah, awal Ramadhan: Senin, 2 Jan. 629, Idul Fitri: Rabu, 1 Feb. 629. Jumlah hari puasa: 30 hari.
- Tahun 8 Hijriyah, awal Ramadhan: Jum'at, 22 Des. 629, Idul Fitri: Ahad, 21 Jan. 630. Jumlah hari puasa: 30 hari.
- Tahun 9 Hijriyah, awal Ramadan: Rabu, 12 Des. 630, Idul Fitri: Kamis, 10 Jan. 631. Jumlah hari puasa: 29 hari.
- Tahun 10 Hijriyah, awal Ramadan: Ahad, 1 Des. 631, Idul Fitri: Senin, 30 Des. 631. Jumlah hari puasa: 29 hari.
Ramadhan berarti bulan musim panas terik. Pada zaman sebelum Rasulullah SAW, masyarakat Arab tidak murni menggunakan kalender qamariyah (bulan), tetapi setiap tiga tahun menambahkan satu bulan tambahan untuk menyesuaikan dengan dengan musim.
Sistem kalender campuran itu biasa disebut sistem qamari-syamsiah (luni-solar calendar). Nama bulan lain yang berkaitan dengan musim adalah Rabiul awal dan Rabiul akhir yang berarti bulan musim semi pertama dan terakhir.
Berdasarkan nama tersebut, pada zaman itu Ramadhan jatuh sekitar bulan Agustus-September, Rabiul awal pada Februari-Maret, dan Rabiul akhir pada Maret-April. Itu sesuai dengan keadaan musim di bumi belahan utara.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Thomas Djamaluddin, dalam tulisannya berjudul "Analisis Astronomi: Ramadan pada Zaman Rasulullah" menjelaskan bila dihitung mundur, saat Nabi Muhammad SAW menerima risalah kenabian pada 17 Ramadan Tahun Gajah ke-41 (tahun ke-41 sejak kelahiran Nabi, 13 tahun sebelum hijrah) bertepatan dengan 13 Agustus 610.
Perhitungan mundur itu, menurutnya, menggunakan perhitungan kalender qamariyah murni. "Mungkin ini bisa menunjukkan bahwa sampai dengan saat itu sistem kalender yang digunakan adalah sistem qamari-syamsiah. Dan sesudah kerasulan Nabi Muhammad SAW sistem kalender yang digunakan murni qamariyah," jelasnya.
Tidak ada keterangan yang pasti sejak kapan Rasulullah SAW menetapkan sistem kalendar murni qamariyah, menggantikan sistem qamari-syamsiah. Namun sangat mungkin dilakukan setelah turunnya ayat At-Taubah 36-37 yang merupakan perintah Allah untuk menghapus sistem campuran tersebut dan menggantikannya dengan sistem qamariyah murni.
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (At-Taubah 36)
Menurut Djamaluddin, dengan bahasa astronomi, ayat itu bermakna Allah telah menetapkan bahwa peredaran bumi mengitari matahari yang mendefinisikan batasan waktu 'tahun' setara dengan dua belas kali lunasi (datangnya hilal) yang mendefinisikan batasan waktu 'bulan'.
Satu tahun syamsiah adalah 365,2422 hari, sedangkan satu bulan qamariyah adalah 29,5306 hari. "Jadi satu tahun qamariyah berjumlah 354 hari, sebelas hari lebih pendek daripada kalender syamsiah," tambahnya.
إِنَّمَا ٱلنَّسِىٓءُ زِيَادَةٌ فِى ٱلْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يُحِلُّونَهُۥ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوا۟ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّوا۟ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ ۚ زُيِّنَ لَهُمْ سُوٓءُ أَعْمَٰلِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ
Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS At-Taubah 37)
Menurut Djamaluddin, pada ayat ini mengecam praktik Annasiy, yaitu mengulur atau menambah bulan yang hanya akan menambah kekafiran, pengingkaran kepada Allah. Bulan suci yang telah disepakati bersama (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharam) bisa tergeser karenanya. Sesudah Dzulhijjah ada bulan ketiga belas sehingga menggeser bulan Muharram. (Baca Juga: Wabah Covis-19 di Saat Bulan Haram, Siklus Semesta Alam?
Penambahan bulan itu untuk menyesuaikan dengan musim, tetapi dilakukan sepihak sehingga bisa mengacaukan kesepakatan yang telah ada. Dalam praktiknya, annasiy bisa dilakukan dengan menambah satu bulan tambahan setiap tiga tahun untuk menggenapkan selisih tahunan yang 11 hari itu. (Baca Juga: Pelajaran di Balik Terjadinya Wabah Virus Corona
Ramadan Zaman Rasul
Menurut Sayyid Sabiq, ayat tentang shaum Ramadhan turun pada hari Kamis tanggal 28 Sya’ban tahun ke-2 H. (Lihat, Fiqh Sunah, I : 366).
Menurut Adel A Al-Rumaih, bertepatan dengan tanggal 23 Pebruari 624 M, sedangkan 1 Ramadhan tahun itu jatuh pada hari Ahad, 26 Februari 624. Sedangkan 1 Syawwal tahun itu jatuh pada hari Senin, 26 Maret 624. (Lihat, Hijri-Gregorian Converter).
Itu bermakna bahwa Rasulullah SAW sempat melaksanakannya sebanyak 9 kali puasa dan Idul Fitri sebelum beliau wafat pada 12 Rabiul awal 11 H.
Menurut atsar Ibnu Mas'ud dan Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW semasa hidupnya lebih banyak berpuasa Ramadan 29 hari daripada 30 hari.
Lalu muncullah pendapat bahwa Rasulullah SAW berpuasa selama sembilan kali Ramadhan. Perinciannya, delapan kali puasa selama 29 hari dan satu kali berpuasa selama 30 hari. Dalam sistem kalender qomariyah, penentuan jumlah hari dalam setiap bulannya dapat berkisar 29 atau genap 30 hari.
Puasa Ramadan pada zaman Rasulullah SAW ini menarik untuk dibuktikan dengan hisab astronomi. "Saya telah menghisab posisi hilal awal Ramadhan dan Syawal semasa Rasulullah SAW hidup dari 2 H - 10 H. Analisis astronomi tersebut memang menunjukkan selama sembilan tahun itu enam kali Ramadan panjangnya 29 hari, hanya tiga kali yang 30 hari," tutur Djamaluddin. Hasil hisab Djamaluddin ini berbeda dengan yang dipahami banyak orang selama ini.
Dari analisisi itu, menurutnya, juga diketahui bahwa pada zaman Nabi puasa dilakukan pada musim semi dan musim dingin dengan waktu puasa mulai sekitar pukul 4 sampai sekitar 17:30 pada musim semi dan mulai sekitar pukul 4:30 sampai sekitar 16:40 pada musim dingin.
Puasa pertama berawal pada Ahad 26 Februari 624 dan idul Fitri jatuh pada Senin 26 Maret 624. Berarti lama puasa 29 hari. Perang Badar yang terjadi saat itu pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624) jatuhnya pada hari Selasa. "Perhitungan ini berbeda dengan riwayat yang menyatakan bahwa perang Badar terjadi malam Jum'at," jelasnya.
Salah satu Idul Fitri pada zaman Nabi terjadi pada hari Jumat, yaitu 1 Syawal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625. Inilah satu-satunya Idul Fitri yang jatuh pada hari Jum'at semasa Rasulullah SAW hidup. "Mungkin inilah kejadian yang berkaitan dengan hadis yang membolehkan meninggalkan salat Jum'at bila pagi harinya telah mengikuti salat hari raya," tuturnya.
Dalam hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan dari Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Pada hari ini (Jumat) telah berkumpul dua hari raya, maka siapa yang mau, (salat hari rayanya) telah mencukupi salat Jumatnya, tetapi kami tetap akan melakukan salat Jumat."
Menurut Djamaluddin, puasa dan Idul Fitri di era Rasulullah diperkirakan sbb:
- Tahun 2 Hijriyah, awal ramadhan: Ahad, 26 Februari 624 M, Idul Fitri jatuh pada hari Senin, 26 Mar. 624. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 3 Hijriyah, awal Ramadhan: Kamis, 14 Feb. 625, Idul Fitri: Jum'at, 15 Mar. 625. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 4 Hijriyah, awal Ramadhan: Selasa, 4 Feb. 626, Idul Fitri: Rabu, 5 Mar. 626. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 5 Hijriyah, awal Ramadhan: Ahad, 25 Jan. 627, Idul Fitri: Senin, 23 Feb. 627. Jumlah hari puasa: 29 hari
- Tahun 6 Hijriyah, awal Ramadhan: Kamis, 14 Jan. 628, Idul Fitri: Sabtu, 13 Feb. 628. Jumlah hari puasa: 30 hari
- Tahun 7 Hijriyah, awal Ramadhan: Senin, 2 Jan. 629, Idul Fitri: Rabu, 1 Feb. 629. Jumlah hari puasa: 30 hari.
- Tahun 8 Hijriyah, awal Ramadhan: Jum'at, 22 Des. 629, Idul Fitri: Ahad, 21 Jan. 630. Jumlah hari puasa: 30 hari.
- Tahun 9 Hijriyah, awal Ramadan: Rabu, 12 Des. 630, Idul Fitri: Kamis, 10 Jan. 631. Jumlah hari puasa: 29 hari.
- Tahun 10 Hijriyah, awal Ramadan: Ahad, 1 Des. 631, Idul Fitri: Senin, 30 Des. 631. Jumlah hari puasa: 29 hari.
(mhy)