Kisah Rasulullah SAW Bersama 10.000 Pasukan Bebaskan Mekkah di Bulan Ramadhan

Sabtu, 02 April 2022 - 20:41 WIB
Rasulullah sudah berangkat bersama pasukannya sampai ke Dhu-Tuwa. Setelah dilihatnya dari tempat itu tak ada perlawanan dari pihak Makkah, pasukannya dihentikan. Ia membungkuk menyatakan rasa syukur kepada Tuhan, yang telah membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu kepadanya dan kepada kaum Muslimin, sehingga mereka dapat masuk dengan aman, dengan tenteram.

Dalam pada itu Abu Quhafa (ayah Abu Bakar) - yang belum lagi masuk Islam waktu itu - meminta kepada cucunya yang perempuan supaya ia dibawa mendaki gunung Abu Qubais. Sesampainya di atas gunung, orang yang sudah buta itu bertanya kepada cucunya apa yang dilihatnya. Oleh cucunya dijawab bahwa ia melihat sesuatu serba hitam berkelompok "ltu pasukan berkuda", kata orang tua itu.

"Sekarang yang serba hitam itu sudah terpencar," kata cucunya lagi.

"Kalau begitu pasukan berkuda itu sedang bertolak ke Makkah. Cepat-cepatlah bawa aku pulang ke rumah."

Tetapi sebelum ia sampai ke rumahnya pasukan berkuda itu sudah lebih dulu sampai.

Rasulullah merasa bersyukur kepada Tuhan karena pintu Makkah kini telah terbuka. Tetapi sungguhpun demikian beliau tetap selalu waspada dan berhati-hati. Diperintahkannya pasukannya supaya dipecah menjadi empat bagian. Diperintahkan kepada mereka semua supaya jangan melakukan pertempuran, jangan sampai meneteskan darah, kecuali jika sangat terpaksa sekali.

Zubair bin'l-'Awwam dalam memimpin pasukan itu ditempatkan pada sayap kiri dan diperintahkan memasuki Makkah dari sebelah utara.

Khalid bin'l-Walid ditempatkan pada sayap kanan dan diperintahkan supaya memasuki Makkah dari jurusan bawah.



Sa'd bin 'Ubada yang memimpin orang Madinah supaya memasuki Makkah dari sebelah barat, sedang Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah oleh Rasulullah ditempatkan ke dalam barisan Muhajirin dan bersama-sama memasuki Makkah dari bagian atas, di kaki gunung Hind.

Sementara mereka sedang dalam persiapan demikian itu, tiba-tiba terdengar Said bin 'Ubada berkata: "Hari ini adalah hari perang. Hari dibolehkannya segala yang terlarang ..."

Dalam hal ini ia telah melanggar perintah Nabi, bahwa kaum Muslimin tidak boleh membunuh penduduk Makkah. Oleh karena itu, ketika Nabi mengetahui apa yang dikatakan oleh Sa'd itu, terpikir olehnya akan mengambil bendera yang ada di tangannya dan menyerahkannya kepada anaknya, Qais. Qais adalah laki-laki yang bertubuh besar, tapi ia lebih tenang dari ayahnya.

Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak Makkah tidak ada perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin'l-Walid yang berhadapan dengan perlawanan dari mereka yang tinggal di daerah bagian bawah Makkah. Mereka ini terdiri dari orang-orang Quraisy yang paling keras memusuhi Rasulullah dan yang ikut serta dengan Banu Bakr melanggar Perjanjian Hudaibiya dengan mengadakan serangan terhadap Khuza'a.

Mereka ini tidak mau memenuhi seruan Abu Sufyan. Bahkan mereka telah menyiapkan diri hendak berperang, sementara yang lain dari golongan mereka ini juga telah bersiap-siap pula hendak melarikan diri. Mereka dipimpin oleh Safwan, Suhail dan 'Ikrima bin Abi Jahl. Bilamana pasukan Khalid ini datang, mereka menghujaninya dengan serangan panah.

Tetapi secepat itu pula Khalid berhasil mencerai-beraikan mereka. Sungguhpun begitu dua orang dari anak buahnya tewas, karena mereka ini ternyata sesat jalan dan terpisah dari induk pasukannya, sementara pihak Quraisy kehilangan tigabelas orang, menurut satu sumber, atau duapuluh delapan orang, menurut sumber yang lain.



Melihat malapetaka yang sekarang sedang menimpa mereka ini, Shafwan, Suhail dan 'Ikrima cepat-cepat angkat kaki melarikan diri, dengan meninggalkan orang-orang yang tadinya mereka kerahkan mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan dan pukulan Khalid yang heroik itu. Dalam pada itu Rasulullah dengan pasukan Muhajirin yang kini di atas sebuah dataran tinggi itu, sedang menyusur turun menuju ke Makkah, dengan keyakinan hati hendak membebaskannya dalam keadaan aman dan damai.

Dilihatnya kota itu dengan segala isinya, dilihatnya pula kilatan pedang di bagian bawah kota serta pasukan Khalid yang sedang mengejar-ngejar mereka yang menyerangnya itu. Di sini ia merasa sedih sekali dan berteriak geram dengan mengingatkan kembali akan perintahnya untuk tidak mengadakan pertempuran. Setelah diketahuinya kemudian apa yang telah terjadi, teringat ia bahwa yang sudah dikehendaki Tuhan itulah yang baik.

Sekarang Rasulullah berhenti di hulu kota Makkah, di hadapan Bukit Hind. Di tempat itu dibangunnya sebuah kubah (kemah lengkung), tidak jauh dari makam Abu Thalib dan Khadijah. Ketika ia ditanya, maukah ia beristirahat di rumahnya, dijawabnya: "Tidak. Tidak ada rumah yang mereka tinggalkan buat saya di Makkah," katanya.

Kemudian beliau masuk ke dalam kemah lengkung itu. Beliau beristirahat dengan hati penuh rasa syukur kepada Allah SWT, karena ia telah kembali dengan terhormat, dengan membawa kemenangan ke dalam kota. Beliau melepaskan pandang ke sekitar tempat itu, ke lembah wadi dan gunung-gunung yang ada di sekelilingnya.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Amalah apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak menambah pertanyaan lagi karena menjaga perasaan beliau.

(HR. Bukhari No. 5513)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More