Bolehkah Mengusap Wajah Setelah Shalat?
Selasa, 17 November 2020 - 10:05 WIB
Masalah fiqih ibadah termasuk urusan shalat sering menjadi perdebatan di kalangan umat. Salah satunya mengusap wajah (muka) setelah melakukan shalat atau berdoa .
Banyak yang bertanya apakah ini amalan ini dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya. Berikut penjelasan singkat Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA yang dilansir dari rumahfiqih.
Dalam masalah mengusap wajah, para ulama berbeda pendapat. Penyebabnya karena para ahli hadis berbeda pendapat dalam menetapkan kekuatan dalilnya. Perlu diingat, selama suatu masalah masih merupakan khilafiyah di kalangan ulama, setiap muslim berhak untuk memilih mana yang sekiranya lebih dipilihnya.
(Baca Juga: Mengapa Tangan Diangkat Ketika Berdoa?)
Sebagian dari mereka mendhaifkan hadis tentang mengusap wajah setelah berdoa, seperti Syaikh Nasiruddin Al-Albani dan lain-lainnya. Bahkan beliau sampai mengatakan bid'ah. Di antanya adalah hadits-hadits ini:
"Apabila kalian telah selesai (berdoa), maka usapkan tangan ke wajah kalian." Beliau mengatakan bahwa lafadz di atas adalah syahid yang tidak benar dan mungkar karena ada di antara para perawinya ada yang muttaham fil wadh'i. Abu Zar'ah juga mengatakan bahwa hadit ini mungkar dan dikhawatirkan tidak ada asalnya. Demikian disebutkan dalam As-Silsilah As-Shahihah jilid 2 halaman 146.
Sedangkan ulama lainnya yang sama-sama mendha'ifkan hadits tentang itu, tidak sampai mengatakan bid'ah. Di antara mereka ada Ibnu Taimiyah, Al-'Izz ibnu Abdissalam dan lainnya. Lantaran hadits yang dianggap dha'if masih bisa digunakan asal untuk masalah fadhailul a'mal (keutamaan amal).
Ibnu Taimiyah berkata, "Sedangkan mengusap wajah dengan dua tangan, hanya ada dasar satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah." (Lihat Majmu' Fatawa jilid 22 halaman 519).
Al-'Izz ibnu Abdissalam berkata, "Tidak ada orang yang mengusap tangan ke wajahnya setelah berdoa kecuali orang yang jahil."
( )
Sementara itu, Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu berkata, " Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila mengangkat kedua tangannya untuk berdoa , tidak melepaskannya kecuali setelah mengusapkan keduanya ke wajahnya." (HR Tirmizi)
Perawi hadis ini yaitu Imam At-Tirmizi mengatakan bahwa hadits ini gharib, maksudnya perawinya hanya satu orang saja. Hadis yang sama namun lewat jalur Ibnu Abbas dengan esensi yang sama, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya. Namun Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini bahwa dalam isnadnya, setiap orang ada kelemahannya. (Lihat Al-Azkar An-Nawawi halaman 399).
Di pihak lain, sebagian ulama tetap bisa menerima masyru'iyah mengusap tangan ke wajah, meski masing-masing haditsnya dhaif, namun saling menguatkan satu dengan lainnya. Pendapat ulama bahwa bila hadits dha'if digunakan untuk ha-hal yang bersifat keutamaan (fadhilah amal), masih bisa dijadikan hujjah, asalkan kedha'ifannya tidak terlalu parah.
Maka Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam kitabnya Subulus-Salam mengatakan bahwa meski hadis-hadis tentang mengusap wajah itu masing-masing dhaif, namun satu sama lain saling menguatkan. Sehingga derajatnya naik menjadi hasan. (Lihat Subulus-salam jiid 4 halaman 399).
Kesimpulan masalah ini memang para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukumnya. Ada yang menjadikannya mustahab (sunnah), tetapi ada juga yang meninggalkannya.
( )
Wallahu A'lam
Banyak yang bertanya apakah ini amalan ini dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya. Berikut penjelasan singkat Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA yang dilansir dari rumahfiqih.
Dalam masalah mengusap wajah, para ulama berbeda pendapat. Penyebabnya karena para ahli hadis berbeda pendapat dalam menetapkan kekuatan dalilnya. Perlu diingat, selama suatu masalah masih merupakan khilafiyah di kalangan ulama, setiap muslim berhak untuk memilih mana yang sekiranya lebih dipilihnya.
(Baca Juga: Mengapa Tangan Diangkat Ketika Berdoa?)
Sebagian dari mereka mendhaifkan hadis tentang mengusap wajah setelah berdoa, seperti Syaikh Nasiruddin Al-Albani dan lain-lainnya. Bahkan beliau sampai mengatakan bid'ah. Di antanya adalah hadits-hadits ini:
"Apabila kalian telah selesai (berdoa), maka usapkan tangan ke wajah kalian." Beliau mengatakan bahwa lafadz di atas adalah syahid yang tidak benar dan mungkar karena ada di antara para perawinya ada yang muttaham fil wadh'i. Abu Zar'ah juga mengatakan bahwa hadit ini mungkar dan dikhawatirkan tidak ada asalnya. Demikian disebutkan dalam As-Silsilah As-Shahihah jilid 2 halaman 146.
Sedangkan ulama lainnya yang sama-sama mendha'ifkan hadits tentang itu, tidak sampai mengatakan bid'ah. Di antara mereka ada Ibnu Taimiyah, Al-'Izz ibnu Abdissalam dan lainnya. Lantaran hadits yang dianggap dha'if masih bisa digunakan asal untuk masalah fadhailul a'mal (keutamaan amal).
Ibnu Taimiyah berkata, "Sedangkan mengusap wajah dengan dua tangan, hanya ada dasar satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah." (Lihat Majmu' Fatawa jilid 22 halaman 519).
Al-'Izz ibnu Abdissalam berkata, "Tidak ada orang yang mengusap tangan ke wajahnya setelah berdoa kecuali orang yang jahil."
( )
Sementara itu, Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu berkata, " Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila mengangkat kedua tangannya untuk berdoa , tidak melepaskannya kecuali setelah mengusapkan keduanya ke wajahnya." (HR Tirmizi)
Perawi hadis ini yaitu Imam At-Tirmizi mengatakan bahwa hadits ini gharib, maksudnya perawinya hanya satu orang saja. Hadis yang sama namun lewat jalur Ibnu Abbas dengan esensi yang sama, diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya. Namun Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini bahwa dalam isnadnya, setiap orang ada kelemahannya. (Lihat Al-Azkar An-Nawawi halaman 399).
Di pihak lain, sebagian ulama tetap bisa menerima masyru'iyah mengusap tangan ke wajah, meski masing-masing haditsnya dhaif, namun saling menguatkan satu dengan lainnya. Pendapat ulama bahwa bila hadits dha'if digunakan untuk ha-hal yang bersifat keutamaan (fadhilah amal), masih bisa dijadikan hujjah, asalkan kedha'ifannya tidak terlalu parah.
Maka Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam kitabnya Subulus-Salam mengatakan bahwa meski hadis-hadis tentang mengusap wajah itu masing-masing dhaif, namun satu sama lain saling menguatkan. Sehingga derajatnya naik menjadi hasan. (Lihat Subulus-salam jiid 4 halaman 399).
Kesimpulan masalah ini memang para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukumnya. Ada yang menjadikannya mustahab (sunnah), tetapi ada juga yang meninggalkannya.
( )
Wallahu A'lam
(rhs)