Kisah Sufi: Muhammad Shah, Mursyid dari Turkistan
Rabu, 25 November 2020 - 06:15 WIB
MUHAMMAD Shah , Mursyid (Pembimbing) dari Turkistan, adalah guru pada abad kesembilanbelas yang mengambil contoh-contohnya dari 'sari' (kandangan batiniah sejati) tindakan dan kehidupan biasa. Di bawah ini cerita khas dari metode-metodenya. (
)
Muhammad Shah mengambil sekelompok dari Halaqah ('lingkaran keilmuan')-nya untuk melihat pemandangan tertentu, salah satunya adalah sebuah menara tinggi di pinggir sungai. "Ini dibangun oleh orang-orang yang gigih," katanya.
Kemudian ia mengajak mereka melihat sekelompok peziarah Brahma berjalan ke sungai suci Jumna. "Mereka adalah orang-orang yang gigih," katanya. Di lain hari, ia mengajak orang-orangnya melihat sebuah kafilah yang datang melalui padang pasir pembuangan dari Cina. "Mereka orang-orang yang gigih," katanya.
Akhirnya ia memerintah mereka pergi ke Tibet guna memperhatikan peziarah-peziarah mengukur jarak mereka di sepanjang jalan, melakukan perjalanan suci. "Mereka adalah orang-orang yang gigih," ia berkata demikian ketika mereka kembali. ( )
Setelah beberapa bulan, ia menyuruh mereka memperhatikan hakim menguji-coba kasus, mengamati upaya-upaya hakim, energi para saksi, aspirasi penuntut, usaha tertuduh. "Dalam semua ini, engkau melihat laki-laki dan perempuan yang gigih," katanya.
"Di mana-mana manusia tekun atau gigih. Bidang yang ditekuni adalah apa yang ia hargai. Mereka dapat memperoleh hasil panen atau menuai hasil dan menggunakannya. Jika, di lain pihak, selama ketekunan, mereka diperdaya oleh sesuatu yang ditekuninya, mereka tidak dapat memanfaatkan latihan perjuangan dari ketekunan atau kegigihan. Semua yang terjadi pada mereka adalah bahwa mereka menjadi terlatih dalam sifat tak mudah menyerah."
Dinukil dari Idries Shah dalam bukunya yang berjudul The Way of the Sufi dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha dengan judul "Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat". ( )
Muhammad Shah mengambil sekelompok dari Halaqah ('lingkaran keilmuan')-nya untuk melihat pemandangan tertentu, salah satunya adalah sebuah menara tinggi di pinggir sungai. "Ini dibangun oleh orang-orang yang gigih," katanya.
Kemudian ia mengajak mereka melihat sekelompok peziarah Brahma berjalan ke sungai suci Jumna. "Mereka adalah orang-orang yang gigih," katanya. Di lain hari, ia mengajak orang-orangnya melihat sebuah kafilah yang datang melalui padang pasir pembuangan dari Cina. "Mereka orang-orang yang gigih," katanya.
Akhirnya ia memerintah mereka pergi ke Tibet guna memperhatikan peziarah-peziarah mengukur jarak mereka di sepanjang jalan, melakukan perjalanan suci. "Mereka adalah orang-orang yang gigih," ia berkata demikian ketika mereka kembali. ( )
Setelah beberapa bulan, ia menyuruh mereka memperhatikan hakim menguji-coba kasus, mengamati upaya-upaya hakim, energi para saksi, aspirasi penuntut, usaha tertuduh. "Dalam semua ini, engkau melihat laki-laki dan perempuan yang gigih," katanya.
"Di mana-mana manusia tekun atau gigih. Bidang yang ditekuni adalah apa yang ia hargai. Mereka dapat memperoleh hasil panen atau menuai hasil dan menggunakannya. Jika, di lain pihak, selama ketekunan, mereka diperdaya oleh sesuatu yang ditekuninya, mereka tidak dapat memanfaatkan latihan perjuangan dari ketekunan atau kegigihan. Semua yang terjadi pada mereka adalah bahwa mereka menjadi terlatih dalam sifat tak mudah menyerah."
Dinukil dari Idries Shah dalam bukunya yang berjudul The Way of the Sufi dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha dengan judul "Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat". ( )
(mhy)