Kawin Kontrak atau Mut'ah: Dulu Sempat Dibolehkan, Mengapa Setelah Itu Haram?

Rabu, 02 Desember 2020 - 05:00 WIB
Al-Qardhawi menyebutkan menurut pendapat kebanyakan sahabat, bahwa haramnya mut'ah itu berlaku selama-lamanya, tidak ada sedikitpun rukhshah, sesudah hukum tersebut diundangkan.

Tetapi Ibnu Abbas berpendapat lain. Menurutnya, boleh ketika terpaksa. "Ada seorang yang bertanya kepadanya tentang kawin mut'ah, kemudian dia membolehkannya. Lantas seorang bekas hambanya bertanya: Apakah yang demikian itu dalam keadaan terpaksa dan karena sedikitnya jumlah wanita atau yang seperti itu? Ibnu Abbas menjawab: Ya!" (Riwayat Bukhari)

Kemudian setelah Ibnu Abbas menyaksikan sendiri, bahwa banyak orang-orang yang mempermudah persoalan ini dan tidak membatasi dalam situasi yang terpaksa, maka ia hentikan fatwanya itu dan ditarik kembali. [Lihat Zadul Ma'ad 4: 7 (Riwayat Baihaqi)]

Quraish Shihab mengatakan, bahwa nikah mut'ah tidak sejalan dengan tujuan perkawinan yang diharapkan Al-Quran. Dalam hal ini, suatu pernikahan tentunya diharapkan langgeng, sehidup dan semati, bahkan sampai hari kiamat. ( )

Kendati demikian, ia menyebut bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama Sunni dan Syiah terkait nikah mut'ah ini. Dalih bahwa Umar bin Khattab lah yang melarang nikah mut'ah dijadikan pegangan oleh ulama Syiah untuk membolehkan nikah mut'ah. Sementara ulama Sunni melarang nikah mut'ah, namun tetap membedakannya dengan perzinahan. Akan tetapi, Quraish Shihab juga menyebut tidak sedikit ulama Syiah yang tidak menganjurkan mut'ah, karena dapat merugikan kaum wanita.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Makan sahurlah kalian, karena (makan) di waktu sahur itu mengandung barakah.

(HR. Muslim No. 1835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More