Kini Pasak Jakarta Itu Telah Tercabut (1)
Jum'at, 15 Januari 2021 - 20:37 WIB
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat
Jumat 15 Januari 2021 Pukul 18.00 Wita, saya mendengar kabar mengejutkan tentang berita duka wafatnya seorang ulama kharismatik Jakarta, sesepuh para Habaib se-Jakarta, Ad-dai ilallah, seorang habib yang dicintai dan disayangi umat. Beliau merupakan guru kami, seorang sosok ayah sekaligus seorang sahabat.
Sayyidil Walid Al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdul Qadir Asseqaf merupakan putra dari seorang wali mastur Allahyarham Al-Habib Abdurrahman Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Oleh orang-orang terdekat Sayyidil Walid saya diperkenalkan dan diterima baik di lingkungan murid-murid dekat beliau. Meskipun tidak lama, pengalaman saya menjadi bagian orang-orang yang dekat dengan Sayyidil Walid sangatlah berkesan.
Saya sering diajak makan di rumah beliau, berbicara dekat berdua dengan Walid. Bahkan saya sangat akrab dengan putra-putra beliau, khususnya Habib Ahmad dan Habib Muhammad bin Habib Ali bin Abdurrahman Asseqaf.
Sewaktu di Jakarta, saya sering menemani dan menjadi asisten Habib Muhammad berdakwah menghadiri undangan Maulid Nabi di berbagai tempat di luar kota Jakarta, kawasan Tanggerang hingga Bogor.
Sesekali saya diminta juga untuk menyampaikan tausiyah bergantian dengan Habib Muhammad, meskipun saya enggan dan sering dipaksa. Saya lebih senang menemani duduk saja jika menghadiri undangan tersebut yang sejatinya undangan itu juga dalam rangka mewakili undangan untuk Sayyidil Walid.
Berhubung Sayyidil Walid sudah uzur, maka Habib Muhammad lah yang sering menggantikan undangan tersebut. Dan Habib Muhammad pun juga sering meminta saya untuk menemani menghadiri berbagai peringatan maulid setiap malam.
Dari murid-murid terdekat Sayyidil Walid, seperti Haji Rudi, saya mendapatkan banyak kisah unik tentang sosok sekaligus kebiasaan Sayyidil Walid. Kami memanggil "Sayyidil Walid" atau "Walid" itu merupakan kehormatan sekaligus rasa cinta kami. Sayyidil Walid atau Walid bagi kami adalah seorang ayah yang mencintai, perhatian dan kasih sayang pada anak-anaknya serta muridnya.
Dalam banyak kesempatan berbincang, Haji Rudi sering menceritakan betapa tingginya semangat dan keistiqamahan Sayyidil Walid belajar dan mengajar semenjak mudanya hingga masa tua beliau yang pada masa wafat usia beliau mencapai sekitar 80-an.
Semasa mudanya, Walid begitu sangat gigih dan istiqamah mengajar dari tempat tinggal beliau di Tebet Jakarta Selatan ke Masjid Luar Batang Jakarta Utara setiap ba'da Subuh, itu dilakukan setiap hari, tidak peduli hujan atau tidak selama 20 tahun lebih.
Bayangkan sejauh itu beliau tetap mengajar, meski kadang murid yang diajar itu cuma satu orang. Beliau pernah berkata, "Saya akan tetap istiqamah mengajar meskipun orang yang saya ajar hanya satu orang murid saja!"
Dulu sewaktu beliau masih muda, beliau berguru pada seorang guru secara istiqamah. Setiap ba'da Subuh beliau pergi mengunjungi rumah sang guru.
Salah satu adab beliau dalam berguru, Walid tidak pernah sama sekali mengetuk pintu rumah sang guru, disebabkan beliau tidak ingin mengganggu sang guru.
Begitu pun keistiqamahan mengajar sang guru, beliau juga tidak pernah lupa membukakan pintu buat muridnya, sehingga setiap kali walid datang ke rumah gurunya, pintu itu selalu terbuka.
Nah, pernah suatu hari sang guru terlupa membukakan pintu, karena mengira pintu sudah terbuka. Walid yang mengira gurunya sedang dalam keadaan sibuk atau bepergian atau di luar rumah pun tetap setiap menunggu di luar rumah.
Sedangkan sang guru juga menunggu sampai Zuhur. Ketika pintu dibuka, Walid masih tetap berdiri menunggu di depan pintu dengan sabar semenjak Subuh. Begitulah akhlak berguru yang menjadikan seseorang hidupnya berlimpah berkah ilmu dan Allah naikkan derajat beliau.
(Bersambung)!
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat
Jumat 15 Januari 2021 Pukul 18.00 Wita, saya mendengar kabar mengejutkan tentang berita duka wafatnya seorang ulama kharismatik Jakarta, sesepuh para Habaib se-Jakarta, Ad-dai ilallah, seorang habib yang dicintai dan disayangi umat. Beliau merupakan guru kami, seorang sosok ayah sekaligus seorang sahabat.
Sayyidil Walid Al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdul Qadir Asseqaf merupakan putra dari seorang wali mastur Allahyarham Al-Habib Abdurrahman Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Oleh orang-orang terdekat Sayyidil Walid saya diperkenalkan dan diterima baik di lingkungan murid-murid dekat beliau. Meskipun tidak lama, pengalaman saya menjadi bagian orang-orang yang dekat dengan Sayyidil Walid sangatlah berkesan.
Saya sering diajak makan di rumah beliau, berbicara dekat berdua dengan Walid. Bahkan saya sangat akrab dengan putra-putra beliau, khususnya Habib Ahmad dan Habib Muhammad bin Habib Ali bin Abdurrahman Asseqaf.
Sewaktu di Jakarta, saya sering menemani dan menjadi asisten Habib Muhammad berdakwah menghadiri undangan Maulid Nabi di berbagai tempat di luar kota Jakarta, kawasan Tanggerang hingga Bogor.
Sesekali saya diminta juga untuk menyampaikan tausiyah bergantian dengan Habib Muhammad, meskipun saya enggan dan sering dipaksa. Saya lebih senang menemani duduk saja jika menghadiri undangan tersebut yang sejatinya undangan itu juga dalam rangka mewakili undangan untuk Sayyidil Walid.
Berhubung Sayyidil Walid sudah uzur, maka Habib Muhammad lah yang sering menggantikan undangan tersebut. Dan Habib Muhammad pun juga sering meminta saya untuk menemani menghadiri berbagai peringatan maulid setiap malam.
Dari murid-murid terdekat Sayyidil Walid, seperti Haji Rudi, saya mendapatkan banyak kisah unik tentang sosok sekaligus kebiasaan Sayyidil Walid. Kami memanggil "Sayyidil Walid" atau "Walid" itu merupakan kehormatan sekaligus rasa cinta kami. Sayyidil Walid atau Walid bagi kami adalah seorang ayah yang mencintai, perhatian dan kasih sayang pada anak-anaknya serta muridnya.
Dalam banyak kesempatan berbincang, Haji Rudi sering menceritakan betapa tingginya semangat dan keistiqamahan Sayyidil Walid belajar dan mengajar semenjak mudanya hingga masa tua beliau yang pada masa wafat usia beliau mencapai sekitar 80-an.
Semasa mudanya, Walid begitu sangat gigih dan istiqamah mengajar dari tempat tinggal beliau di Tebet Jakarta Selatan ke Masjid Luar Batang Jakarta Utara setiap ba'da Subuh, itu dilakukan setiap hari, tidak peduli hujan atau tidak selama 20 tahun lebih.
Bayangkan sejauh itu beliau tetap mengajar, meski kadang murid yang diajar itu cuma satu orang. Beliau pernah berkata, "Saya akan tetap istiqamah mengajar meskipun orang yang saya ajar hanya satu orang murid saja!"
Dulu sewaktu beliau masih muda, beliau berguru pada seorang guru secara istiqamah. Setiap ba'da Subuh beliau pergi mengunjungi rumah sang guru.
Salah satu adab beliau dalam berguru, Walid tidak pernah sama sekali mengetuk pintu rumah sang guru, disebabkan beliau tidak ingin mengganggu sang guru.
Begitu pun keistiqamahan mengajar sang guru, beliau juga tidak pernah lupa membukakan pintu buat muridnya, sehingga setiap kali walid datang ke rumah gurunya, pintu itu selalu terbuka.
Nah, pernah suatu hari sang guru terlupa membukakan pintu, karena mengira pintu sudah terbuka. Walid yang mengira gurunya sedang dalam keadaan sibuk atau bepergian atau di luar rumah pun tetap setiap menunggu di luar rumah.
Sedangkan sang guru juga menunggu sampai Zuhur. Ketika pintu dibuka, Walid masih tetap berdiri menunggu di depan pintu dengan sabar semenjak Subuh. Begitulah akhlak berguru yang menjadikan seseorang hidupnya berlimpah berkah ilmu dan Allah naikkan derajat beliau.
(Bersambung)!
(rhs)