Perpecahan di Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, Dipicu Soal Pembagian Ghanimah
Kamis, 21 Januari 2021 - 18:23 WIB
Bersama-sama dengan Abul Haitsam, Abu Ayub bin Hanif dan beberapa orang lainnya lagi, Ammar bin Yasir mendatangi Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Setelah melaporkan apa yang didengarnya, ia mendorong agar Khalifah cepat bertindak untuk memperkokoh kepemimpinannya.
Kata Ammar kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib: "Marahilah kaum anda itu. Mereka itu ialah orang-orang Quraiys yang telah menciderai janji setia kepada anda. Secara diam-diam mereka membisikkan supaya kami melawan anda. Mereka tidak menyukai anda, hanya karena anda menjalankan kebijaksanaan sesuai dengan tauladan yang telah diberikan Rasulullah s.a.w. Mereka merasa kehilangan sesuatu yang selama ini dirasakan enak dan menguntungkan mereka."
"Pada saat anda memperlakukan mereka sama dengan orang-orang lain, mereka menentang. Kemudian mereka mengadakan hubungan-hubungan dengan musuh-musuhmu dan memuji-mujinya. Secara terang-terangan mereka telah mengambil sikap yang berlainan dengan orang banyak. Mereka ikut-ikut menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan. Mereka bersekongkol dengan orang-orang sesat. Sekarang bagaimana sikap anda?" ujar Ammar kemudian.
Mendengar apa yang dikatakan Ammar dan kawan-kawannya, Ali bin Abi Thalib langsung keluar menuju masjid. Dengan menyandang pedang dan bertongkat busur, ia naik ke mimbar menghadapi orang banyak yang sedang berkumpul.
Setelah mengucap syukur atas nikmat yang dilimpahkan Allah s.w.t., Amirul Mukminin memperingatkan kepada semua yang hadir, bahwa nikmat yang diterima oleh manusia dari Al Khalik sekaligus juga merupakan ujian: apakah kita bersyukur atau berkufur.
"Barang siapa bersyukur," kata Khalifah Ali bin Abi Thalib, "akan memperoleh tambahan nikmat lebih banyak lagi. Sedang siapa yang berkufur, ia pasti akan mendapat siksa berat. Orang yang paling mulia di sisi Allah dan yang terdekat hubungannya dengan Dia, ialah orang yang paling takwa dan patuh kepada perintah dan larangan-Nya, yang paling setia kepada-Nya, yang paling ikhlas mengikuti Sunnah Rasul-Nya dan yang paling teguh melaksanakan Kitab-Nya."
"Di antara kita," kata Khalifah Ali lagi, "seterusnya, tidak ada orang yang memperoleh kelebihan dan keutamaan, kecuali mereka yang paling taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Untuk memperkuat kata-katanya itu Khalifah Ali bin Abi Thalib memperingatkan hadirin kepada bunyi Surah Al-Hujurat ayat 13, yang artinya: "Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu."
Selanjutnya dengan nada keras Amirul Mukminin memperingatkan kelompok-kelompok kaum Muhajirin dan Anshar yang sudah tergiur oleh harta kekayaan dan kesenangan-kesenangan duniawi lainnya. Ia menegaskan, bahwa masalah pembagian harta ghanimah, kepada seorang tidak akan diberikan lebih banyak dari yang lain.
Dikatakannya juga: "Allah telah mengizinkan harta tersebut dibagi-bagi. Harta itu adalah milik Allah, sedang kalian adalah hamba-hambaNya yang berserah diri kepada-Nya."
Seusai menjelaskan prinsip kebijaksanaannya, Amirul Mukminin memerintahkan Ammar bin Yasir dan Abdurrahrnan bin Hazal Al-Quraysiy supaya memanggil Thalhah dan Zubair yang waktu itu duduk agak jauh.
Sambil memandang tajam kepada kedua orang tersebut, setelah berada dekatnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata: "Katakan terus terang, bukankah kalian telah membai'atku dan berjanji setia kepadaku? Bukankah kalian telah minta kepadaku agar aku bersedia dibai'at, padahal waktu itu aku sendiri tidak berminat?"
"Ya, benar," jawab kedua orang itu.
"Benarkah waktu itu kalian tidak dipaksa oleh siapa pun?Bukankah dengan pernyataan bai'at kalian itu, kalian telah menyatakan janji setia dan taat kepadaku?" tanya Ali bin Abi Thalib.
"Ya, benar," jawab kedua orang itu pula.
"Lantas, sesudah semuanya itu apakah yang membuat kalian sampai bersikap seperti yang kuketahui itu?" tanya Khalifah Ali r.a. lagi untuk mendapat jawaban pasti.
"Kami membai'atmu dengan syarat," jawab kedua orang itu.
"Bahwa anda tidak akan mengambil keputusan atau tindakan tanpa persetujuan kami, dan anda akan selalu mengajak kami bermusyawarah, serta tidak akan memaksakan sesuatu kepada kami. Sebab sebagaimana anda ketahui, kami ini mempunyai kelebihan dibanding dengan orang lain. Tetapi anda melaksanakan pembagian harta ghanimah berdasarkan keputusan sendiri tanpa bermusyawarah dan tanpa sepengetahuan kami."
"Kalian sebenarnya dendam karena soal yang amat kecil dan mengharapkan sesuatu yang sangat besar," kata Amirul Mukminin sambil menekan perasaan, menanggapi jawaban Thalhah dan Zubair tadi. "Mohonlah pengampunan kepada Allah, Dia akan mengampuni kalian! Bukankah dengan ucapan itu kalian bermaksud hendak mengatakan, bahwa aku ini telah menghapus hak kalian dan aku berlaku zalim terhadap kalian mengenai hal itu? Apakah aku meremehkan atau menutup muka terhadap hukum atau terhadap sesuatu yang sudah menjadi hak kaum muslimin?"
Setelah melaporkan apa yang didengarnya, ia mendorong agar Khalifah cepat bertindak untuk memperkokoh kepemimpinannya.
Kata Ammar kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib: "Marahilah kaum anda itu. Mereka itu ialah orang-orang Quraiys yang telah menciderai janji setia kepada anda. Secara diam-diam mereka membisikkan supaya kami melawan anda. Mereka tidak menyukai anda, hanya karena anda menjalankan kebijaksanaan sesuai dengan tauladan yang telah diberikan Rasulullah s.a.w. Mereka merasa kehilangan sesuatu yang selama ini dirasakan enak dan menguntungkan mereka."
"Pada saat anda memperlakukan mereka sama dengan orang-orang lain, mereka menentang. Kemudian mereka mengadakan hubungan-hubungan dengan musuh-musuhmu dan memuji-mujinya. Secara terang-terangan mereka telah mengambil sikap yang berlainan dengan orang banyak. Mereka ikut-ikut menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan. Mereka bersekongkol dengan orang-orang sesat. Sekarang bagaimana sikap anda?" ujar Ammar kemudian.
Mendengar apa yang dikatakan Ammar dan kawan-kawannya, Ali bin Abi Thalib langsung keluar menuju masjid. Dengan menyandang pedang dan bertongkat busur, ia naik ke mimbar menghadapi orang banyak yang sedang berkumpul.
Baca Juga
"Barang siapa bersyukur," kata Khalifah Ali bin Abi Thalib, "akan memperoleh tambahan nikmat lebih banyak lagi. Sedang siapa yang berkufur, ia pasti akan mendapat siksa berat. Orang yang paling mulia di sisi Allah dan yang terdekat hubungannya dengan Dia, ialah orang yang paling takwa dan patuh kepada perintah dan larangan-Nya, yang paling setia kepada-Nya, yang paling ikhlas mengikuti Sunnah Rasul-Nya dan yang paling teguh melaksanakan Kitab-Nya."
"Di antara kita," kata Khalifah Ali lagi, "seterusnya, tidak ada orang yang memperoleh kelebihan dan keutamaan, kecuali mereka yang paling taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Untuk memperkuat kata-katanya itu Khalifah Ali bin Abi Thalib memperingatkan hadirin kepada bunyi Surah Al-Hujurat ayat 13, yang artinya: "Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu."
Selanjutnya dengan nada keras Amirul Mukminin memperingatkan kelompok-kelompok kaum Muhajirin dan Anshar yang sudah tergiur oleh harta kekayaan dan kesenangan-kesenangan duniawi lainnya. Ia menegaskan, bahwa masalah pembagian harta ghanimah, kepada seorang tidak akan diberikan lebih banyak dari yang lain.
Dikatakannya juga: "Allah telah mengizinkan harta tersebut dibagi-bagi. Harta itu adalah milik Allah, sedang kalian adalah hamba-hambaNya yang berserah diri kepada-Nya."
Baca Juga
Sambil memandang tajam kepada kedua orang tersebut, setelah berada dekatnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata: "Katakan terus terang, bukankah kalian telah membai'atku dan berjanji setia kepadaku? Bukankah kalian telah minta kepadaku agar aku bersedia dibai'at, padahal waktu itu aku sendiri tidak berminat?"
"Ya, benar," jawab kedua orang itu.
"Benarkah waktu itu kalian tidak dipaksa oleh siapa pun?Bukankah dengan pernyataan bai'at kalian itu, kalian telah menyatakan janji setia dan taat kepadaku?" tanya Ali bin Abi Thalib.
"Ya, benar," jawab kedua orang itu pula.
"Lantas, sesudah semuanya itu apakah yang membuat kalian sampai bersikap seperti yang kuketahui itu?" tanya Khalifah Ali r.a. lagi untuk mendapat jawaban pasti.
"Kami membai'atmu dengan syarat," jawab kedua orang itu.
"Bahwa anda tidak akan mengambil keputusan atau tindakan tanpa persetujuan kami, dan anda akan selalu mengajak kami bermusyawarah, serta tidak akan memaksakan sesuatu kepada kami. Sebab sebagaimana anda ketahui, kami ini mempunyai kelebihan dibanding dengan orang lain. Tetapi anda melaksanakan pembagian harta ghanimah berdasarkan keputusan sendiri tanpa bermusyawarah dan tanpa sepengetahuan kami."
"Kalian sebenarnya dendam karena soal yang amat kecil dan mengharapkan sesuatu yang sangat besar," kata Amirul Mukminin sambil menekan perasaan, menanggapi jawaban Thalhah dan Zubair tadi. "Mohonlah pengampunan kepada Allah, Dia akan mengampuni kalian! Bukankah dengan ucapan itu kalian bermaksud hendak mengatakan, bahwa aku ini telah menghapus hak kalian dan aku berlaku zalim terhadap kalian mengenai hal itu? Apakah aku meremehkan atau menutup muka terhadap hukum atau terhadap sesuatu yang sudah menjadi hak kaum muslimin?"