Salat dalam Keadaan Darurat Najis, Ini Pendapat Mazhab Syafi'i
Kamis, 21 Januari 2021 - 22:12 WIB
Jika seseorang dalam keadaan tidak bisa menghilangkan najis dari badannya, sementara waktu shalat hampir habis, apa yang harus dilakukan? Apakah tetap salat atau berusaha mencari air untuk membersihkannya?
Berikut penjelasan Ustaz Galih Maulana (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam bukunya "Syarat Sah Shalat Mazhab Syafi'i". Adapun yang harus dilakukan adalah mendirikan shalat sebagai bentuk penghormatan terhadap datangnya waktu shalat. Jangan sampai terlewat waktu shalat tanpa menunaikan shalat.
Imam Nawawi mengatakan: "Hukum dari masalah ini yaitu, apabila seseorang yang terkana najis di badannya kemudian dia tidak mampu menghilangkan najis tersebut (karena alasan tertentu) maka dia wajib melaksanakan shalat sesuai keadaanya sebagai bentuk penghormatan atas waktu shalat. " (Al-Majmu' syarh al-Muhadzab: jilid. 3 hal. 136)
Contohnya, ketika seseorang yang telah berwudhu pergi ke suatu tempat yang disana tidak ada air, kemudian di tengah perjalanan orang ini terkena najis sementara waktu shalat akan segera habis dan tidak ada kesempatan untuk membersihkan najis, maka dalam keadaan seperti ini, dia wajib melaksanakan shalat sebagaimana biasanya, lalu nanti setelah dia mampu menghilangkan najis, shalatnya diulang kembali.
Dalilnya adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dari Abu Hurairoh, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apabila aku memberi kalian perintah akan suatu hal maka laksanakanlah semampu mungkin". (HR Al-Bukhari Muslim)
Jadi dalam konteks ini, ketika salah satu syarat sah tidak mampu terpenuhi bukan berarti kewajiban menjalankan shalat pada waktunya menjadi terabaikan, laksanakanlah shalat itu bagaimanapun keadaanya semampu mungkin, shalat inilah yang kemudian dalam term Mazhab Syafi'i dinamai sebagai "Shalat li hurmat al-wakti".
Kemudian, apabila najis yang menempel pada tubuhnya sudah berhasil dihilangkan, maka wajib mengulangi shalat tersebut meski waktunya sudah habis, inilah yang disebut sebagai shalat Qadha.
Imam Nawawi menyebutkan: "Dan diwajibkan mengulanginya (ketika sudah mampu menghilangkan najis)."
Begitu juga orang yang memiliki luka mengeluarkan darah, orang dengan keadaan seperti ini juga wajib mengulagi shalatnya, inilah pendapat paling shahih dalam Mazhab Syafi'i.
"Apabila pada luka terdapat darah yang banyak, namun tidak bisa dicuci karena ditakutkan bertambah parah, maka tentang kewajiban mengulangi shalat (setelah sembuh) ada dua pendapat yang disebutkan penulis (as-Syairozi), yang paling shahih adalah qoul jadid/pendapat barunya Imam Syafi'i yang menyatakan wajib."
Wallahu A'lam
Berikut penjelasan Ustaz Galih Maulana (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam bukunya "Syarat Sah Shalat Mazhab Syafi'i". Adapun yang harus dilakukan adalah mendirikan shalat sebagai bentuk penghormatan terhadap datangnya waktu shalat. Jangan sampai terlewat waktu shalat tanpa menunaikan shalat.
Imam Nawawi mengatakan: "Hukum dari masalah ini yaitu, apabila seseorang yang terkana najis di badannya kemudian dia tidak mampu menghilangkan najis tersebut (karena alasan tertentu) maka dia wajib melaksanakan shalat sesuai keadaanya sebagai bentuk penghormatan atas waktu shalat. " (Al-Majmu' syarh al-Muhadzab: jilid. 3 hal. 136)
Contohnya, ketika seseorang yang telah berwudhu pergi ke suatu tempat yang disana tidak ada air, kemudian di tengah perjalanan orang ini terkena najis sementara waktu shalat akan segera habis dan tidak ada kesempatan untuk membersihkan najis, maka dalam keadaan seperti ini, dia wajib melaksanakan shalat sebagaimana biasanya, lalu nanti setelah dia mampu menghilangkan najis, shalatnya diulang kembali.
Dalilnya adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dari Abu Hurairoh, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apabila aku memberi kalian perintah akan suatu hal maka laksanakanlah semampu mungkin". (HR Al-Bukhari Muslim)
Jadi dalam konteks ini, ketika salah satu syarat sah tidak mampu terpenuhi bukan berarti kewajiban menjalankan shalat pada waktunya menjadi terabaikan, laksanakanlah shalat itu bagaimanapun keadaanya semampu mungkin, shalat inilah yang kemudian dalam term Mazhab Syafi'i dinamai sebagai "Shalat li hurmat al-wakti".
Kemudian, apabila najis yang menempel pada tubuhnya sudah berhasil dihilangkan, maka wajib mengulangi shalat tersebut meski waktunya sudah habis, inilah yang disebut sebagai shalat Qadha.
Imam Nawawi menyebutkan: "Dan diwajibkan mengulanginya (ketika sudah mampu menghilangkan najis)."
Begitu juga orang yang memiliki luka mengeluarkan darah, orang dengan keadaan seperti ini juga wajib mengulagi shalatnya, inilah pendapat paling shahih dalam Mazhab Syafi'i.
"Apabila pada luka terdapat darah yang banyak, namun tidak bisa dicuci karena ditakutkan bertambah parah, maka tentang kewajiban mengulangi shalat (setelah sembuh) ada dua pendapat yang disebutkan penulis (as-Syairozi), yang paling shahih adalah qoul jadid/pendapat barunya Imam Syafi'i yang menyatakan wajib."
Wallahu A'lam
(rhs)
Lihat Juga :