Benarkah Kebanyakan Manusia Bertuhan Lebih dari Satu?
Senin, 25 Januari 2021 - 14:37 WIB
DALAM kenyataannya, kebanyakan manusia di dunia ini bertuhan lebih dari satu. Al-Qur'an menamakan mereka ini musyrik , yaitu orang yang syirik .
Kata syirik berasal dari kata "syaraka" yang berarti "mencampurkan dua atau lebih benda/hal yang tidak sama menjadi seolah-olah sama", misalnya mencampurkan beras kelas dua ke dalam beras kelas satu. Campuran itu dinamakan beras isyrak. Orang yang mencampurkannya disebut musyrik.
Lawan "syaraka" ialah "khalasha" artinya memurnikan. Beras kelas satu yang masih murni, tidak bercampur sebutir pun dengan beras jenis lain disebut beras yang "Khalish".
"Jadi orang yang ikhlash bertuhankan hanya Allah ialah orang yang benar-benar bertauhid. Inilah konsep yang paling sentral di dalam ajaran Islam," demikian buku Kuliah Tauhid karya Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim yang diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB (1980).
Mentauhidkan Allah ini tidaklah semudah percaya akan wujudnya Allah. Mentauhidkan Allah dengan ikhlash menghendaki suatu perjuangan yang sangat berat. Mentauhidkan Allah adalah suatu jihad yang terbesar di dalam hidup ini.
Kenyataannya, Imaduddin menyatakan, orang-orang yang sudah mengaku Islam pun, bahkan mereka yang sudah rajin bersalat, berpuasa dan ber'ibadah yang lain pun, di dalam kehidupan mereka sehari-hari masih bersikap, bahkan bertingkah laku seolah-olah mereka masih syirik (bertuhan lain di samping Tuhan Yang Sebenarnya).
Mereka masih mencampurkan (mensyirikkan) pengabdian mereka kepada Allah itu dengan pengabdian kepada sesuatu "ilah" yang lain.
Pengabdian sampingan itu biasanya ialah di dalam bentuk "rasa ketergantungan" kepada ilah yang lain itu. Oleh karena itu, al-Qur'an mengingatkan setiap Muslim, bahwa dosa terbesar yang tak akan terampunkan oleh Allah ialah syirik ini (Lihat Q 4:48 dan 116):
Artinya kira-kira: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan orang-orang yang mensyirikkan-Nya, tapi Ia akan mengampuni kesalahan lain bagi siapa yang diperkenankan-Nya. Barangsiapa yang mensyirikkan Allah, sesungguhnyalah ia telah berdosa yang sangat besar."
Rasulullah SAW pun pernah mengatakan, bahwa pokok pangkal setiap dosa ialah syirik. Jadi senada dengan peringatan yang disampaikan al-Qur'an.
Dapat dipahami, bahwa setiap orang yang akan melakukan sesuatu dosa , apalagi buat pertama kali, akan merasakan, bahwa hati nuraninya akan memberontak. Detak jantungnya akan bertambah cepat, timbul rasa malu kalau-kalau perbuatannya itu akan dilihat orang lain, terutama kenalannya. Maka pada saat itu ia lebih takut (malu) kepada orang (ilah lain) dari pada kepada Allah, Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Maka pada saat itu ia sudah syirik sebelum melaksanakan keinginan hawa nafsunya itu.
Peringatan al-Qur'an dan ucapan Rasul itu disampaikan karena Allah sendiri tahu, bahwa memang tidak mudah mencapai tingkat tauhid yang ikhlash. Sangat banyak kendala dan halangan yang harus diatasi jika orang ingin mencapai tingkat tauhid yang murni ini. (Bersambung)
Kata syirik berasal dari kata "syaraka" yang berarti "mencampurkan dua atau lebih benda/hal yang tidak sama menjadi seolah-olah sama", misalnya mencampurkan beras kelas dua ke dalam beras kelas satu. Campuran itu dinamakan beras isyrak. Orang yang mencampurkannya disebut musyrik.
Lawan "syaraka" ialah "khalasha" artinya memurnikan. Beras kelas satu yang masih murni, tidak bercampur sebutir pun dengan beras jenis lain disebut beras yang "Khalish".
"Jadi orang yang ikhlash bertuhankan hanya Allah ialah orang yang benar-benar bertauhid. Inilah konsep yang paling sentral di dalam ajaran Islam," demikian buku Kuliah Tauhid karya Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim yang diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB (1980).
Mentauhidkan Allah ini tidaklah semudah percaya akan wujudnya Allah. Mentauhidkan Allah dengan ikhlash menghendaki suatu perjuangan yang sangat berat. Mentauhidkan Allah adalah suatu jihad yang terbesar di dalam hidup ini.
Kenyataannya, Imaduddin menyatakan, orang-orang yang sudah mengaku Islam pun, bahkan mereka yang sudah rajin bersalat, berpuasa dan ber'ibadah yang lain pun, di dalam kehidupan mereka sehari-hari masih bersikap, bahkan bertingkah laku seolah-olah mereka masih syirik (bertuhan lain di samping Tuhan Yang Sebenarnya).
Mereka masih mencampurkan (mensyirikkan) pengabdian mereka kepada Allah itu dengan pengabdian kepada sesuatu "ilah" yang lain.
Pengabdian sampingan itu biasanya ialah di dalam bentuk "rasa ketergantungan" kepada ilah yang lain itu. Oleh karena itu, al-Qur'an mengingatkan setiap Muslim, bahwa dosa terbesar yang tak akan terampunkan oleh Allah ialah syirik ini (Lihat Q 4:48 dan 116):
Artinya kira-kira: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan orang-orang yang mensyirikkan-Nya, tapi Ia akan mengampuni kesalahan lain bagi siapa yang diperkenankan-Nya. Barangsiapa yang mensyirikkan Allah, sesungguhnyalah ia telah berdosa yang sangat besar."
Rasulullah SAW pun pernah mengatakan, bahwa pokok pangkal setiap dosa ialah syirik. Jadi senada dengan peringatan yang disampaikan al-Qur'an.
Dapat dipahami, bahwa setiap orang yang akan melakukan sesuatu dosa , apalagi buat pertama kali, akan merasakan, bahwa hati nuraninya akan memberontak. Detak jantungnya akan bertambah cepat, timbul rasa malu kalau-kalau perbuatannya itu akan dilihat orang lain, terutama kenalannya. Maka pada saat itu ia lebih takut (malu) kepada orang (ilah lain) dari pada kepada Allah, Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Maka pada saat itu ia sudah syirik sebelum melaksanakan keinginan hawa nafsunya itu.
Peringatan al-Qur'an dan ucapan Rasul itu disampaikan karena Allah sendiri tahu, bahwa memang tidak mudah mencapai tingkat tauhid yang ikhlash. Sangat banyak kendala dan halangan yang harus diatasi jika orang ingin mencapai tingkat tauhid yang murni ini. (Bersambung)
(mhy)