Benarkah Jimat atau Rajah Masuk Kategori Syirik?

Senin, 26 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
Benarkah Jimat atau Rajah Masuk Kategori Syirik?
Ilustrasi/dok. SINDOnews
A A A
JIMAT dalam bahasa Arab adalah Tamimah. Arti secara etimologinya adalah menjadi sempurna. Kalau kita katakan Tamma asy-Syaiu maka artinya bagian-bagian sesuatu itu menjadi sempurna. Jimat ini berupa sesuatu perlindungan yang digantungkan kepada manusia. Seolah jimat ini menjadi penyempurna proses kesembuhan yang dituntut. ( )

Jimat atau tamimah secara istilah mempunyai dua makna:

Pertama: manik-manik yang konon kaum Arab menggantungkannya kepada anak-anak mereka untuk melindungi mereka dari penyakit ‘ain menurut asumsi mereka, lalu datanglah Islam membatalkan keyakinan semacam itu. (lihat kitab an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar).

Kedua: lembaran yang ditulisi ayat al-Qur'an , dan dikalungkan di leher misalnya, untuk mengalap berkah. (Lihat kitab Hasyiah al-Jamal ‘ala syarh al-Manhaj)

Di antara pokok akidah umat islam adalah tidak ada pengaruh independen bagi setiap makhluk apapun. Barangsiapa yang meyakini adanya pengaruh independen bagi selain Allah, maka ia telah jatuh pada kesyirikan . Apabila meyakini bahwa jimat tidak membawa pengaruh secara independen, maka ada dua keadaan; adakalanya berisi ayat al-Quran dan adakalanya bukan dari ayat al-Quran. ( )

Jimat yang bukan dari ayat al-Quran, adakalanya berisi dari zikir, wirid atau doa yang baik.

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatwa-Fatwa Kontemporer mengatakan bahwa masalah jimat masih diperselisihkan ulama . Ada yang memperbolehkannya dan yang menganggapnya makruh.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata, "Rasulullah SAW mengajari kami beberapa kalimat yang kami ucapkan apabila terkejut pada waktu tidur:

"Dengan nama Allah, aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dan kemurkaan dan siksa-Nya, dan kejahatan hamba-hamba-Nya, dan gangguan setan, dan dan kehadiran setan." ( )

Maka Abdullah mengajarkan kalimat ini kepada anaknya yang sudah baligh untuk mengucapkannya ketika hendak tidur, sedangkan terhadap anaknya yang masih kecil dan belum mengerti atau belum dapat menghafalkannya, kalimat itu ditulisnya kemudian digantungkan di lehernya.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadis nomor 6696. Syekh Syakir mengesahkan isnadnya, meskipun diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq secara mu'an'an (dengan menggunakan lafal 'an = dari). Juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam "ath-Thibb" (nomor 3843); Tirmidzi dalam "ad-Da'awat" (nomor 3519) dan beliau berkata, "Hasan gharib"; Nasa-i dalam "Amalul-Yaum wal-Lailah," nomor 765 hingga pada lafal: "Wa an yahdhuruuni."

Akan tetapi, Ibrahim an-Nakhati berkata, "Mereka memakruhkan semua macam jimat, baik dari Al-Qur'an maupun bukan." Yang dimaksud dengan "mereka" di sini adalah sahabat-sahabat Ibnu Mas'ud seperti al-Aswad, 'Alqamah, Masruq, dan lain-lainnya. Sedangkan makna "makruh" di sini adalah "di awah haram." ( )

Alasan ulama yang membolehkan jimat macam itu karena ini dalam rangka tabarruk yang syar’i dengan kalamullah dan asma’ (nama) Allah yang ada di dalamnya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fathul Bari berkata, “Semua (hadis) yang melarang mengenai menggantung jimat yang dan yang lainnya adalah karena tidak ada al-Quran di dalamnya (tidak dikecualikan). Adapun apabila ada ‘penyebutan nama Allah’ maka tidak ada larangannya. Hal tersebut dijadikan sebagai tabarruk dan ta’awwudz dengan nama Allah.”

Demikian juga Al-Qurthubi dalam tafsirnya menukilkan perkataan imam Malik, beliau berkata: “Tidak mengapa menggantungkan (sebagai jimat) lembaran yang ada ‘nama Allah’ pada leher orang sakit untuk tabarruk.” ( )

Pintu Syirik
Sedangkan ulama yang melarang dijelaskan dalam kitab “Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyyah” tentang 3 alasan tidak bolehnya jimat menggunakan Al-Quran:

Pertama, keumuman larangan dalam hadis (larangan jimat) dan tidak ada yang mengkhususkan

Kedua, dalam rangka menutup jalan menuju ke arah kesyirikan karena hal ini bisa mengantarkan kepada apa yang telah disepakati keharamannya

Ketiga, apabila digantungkan/dipakai, pasti yang memakai akan membawanya akan ikut masuk ketika buang hajat (ke kamar mandi tidak boleh membawa AL-Quran dan lafadz nama Allah).

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz dalam Kitab Majmu’ Fatawa berkata “Tidak boleh (menggunakan jimat dengan Al-Quran) karena telah ma’ruf bahwa sahabat Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah serta para ulama dahulu dan sekarang mereka mengatakan: ‘Tidak boleh menggantungkan jimat walaupun dari Al-Quran untuk menutup jalan menuju kesyirikan dan untuk memangkas sumber kesyirikan.’” ( )

Profesor di departemen Studi Islam dalam Bahasa Inggris, Universitas Al-Azhar, Mesir Mohammad S. Alrahawan mengatakan tidak ada hadis dari Nabi atau sahabat yang menjelaskan tentang praktik menulis ayat-ayat Al-Qur'an, doa, zikir atau nama-nama Allah pada selembar kertas atau pakaian dan memakainya seperti kalung atau gelang.

Sebagai Muslim, contoh teladan adalah Nabi dan para sahabatnya. "Memakai taweez (jimat dengan Alquran di dalamnya, atau angka yang mewakili ayat-ayat Alquran) sama tidak logisnya dengan seseorang yang pergi ke dokter yang sakit, mengumpulkan dan membayar resepnya, lalu menggulungnya atau melipatnya, dan meletakkannya di kantong kulit dan memakainya di leher, lengan atau pinggangnya," ujarnya. ( )

Ruwaifi bin Thabit berkata "Rasulullah SAW berkata, Wahai Ruwaifi, Anda mungkin hidup lama setelah saya, jadi beritahu orang-orang siapa pun yang mengikat janggutnya, atau memelintirnya, atau menggantung jimat, atau membersihkan dirinya (setelah buang air) dengan kotoran hewan atau tulang, tidak ada hubungan antara Muhammad dengan dia.(An-Nasa'i). Wallahu'alam ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2670 seconds (0.1#10.140)