Begini Teknik Salat di Kapal Laut dan Kapal Terbang

Kamis, 28 Januari 2021 - 07:39 WIB
Bagaimana dengan salat subuh?

Salat subuh itu waktunya sejak terbit fajar hingga matahari terbit. Dan kalau kita berada di angkasa, mudah sekali mengenalinya. Cukup kita menengok keluar jendela, ketika gelap malam mulai hilang dan langit menunjukkan tanda-tanda terang namun matahari belum terbit, maka itulah waktu shubuh. Salatlah subuh pada waktu

itu dan jangan sampai terlanjur matahari menampakkan diri.

"Jadi di atas pesawat yang terbang di angkasa, kita dengan mudah bisa menetapkan waktu salat, bahkan tanpa harus melihat jam atau bertanya kepada awak pesawat," tulisnya.

Bagaimana wudhu'nya? Ini pertanyaan klasik tapi penting. Beberapa orang pernah berfatwa bahwa di dalam pesawat sebaiknya tidak usah wudhu' dan sebagai gantinya cukup bertayammum. "Fatwa ini kelihatan bagus," kata Ustaz Sarwat, "tetapi justru bermasalah besar". Mengapa?

"Ada dua masalah besar ketika orang mau tayammum di atas pesawat. Pertama, di dalam Al-Quran Al-Kariem Allah SWT menegaskan bahwa tayammum itu hanya boleh dikerjakan bila seseorang tidak menemukan air.

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS An-Nisa' : 43)

Padahal di atas pesawat itu air berlimpah, baik untuk minum, juga untuk cuci muka bahkan untuk istinja'. Maka kebolehan tayammum menjadi gugur dengan sendiri dengan masih adanya air di atas pesawat.

Kedua, di dalam Al-Quran Al-Kariem Allah SWT juga menegtaskan bahwa bertayammum hanya dibolehkan menggunakan tanah yang bersih.

Masalah besarnya justru di atas pesawat itu malah tidak ada tanah. Jadi kalau mau bertayammum di atas pesawat, mau tidak mau para penumpang harus membawa bungkusan berisi tanah untuk dipakai tayammum.

Kalau semua penumpang membuka bungkusan berisi tanah di atas pesawat, lalu salah satunya ada yang bersin, maka buyarlah tanah itu. Yang lain akan tersenggol dan tanahnya tumpah. Dan akhirnya pesawat itu penuh dengan tanah.

Bukankah tayammum bisa dengan menggunakan permukaan kursi? Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, inilah masalahnya. Perintah bertayammum di dalam Al-Quran itu adalah menggunakan tanah. Bunyi ayatnya fatayammamu sha'idan tayyiba, bukan fatayammamu kursiyyan thayyiba. Sebab kursi di dalam pesawat udara itu jelas bukan tanah. Segala debu dan kotoran tentunya sudah dibersihkan dengan vacum cleaner. Sehingga kursi itu menjadi steril dari debu yang kelihatan. Kalau kursi pesawat international berdebu, pastilah para penumpang langsung bersih-bersin dan terkena radang saluran pernafasan (ISPA).

Kalau pun kita masih ngotot mengatakan bahwa di kursi pesawat itu pasti masih tersisa debu, tentunya ada debu-debu ukuran mikroskopis, yang hanya bisa dilihat kalau kita mengintip lewat mikroskop. Tetapi perlu diingat bahwa debu atau molekul ukuran mikrospokis ini sesungguhnya bukan hanya ada di kursi, tetapi di udara yang kita hirup sekalipun juga ada.

Kalau debu ukuran mikroskopis itu bisa digunakan untuk bertayammum, maka seharusnya kita bisa bertayammum cukup dengan menggelenggelengkan kepala dan menggerak-gerakkan tangan saja, toh di udara sekitar wajah dan tangan kita ada banyak debu mikroskopis.

Ustaz Ahmad Sarwat memaparkan Majelis Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama secara tegas menetapkan bahwa bertayammum menggunakan kursi pesawat terbang itu hukumnya tidak sah, karena tidak memenuhi ketentuan tayammum.
(mhy)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More