Perang Unta: Syahidnya Dua Sahabat Nabi, Thalhah dan Zubair
Jum'at, 29 Januari 2021 - 14:57 WIB
SEKALIPUN sebenarnya peperangan sudah tak dapat dihindarkan lagi, namun Ali bin Abu Thalib r.a. masih tetap berusaha untuk dapat mencegah berkobarnya peperangan sesama muslimin. Ia teringat kenangan lama yang indah, ketika bersama Thalhah dan Zubair berjuang bahu membahu menegakkan Islam di bawah pimpinan Rasulullah SAW .
Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini mengungkapkan Ali bin Abu Thalib r.a. berusaha bertemu muka dengan dua tokoh bekas sahabatnya, yang saat itu telah mengangkat senjata untuk menentangnya.
Pada pertemuan muka dengan Thalhah, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Sahabatku Thalhah! Engkau menyimpan isterimu sendiri di rumahmu, tetapi engkau datang ke tempat ini membawa isteri Rasulullah SAW Dengan mempergunakan diakah engkau berperang?"
Pertanyaan Ali bin Abu Thalib r.a. ini nampaknya sangat mengenai hati Thalhah. Ia tak bisa menjawabnya sama sekali dan hanya dapat menundukkan kepala untuk kemudian pelan-pelan menarik diri dari barisan yang dipimpinnya.
Ketika Marwan bin Al-Hakam melihat Thalhah memisahkan diri dari pasukan dan meninggalkan medan pertempuran (ia tergabung dalam pasukan Thalhah), segera mengikuti sambil berkata: "Demi Allah, aku tak akan melepaskan tekadku untuk menebus darah Utsman. Aku tidak akan membiarkan dia (Thalhah) lolos. Akan kubunuh dia, karena dia juga turut membunuh Utsman!"
Beberapa saat kemudian ia membidikkan anak panahnya ke arah Thalhah. Ketika anak panah itu lepas dari busurnya, lambung Thalhah menjadi sasaran. Gugurlah salah seorang sahabat Rasulullah SAW tertembus panah yang dilepaskan oleh anggota pasukannya sendiri.
Menoleh ke belakang, Thalhah dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh pendirian. Sejak awal keislamannya, ia juga tak pernah ingkar janji dan dermawan. Pernah dia membawa pulang keuntungan dagang sebesar 700.000 dirham. Ia membagikan uang tersebut kepada fakir miskin Anshar dan Muhajirin keesokan harinya.
Ia tak merasa berhak memegang harta sebanyak itu meski itu adalah hasil keuntungan dagangnya. Pantas jika Rasulullah memberinya gelar Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) dan Thalhah Al-Fayyadh (atau Thalhah yang dermawan).
Thalhah bin Ubaidillah syahid pada usia 60 tahun dalam peristiwa tersebut akibat luka yang cukup dalam di kakinya. Thalhah menjadi salah satu orang yang dijamin Rasulullah SAW masuk surga bersama 9 sahabat lainnya.
Nasib Zubair
Sementara itu ketika Ali bin Abu Thalib r.a. berhasil bertemu muka dengan Zubair, ia bertanya: "Hai Abdullah, apakah yang mendorongmu sampai datang ke tempat ini?"
"Untuk menuntut balas atas kematian Utsman," jawab Zubair dengan terus terang.
"Engkau menuntut balas atas kematian Utsman?" tanya Ali bin Abu Thalib r.a. menanggapi jawaban Zubair tadi. "Allah mengutuk orang yang membunuhnya! Hai Zubair, engkau kuingatkan. Ingatkah dahulu ketika engkau berjalan bersama Rasulullah SAW waktu itu beliau bertopang pada tanganmu, melewati aku, kemudian beliau tersenyum padaku, lalu menoleh kepadamu sambil berkata: 'Hai Zubair, engkau kelak akan memerangi Ali secara zalim!'"
"Oh, ya," jawab Zubair, setelah beberapa saat mengingat-ingat.
"Mengapa engkau sekarang memerangi aku?" tanya Ali bin Abu Thalib r.a. pula.
"Demi Allah," sahut Zubair, "aku lupa. Seandainya aku ingat aku tidak akan keluar untuk memerangimu."
Selesai mengucapkan kata-kata itu, Zubair cepat-cepat keluar meninggalkan pasukan dengan air mata membasahi pipi. Tetapi malang bagi Zubair. Salah seorang anggota pasukan Ali bin Abu Thalib yang bernama Ammar bin Jarmuz ketika melihat Zubair terpisah dari pasukannya, segera diikuti dan kemudian dibunuh.
Cerita lain menuturkan, pada saat genting Ali bin Abu Thalib mengingatkan Zubair, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari di mana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’.
Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.”
Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini mengungkapkan Ali bin Abu Thalib r.a. berusaha bertemu muka dengan dua tokoh bekas sahabatnya, yang saat itu telah mengangkat senjata untuk menentangnya.
Pada pertemuan muka dengan Thalhah, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Sahabatku Thalhah! Engkau menyimpan isterimu sendiri di rumahmu, tetapi engkau datang ke tempat ini membawa isteri Rasulullah SAW Dengan mempergunakan diakah engkau berperang?"
Pertanyaan Ali bin Abu Thalib r.a. ini nampaknya sangat mengenai hati Thalhah. Ia tak bisa menjawabnya sama sekali dan hanya dapat menundukkan kepala untuk kemudian pelan-pelan menarik diri dari barisan yang dipimpinnya.
Baca Juga
Beberapa saat kemudian ia membidikkan anak panahnya ke arah Thalhah. Ketika anak panah itu lepas dari busurnya, lambung Thalhah menjadi sasaran. Gugurlah salah seorang sahabat Rasulullah SAW tertembus panah yang dilepaskan oleh anggota pasukannya sendiri.
Menoleh ke belakang, Thalhah dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh pendirian. Sejak awal keislamannya, ia juga tak pernah ingkar janji dan dermawan. Pernah dia membawa pulang keuntungan dagang sebesar 700.000 dirham. Ia membagikan uang tersebut kepada fakir miskin Anshar dan Muhajirin keesokan harinya.
Ia tak merasa berhak memegang harta sebanyak itu meski itu adalah hasil keuntungan dagangnya. Pantas jika Rasulullah memberinya gelar Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) dan Thalhah Al-Fayyadh (atau Thalhah yang dermawan).
Thalhah bin Ubaidillah syahid pada usia 60 tahun dalam peristiwa tersebut akibat luka yang cukup dalam di kakinya. Thalhah menjadi salah satu orang yang dijamin Rasulullah SAW masuk surga bersama 9 sahabat lainnya.
Baca Juga
Sementara itu ketika Ali bin Abu Thalib r.a. berhasil bertemu muka dengan Zubair, ia bertanya: "Hai Abdullah, apakah yang mendorongmu sampai datang ke tempat ini?"
"Untuk menuntut balas atas kematian Utsman," jawab Zubair dengan terus terang.
"Engkau menuntut balas atas kematian Utsman?" tanya Ali bin Abu Thalib r.a. menanggapi jawaban Zubair tadi. "Allah mengutuk orang yang membunuhnya! Hai Zubair, engkau kuingatkan. Ingatkah dahulu ketika engkau berjalan bersama Rasulullah SAW waktu itu beliau bertopang pada tanganmu, melewati aku, kemudian beliau tersenyum padaku, lalu menoleh kepadamu sambil berkata: 'Hai Zubair, engkau kelak akan memerangi Ali secara zalim!'"
"Oh, ya," jawab Zubair, setelah beberapa saat mengingat-ingat.
"Mengapa engkau sekarang memerangi aku?" tanya Ali bin Abu Thalib r.a. pula.
"Demi Allah," sahut Zubair, "aku lupa. Seandainya aku ingat aku tidak akan keluar untuk memerangimu."
Selesai mengucapkan kata-kata itu, Zubair cepat-cepat keluar meninggalkan pasukan dengan air mata membasahi pipi. Tetapi malang bagi Zubair. Salah seorang anggota pasukan Ali bin Abu Thalib yang bernama Ammar bin Jarmuz ketika melihat Zubair terpisah dari pasukannya, segera diikuti dan kemudian dibunuh.
Cerita lain menuturkan, pada saat genting Ali bin Abu Thalib mengingatkan Zubair, “Wahai Zubair, aku memanggilmu atas nama Allah. Tidakkah engkau ingat, suatu hari di mana engkau lalui bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat itu kita berada di suatu tempat, Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Wahai Zubair, apakah engkau mencintai Ali?’
Kau jawab, ‘Bagaimana bisa aku tidak mencintai anak dari pamanku (baik dari pihak ayah ataupun ibu) dan dia seagama denganku’.
Beliau melanjutkan sabdanya, ‘Demi Allah wahai Zubair, sungguh engkau akan memeranginya dan saat itu engkau berada di pihak yang keliru’.”