Ini Penyebab Retaknya Hubungan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Siti Aisyah
loading...
A
A
A
SETELAH menjelaskan kegiatan fitnah yang dilakukan Muawiyah di Syam, Khalifah Ali bin Abi Thalib ra mengemukakan gagasan untuk mencegah meluasnya fitnah yang berbahaya itu.
Gagasan yang dikemukakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ternyata mendapat sambutan dingin. Bahkan Thalhah dan Zubair , yang merupakan tokoh-tokoh terdini membai'at Ali bin Abi Thalib, dengan alasan hendak berangkat umrah ke Makkah , menyatakan tak dapat memenuhi ajakan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Penolakan terselubung yang dikemukakan Thalhah dan Zubair ternyata mempunyai ekor yang panjang dan tambah merawankan kedudukan Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai Amirul Mukminin.
H.M.H. Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. " memaparkan sejak terbai'atnya Ali bin Abi Thalib kini kota Makkah menjadi tempat berkumpulnya tokoh-tokoh yang terkena tindakan penertiban Amirul Mukminin, terutama mereka yang berasal dari kalangan Bani Umayyah. Di antara mereka termasuk Marwan bin Al-Hakam yang cepat-cepat meninggalkan Madinah.
Haditsul ifk
Kini Thalhah dan Zubair berangkat pula ke Makkah. Ketika itu, Sitti Aisyah r.a. juga berada di Makkah setelah menunaikan ibadah haji . Beberapa waktu sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman ra , ia mendengar desas-desus, bahwa Thalhah bin Ubaidillah terbai'at sebagai Khalifah pengganti Utsman r.a. Mendengar selentingan itu ia segera mengambil putusan untuk cepat-cepat kembali ke Madinah.Tetapi di tengah perjalanan, ia menerima kabar pasti, bahwa yang terbai'at sebagai Khalifah bukannya Thalhah, melainkan Ali bin Abi Thalib r.a.
Begitu mendengar kepastian demikian; ia membatalkan rencana pulang ke Madinah. Ia kembali ke Makkah. Hatinya sangat masgul mendengar berita itu.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sejak terjadinya peristiwa yang dalam sejarah dikenal dengan nama Haditsul ifk, Sitti Aisyah sukar berbaik-baik kembali dengan Ali bin Abi Thalib.
Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah s.a.w. melancarkan ekspedisi terhadap kaum kafir dari Banu Musthaliq. Dalam ekspedisi itu beliau mengajak isterinya, Sitti Aisyah. Dalam perjalanan pulang ke Madinah , Sitti Aisyah ketinggalan dari rombongan, gara-gara mencari barang perhiasannya yang hilang di perjalanan.
Untunglah ketika itu ia dijumpai oleh Shafwan bin Mu'atthal, yang berangkat pulang lebih belakangan. Bukan main terkejutnya Shafwan melihat Ummul Mukminin seorang diri di tengah-tengah padang pasir. Isteri Rasulullah s.a.w. itu dipersilakan naik ke atas unta, sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki sambil menuntun.
Siang hari mereka berdua baru memasuki kota Madinah dengan disaksikan oleh orang banyak. Semuanya heran mengapa Ummul Mukminin mengendarai unta seorang pemuda yang tampan itu.
Mengenai kejadian itu Rasulullah s.a.w. pada mulanya tidak pernah berpikir lebih jauh. Akan tetapi secara diam-diam peristiwa itu menjadi pembicaraan orang ramai dan menjadi buah bibir yang dibisik-bisikkan orang dalam tiap kesempatan. Sumber utama yang menyiarkan desas-desus tuduhan Sitti Aisyah berbuat serong ialah seorang munafik bernama Abdullah bin Ubaiy .
Desas-desus itu akhirnya sampai ke telinga Rasulullah s.a.w. Berita santer tentang hal itu sangat menggelisahkan hati beliau. Kemudian beliau minta pendapat para sahabat mengenai hal itu.
Konon Usamah bin Zaid sama sekali tidak dapat mempercayai benarnya desas-desus itu. Sedang Ali bin Abi Thalib waktu itu mengatakan: "Ya Rasulullah, masih banyak wanita lain!"
Ali bin Abi Thalib mengucapkan kata-kata itu hanya sekadar untuk berusaha menenangkan perasaan Rasulullah s.a.w. yang tampak gelisah.
Ucapan itulah yang kemudian menjadi sebab retaknya hubungan baik antara Sitti Aisyah dengan Ali bin Abi Thalib. Ucapan tersebut oleh Sitti Aisyah r.a. dirasakan sangat menusuk hati, sedang Ali bin Abi Thalib sendiri selama itu tidak pernah berubah sikap terhadap Sitti Aisyah r.a. Ia senantiasa hormat kepada Ummul Mukminin.
Lebih-lebih setelah peristiwa Ifk itu terselesaikan dengan tuntas berdasarkan turunnya firman Allah s.w.t. yang menegaskan, bahwa Sitti Aisyah bersih dari perbuatan nista seperti yang dituduhkan orang.
Gara-gara Haditsul Ifk itulah, Sitti Aisyah r.a. sangat kecewa mendengar Ali bin Abi Thalib r.a. dibai'at sebagai Khalifah oleh penduduk Madinah. Setibanya di Makkah ia berniat hendak menentang pembai'atan Ali bin Abi Thalib r.a.
Ia berkata: "Utsman mati terbunuh secara madzlum. Oleh karena itu adalah kewajiban kaum muslimin untuk menuntut balas atas kematiannya."
Menurut Ummul Mukminin itu, Khalifah pengganti Utsman r.a. harus dilakukan pembai'atannya dalam suasana tertib dan damai. Ini sama artinya dengan mengatakan, bahwa Ali bin Abi Thalib dipilih hanya oleh kaum pemberontak yang telah membunuh Khalifah.
Pendirian Sitti Aisyah ini lebih diperkuat lagi oleh kedatangan Thalhah dan Zubair. Dua orang itu di Makkah mengadakan kampanye menentang pembai'atan Ali bin Abi Thalib.
Pada mulanya banyak orang bertanya-tanya tentang pendirian aneh kedua orang itu. Bukankah mereka telah menyatakan bai'atnya kepada Ali bin Abi Thalib? Tanda-tanya di hati orang-orang itu mereka jawab dengan mengatakan, bahwa bai'atnya dilakukan karena terpaksa. Dipaksa oleh kekuatan bersenjata kaum pemberontak.
Bagaimana pun juga pada saat itu di Makkah telah tersusun kekuatan penentang Ali bin Abi Thalib. Kekuatan ini makin hari makin bertambah. Mereka bertekad hendak memaksa Ali bin Abi Thalib melepaskan kekhalifahannya.
Dengan bantuan bekas-bekas pejabat yang terkena penggeseran dan penertiban; dengan dukungan orang-orang Quraiys yang masih menyimpan rasa sakit hati; di perkuat lagi oleh kehadiran Ummul Mukminin, sekarang Thalhah dan Zubair berhasil mengorganisasi pasukan bersenjata kurang lebih berkekuatan 3.000 orang. (Bersambung)
Gagasan yang dikemukakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ternyata mendapat sambutan dingin. Bahkan Thalhah dan Zubair , yang merupakan tokoh-tokoh terdini membai'at Ali bin Abi Thalib, dengan alasan hendak berangkat umrah ke Makkah , menyatakan tak dapat memenuhi ajakan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Penolakan terselubung yang dikemukakan Thalhah dan Zubair ternyata mempunyai ekor yang panjang dan tambah merawankan kedudukan Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai Amirul Mukminin.
H.M.H. Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. " memaparkan sejak terbai'atnya Ali bin Abi Thalib kini kota Makkah menjadi tempat berkumpulnya tokoh-tokoh yang terkena tindakan penertiban Amirul Mukminin, terutama mereka yang berasal dari kalangan Bani Umayyah. Di antara mereka termasuk Marwan bin Al-Hakam yang cepat-cepat meninggalkan Madinah.
Haditsul ifk
Kini Thalhah dan Zubair berangkat pula ke Makkah. Ketika itu, Sitti Aisyah r.a. juga berada di Makkah setelah menunaikan ibadah haji . Beberapa waktu sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman ra , ia mendengar desas-desus, bahwa Thalhah bin Ubaidillah terbai'at sebagai Khalifah pengganti Utsman r.a. Mendengar selentingan itu ia segera mengambil putusan untuk cepat-cepat kembali ke Madinah.Tetapi di tengah perjalanan, ia menerima kabar pasti, bahwa yang terbai'at sebagai Khalifah bukannya Thalhah, melainkan Ali bin Abi Thalib r.a.
Begitu mendengar kepastian demikian; ia membatalkan rencana pulang ke Madinah. Ia kembali ke Makkah. Hatinya sangat masgul mendengar berita itu.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sejak terjadinya peristiwa yang dalam sejarah dikenal dengan nama Haditsul ifk, Sitti Aisyah sukar berbaik-baik kembali dengan Ali bin Abi Thalib.
Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah s.a.w. melancarkan ekspedisi terhadap kaum kafir dari Banu Musthaliq. Dalam ekspedisi itu beliau mengajak isterinya, Sitti Aisyah. Dalam perjalanan pulang ke Madinah , Sitti Aisyah ketinggalan dari rombongan, gara-gara mencari barang perhiasannya yang hilang di perjalanan.
Untunglah ketika itu ia dijumpai oleh Shafwan bin Mu'atthal, yang berangkat pulang lebih belakangan. Bukan main terkejutnya Shafwan melihat Ummul Mukminin seorang diri di tengah-tengah padang pasir. Isteri Rasulullah s.a.w. itu dipersilakan naik ke atas unta, sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki sambil menuntun.
Siang hari mereka berdua baru memasuki kota Madinah dengan disaksikan oleh orang banyak. Semuanya heran mengapa Ummul Mukminin mengendarai unta seorang pemuda yang tampan itu.
Mengenai kejadian itu Rasulullah s.a.w. pada mulanya tidak pernah berpikir lebih jauh. Akan tetapi secara diam-diam peristiwa itu menjadi pembicaraan orang ramai dan menjadi buah bibir yang dibisik-bisikkan orang dalam tiap kesempatan. Sumber utama yang menyiarkan desas-desus tuduhan Sitti Aisyah berbuat serong ialah seorang munafik bernama Abdullah bin Ubaiy .
Desas-desus itu akhirnya sampai ke telinga Rasulullah s.a.w. Berita santer tentang hal itu sangat menggelisahkan hati beliau. Kemudian beliau minta pendapat para sahabat mengenai hal itu.
Konon Usamah bin Zaid sama sekali tidak dapat mempercayai benarnya desas-desus itu. Sedang Ali bin Abi Thalib waktu itu mengatakan: "Ya Rasulullah, masih banyak wanita lain!"
Ali bin Abi Thalib mengucapkan kata-kata itu hanya sekadar untuk berusaha menenangkan perasaan Rasulullah s.a.w. yang tampak gelisah.
Ucapan itulah yang kemudian menjadi sebab retaknya hubungan baik antara Sitti Aisyah dengan Ali bin Abi Thalib. Ucapan tersebut oleh Sitti Aisyah r.a. dirasakan sangat menusuk hati, sedang Ali bin Abi Thalib sendiri selama itu tidak pernah berubah sikap terhadap Sitti Aisyah r.a. Ia senantiasa hormat kepada Ummul Mukminin.
Lebih-lebih setelah peristiwa Ifk itu terselesaikan dengan tuntas berdasarkan turunnya firman Allah s.w.t. yang menegaskan, bahwa Sitti Aisyah bersih dari perbuatan nista seperti yang dituduhkan orang.
Gara-gara Haditsul Ifk itulah, Sitti Aisyah r.a. sangat kecewa mendengar Ali bin Abi Thalib r.a. dibai'at sebagai Khalifah oleh penduduk Madinah. Setibanya di Makkah ia berniat hendak menentang pembai'atan Ali bin Abi Thalib r.a.
Ia berkata: "Utsman mati terbunuh secara madzlum. Oleh karena itu adalah kewajiban kaum muslimin untuk menuntut balas atas kematiannya."
Menurut Ummul Mukminin itu, Khalifah pengganti Utsman r.a. harus dilakukan pembai'atannya dalam suasana tertib dan damai. Ini sama artinya dengan mengatakan, bahwa Ali bin Abi Thalib dipilih hanya oleh kaum pemberontak yang telah membunuh Khalifah.
Pendirian Sitti Aisyah ini lebih diperkuat lagi oleh kedatangan Thalhah dan Zubair. Dua orang itu di Makkah mengadakan kampanye menentang pembai'atan Ali bin Abi Thalib.
Pada mulanya banyak orang bertanya-tanya tentang pendirian aneh kedua orang itu. Bukankah mereka telah menyatakan bai'atnya kepada Ali bin Abi Thalib? Tanda-tanya di hati orang-orang itu mereka jawab dengan mengatakan, bahwa bai'atnya dilakukan karena terpaksa. Dipaksa oleh kekuatan bersenjata kaum pemberontak.
Bagaimana pun juga pada saat itu di Makkah telah tersusun kekuatan penentang Ali bin Abi Thalib. Kekuatan ini makin hari makin bertambah. Mereka bertekad hendak memaksa Ali bin Abi Thalib melepaskan kekhalifahannya.
Dengan bantuan bekas-bekas pejabat yang terkena penggeseran dan penertiban; dengan dukungan orang-orang Quraiys yang masih menyimpan rasa sakit hati; di perkuat lagi oleh kehadiran Ummul Mukminin, sekarang Thalhah dan Zubair berhasil mengorganisasi pasukan bersenjata kurang lebih berkekuatan 3.000 orang. (Bersambung)
(mhy)