Jelang Pecah Perang, Surat Ali bin Abu Thalib dan Siti Aisyah yang Menggetarkan
loading...
A
A
A
Waktu Sitti Aisyah r.a. mendengar, bahwa pasukan Ali bin Abu Thalib r.a . sudah tiba dekat Bashrah, dari jurusan lain, ia segera menulis surat kepada Zaid bin Shuhan Al-Abdiy:
"Dari Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq , isteri Nabi SAW, kepada ananda yang setia Zaid bin Shuhan. Hendaknya engkau tetap tinggal di rumah. Cegahlah orang-orang jangan sampai membantu Ali. Kuharap dapat segera menerima kabar tentang yang kuinginkan darimu. Bagiku, engkau adalah seorang kerabat yang paling dapat dipercaya. Wassalam."
Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini mengungkapkan menjawab surat Sitti Aisyah r.a. di atas, Zaid bin Shuhan menulis:
"Dari Zaid bin Shuhan kepada Aisyah binti Abu Bakar. Sesungguhnya Allah telah memberi perintah kepada Ibu dan kepadaku.
Ibu diperintahkan supaya tetap tinggal di rumah, dan aku diperintahkan supaya berjuang.
Surat Ibu sudah kuterima. Ibu memerintahkan supaya aku menjalankan sesuatu yang berlainan dari pada apa yang diperintahkan Allah kepadaku. Aku akan berbuat seperti apa yang diperintahkan Allah kepadaku dan hendaknya Ibu pun berbuat seperti yang diperintahkan Allah kepada Ibu.
Perintah Ibu tidak dapat kupatuhi, dan surat Ibu tidak akan terjawab lagi. Wassalam."
Menurut Abu Bikrah, ketika Asy Syi'biy menceritakan pengalamannya dalam perang "Jamal" (Unta) mengatakan, bahwa waktu Thalhah dan Zubair datang menjumpai Sitti Aisyah, kulihat semua perintah dan larangan berada di tangannya.
Waktu itu aku segera teringat kepada sebuah hadis yang kudengar berasal dari Rasulullah SAW yang mengatakan: "Sesuatu kaum tidak akan berhasil jika urusannya dipimpin oleh seorang wanita."
Teringat itu aku cepat-cepat menjauhkan diri. Dalam peperangan tersebut, unta yang bernama "Askar" (yang dikendarai Siti Aisyah r.a.) merupakan lambang satu-satunya bagi pasukan Thalhah.
Waktu pasukan Thalhah dan pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. masing-masing telah siaga untuk bertempur, Sitti Aisyah r.a. mengucapkan pidato.
Pidatonya juga ditujukan kepada pengikut-pengikut Ali bin Abu Thalib r.a.: "…Kita telah bertekad hendak menuntut balas atas kematian Utsman melalui jalan kekerasan. Ia adalah seorang Amirul Mukminin, tempat bernaung dan tempat berlindung yang terbaik. Bukankah dulu kalian minta kepadanya supaya ia bersedia memenuhi keinginan kalian? Hal itu sudah ia penuhi. Tetapi setelah kalian memandangnya sebagai orang yang suci bersih seperti baju yang baru dicuci, kemudian kalian memusuhinya. Lantas kalian berdosa dengan menumpahkan darahnya secara haram.
Demi Allah, ia adalah orang yang jauh lebih bersih dan lebih bertaqwa kepada Allah dibanding kalian…!"
Hampir dalam waktu yang bersamaan, Ali bin Abu Thalib r.a. selaku Amirul Mukminin, juga mengucapkan pidato, sambil memberi instruksi-instruksi:
"…Janganlah kalian memerangi mereka sebelum mereka menyerang lebih dulu. Alhamdulillah, kalian berada di atas hujjah (alasan) yang benar. Kalian harus berhenti memerangi mereka jika mereka mengajukan hujjah lain kepada kalian. Tetapi jika kalian terpaksa harus berperang, janganlah kalian menganiaya orang-orang yang luka parah."
"Jika kalian berhasil mengalahkan mereka, janganlah kalian mengejar mereka dengan cara-cara yang licik. Janganlah membuka hal-hal yang memalukan mereka dan janganlah sampai mencincang orang yang sudah tewas."
"Jika kalian tiba di tempat pemukiman mereka, janganlah kalian melanggar kesopanan, janganlah kalian memasuki rumah, janganlah kalian mengambil hak milik mereka walau sedikit, jangan sekali-sekali menggelisahkan dan mengganggu wanita, walau mereka itu mencaci-maki kalian atau mencerca pemimpin-pemimpin dan orang-orang shaleh yang ada di tengah-tengah kalian. Sebab mereka itu adalah manusia-manusia yang lemah jasmani, jiwa dan fikiran."
"Kita semua telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya supaya membiarkan kaum wanita, sekalipun mereka itu orang-orang musyrik. Jika sampai ada lelaki yang memukul mereka dengan tongkat atau dengan pelepah kurma, lelaki itu sungguh amat tercela dan akan menerima hukuman di kemudian hari…"
Sebelum salah satu pihak menyulut api peperangan, Ali bin Abi Thalib r.a. menulis sepucuk surat kepada Thalhah dan Zubair. Isinya sebagai berikut:
"Kalian maklum bahwa aku tidak pernah minta dibai'at oleh mereka, tetapi mereka sendirilah yang membai'at diriku. Kalian berdua termasuk orang-orang yang memilih dan membai'a't diriku. Orang tidak membai'at diriku untuk suatu kekuasaan istimewa. Jika kalian membai'atku karena terpaksa, aku mempunyai alasan untuk bertindak terhadap kalian, sebab kalian berpura-pura taat, tetapi sebenarnya menyembunyikan rasa permusuhan. Namun jika kalian membai'atku benar-benar karena taat, hendaklah kalian segera kembali ke jalan Allah."
"Dari Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq , isteri Nabi SAW, kepada ananda yang setia Zaid bin Shuhan. Hendaknya engkau tetap tinggal di rumah. Cegahlah orang-orang jangan sampai membantu Ali. Kuharap dapat segera menerima kabar tentang yang kuinginkan darimu. Bagiku, engkau adalah seorang kerabat yang paling dapat dipercaya. Wassalam."
Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini mengungkapkan menjawab surat Sitti Aisyah r.a. di atas, Zaid bin Shuhan menulis:
"Dari Zaid bin Shuhan kepada Aisyah binti Abu Bakar. Sesungguhnya Allah telah memberi perintah kepada Ibu dan kepadaku.
Ibu diperintahkan supaya tetap tinggal di rumah, dan aku diperintahkan supaya berjuang.
Surat Ibu sudah kuterima. Ibu memerintahkan supaya aku menjalankan sesuatu yang berlainan dari pada apa yang diperintahkan Allah kepadaku. Aku akan berbuat seperti apa yang diperintahkan Allah kepadaku dan hendaknya Ibu pun berbuat seperti yang diperintahkan Allah kepada Ibu.
Perintah Ibu tidak dapat kupatuhi, dan surat Ibu tidak akan terjawab lagi. Wassalam."
Menurut Abu Bikrah, ketika Asy Syi'biy menceritakan pengalamannya dalam perang "Jamal" (Unta) mengatakan, bahwa waktu Thalhah dan Zubair datang menjumpai Sitti Aisyah, kulihat semua perintah dan larangan berada di tangannya.
Waktu itu aku segera teringat kepada sebuah hadis yang kudengar berasal dari Rasulullah SAW yang mengatakan: "Sesuatu kaum tidak akan berhasil jika urusannya dipimpin oleh seorang wanita."
Teringat itu aku cepat-cepat menjauhkan diri. Dalam peperangan tersebut, unta yang bernama "Askar" (yang dikendarai Siti Aisyah r.a.) merupakan lambang satu-satunya bagi pasukan Thalhah.
Waktu pasukan Thalhah dan pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. masing-masing telah siaga untuk bertempur, Sitti Aisyah r.a. mengucapkan pidato.
Pidatonya juga ditujukan kepada pengikut-pengikut Ali bin Abu Thalib r.a.: "…Kita telah bertekad hendak menuntut balas atas kematian Utsman melalui jalan kekerasan. Ia adalah seorang Amirul Mukminin, tempat bernaung dan tempat berlindung yang terbaik. Bukankah dulu kalian minta kepadanya supaya ia bersedia memenuhi keinginan kalian? Hal itu sudah ia penuhi. Tetapi setelah kalian memandangnya sebagai orang yang suci bersih seperti baju yang baru dicuci, kemudian kalian memusuhinya. Lantas kalian berdosa dengan menumpahkan darahnya secara haram.
Demi Allah, ia adalah orang yang jauh lebih bersih dan lebih bertaqwa kepada Allah dibanding kalian…!"
Hampir dalam waktu yang bersamaan, Ali bin Abu Thalib r.a. selaku Amirul Mukminin, juga mengucapkan pidato, sambil memberi instruksi-instruksi:
"…Janganlah kalian memerangi mereka sebelum mereka menyerang lebih dulu. Alhamdulillah, kalian berada di atas hujjah (alasan) yang benar. Kalian harus berhenti memerangi mereka jika mereka mengajukan hujjah lain kepada kalian. Tetapi jika kalian terpaksa harus berperang, janganlah kalian menganiaya orang-orang yang luka parah."
"Jika kalian berhasil mengalahkan mereka, janganlah kalian mengejar mereka dengan cara-cara yang licik. Janganlah membuka hal-hal yang memalukan mereka dan janganlah sampai mencincang orang yang sudah tewas."
"Jika kalian tiba di tempat pemukiman mereka, janganlah kalian melanggar kesopanan, janganlah kalian memasuki rumah, janganlah kalian mengambil hak milik mereka walau sedikit, jangan sekali-sekali menggelisahkan dan mengganggu wanita, walau mereka itu mencaci-maki kalian atau mencerca pemimpin-pemimpin dan orang-orang shaleh yang ada di tengah-tengah kalian. Sebab mereka itu adalah manusia-manusia yang lemah jasmani, jiwa dan fikiran."
"Kita semua telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya supaya membiarkan kaum wanita, sekalipun mereka itu orang-orang musyrik. Jika sampai ada lelaki yang memukul mereka dengan tongkat atau dengan pelepah kurma, lelaki itu sungguh amat tercela dan akan menerima hukuman di kemudian hari…"
Sebelum salah satu pihak menyulut api peperangan, Ali bin Abi Thalib r.a. menulis sepucuk surat kepada Thalhah dan Zubair. Isinya sebagai berikut:
"Kalian maklum bahwa aku tidak pernah minta dibai'at oleh mereka, tetapi mereka sendirilah yang membai'at diriku. Kalian berdua termasuk orang-orang yang memilih dan membai'a't diriku. Orang tidak membai'at diriku untuk suatu kekuasaan istimewa. Jika kalian membai'atku karena terpaksa, aku mempunyai alasan untuk bertindak terhadap kalian, sebab kalian berpura-pura taat, tetapi sebenarnya menyembunyikan rasa permusuhan. Namun jika kalian membai'atku benar-benar karena taat, hendaklah kalian segera kembali ke jalan Allah."